Presiden Joko Widodo dalam acara Indonesia Mining Award 2019, Rabu (20/11/2019), menyampaikan keyakinannya bahwa bila hilirisasi dapat dilakukan bersama semua pihak di sektor pertambangan mineral dan batu bara, persoalan defisit neraca perdagangan akan dapat diatasi.
Jokowi mengakui, peran sektor pertambangan selama ini sangat besar dalam mendukung kualitas neraca perdagangan Indonesia. Kendati demikian, Presiden mengingatkan agar tak sampai ketergantungan pada ekspor produk mentah semata. Untuk itu, ia mendorong ada langkah konkret untuk melakukan hilirisasi agar multiplier effect-nya bisa dirasakan masyarakat lewat penciptaan lapangan kerja.
Terlebih, langkah hilirisasi ini bisa banyak memberikan keuntungan pada negara lewat kemandirian memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, Indonesia dinilai bisa mengambil keuntungan dari tren mobil listrik yang sedang berkembang dengan membangun industri hilir nikel berupa produk baterai litium. Mobil listrik, menurut Jokowi, bergantung pada komponen baterai litium ini yang bahan bakunya banyak di Indonesia.
Jokowi menekankan bahwa peluang ini baru mengandalkan satu produk tambang yakni nikel. Belum lagi bila hilirisasi yang sama dilakukan untuk produk pertambangan lain, seperti timah, batu bara, tembaga, dan lainnya. Ia mengingatkan banyak hal yang bisa dilakukan dari hilirasi di pertambangan yakni peningkatan nilai tambah.
Presiden mencontohkan batu bara, yang bisa dilakukan gasifikasi untuk mendapatkan produk turunan lain seperti DME hingga produk LPG dan petrokimia lain. Kalau hilirisasi bisa dilakukan, menurut Jokowi, tak perlu lagi ada impor LPG dan produk petrokimia dari luar sehingga bisa mengatasi persoalan pada neraca perdagangan.
Bila ini bisa terealisasi, Indonesia, menurut Presiden, tak perlu risau dengan tren kurs rupiah terhadap dollar atau mata uang asing. Atas dasar ini, ia mendorong agar semua pihak bekerja sama dan bila diperlukan agar bergabung mendorong hilirisasi. Pihaknya pun menawarkan dukungan akses pendanaan bila diperlukan. Lebih jauh, ia mengaku akan mengundang para pelaku usaha pertambangan ini untuk berdiskusi mewujudkan agenda hiliriasi dan dukungan yang dibutuhkan.
“Sehingga saya mengajak sekali lagi untuk bersiap diri ke sana (hilirisasi)” ujarnya.
Ia pun mengambil contoh bagaimana pihaknya mendesak badan usaha milik negara untuk masuk sektor hilirisasi ini. Termasuk mendorong pengolahan bauksit menjadi alumina di Kalimantan Barat.
Pembangunan smelter
Senada dengan itu Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono, mengatakan instruksi Presiden terkait hilirisasi ini sudah didorong ke pemegang izin usaha pertambangan. Hasilnya sejauh ini telah mulai terlihat dengan adanya berbagai pembangunan smelter atau fasilitas pengolahan berbagai komoditas tambang.
Tak sebatas membangun, pemerintah juga, menurut Bambang, telah memberikan sokongan berupa kuota ekspor dalam jangka terbatas bagi mereka yang berkomitmen melakukan hilirisasi. Meski dalam waktu dekat kuota ekspor tak lagi diberikan karena kapasitas smelter yang ada telah memadai, ia mengaku terus akan mendukung inisiatif hilirisasi lewat kebijakan lainnya yang diperlukan.
Hanya saja, ia pun meminta pihak pemegang izin pertambangan agar serius melakukan pembangunan smelter dan mendorong upaya industrialisasi yang bermanfaat bagi terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat. Pihaknya pun memastikan akan melakukan kontrol terhadap pihak yang berkomitmen melakukan hilirisasi dengan verifikasi berkala setiap 6 bulan. Tujuannya, agenda hilirisasi dan industrialisasi bisa lebih cepat terwujud dan diikuti pelaku usaha pertambangan lain yang belum masuk terlibat.
Bambang pun berharap dengan perhatian besar yang diberikan Presiden Jokowi, termasuk tawaran untuk berdiskusi dan mencarikan akses pendanaan demi pengembangan hilirisasi ini, dapat dilihat sebagai peluang oleh pelaku usaha pertambangan. [HUMAS DIREKTORAT JENDERAL MINERAL & BATUBARA]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 4 Desember 2019.