Kusdi dikukuhkan sebagai profesor dalam bidang Ilmu Organisasi dan Sumber Daya Manusia di FIA dan merupakan profesor aktif ke-13 di FIA dan ke-190 di UB atau profesor ke-273 dari keseluruhan profesor yang dihasilkan UB. Sementara itu, As’ad Munawir dikukuhkan sebagai profesor bidang Ilmu Geoteknik di FT merupakan profesor aktif ke-12 di FT dan ke-191 di UB atau profesor ke-274 dari seluruh profesor yang dihasilkan UB.

Rancangan Organisasi Sarang Laba-laba dan Sumber Daya Manusia Untuk Industri 4.0 oleh Prof Dr Drs Kusdi DEA

Teori organisasi telah mengalami pergeseran dari perspektif modern ke postmodern, dari organisasi sebagai sistem tertutup ke sistem terbuka, dan dari organisasi dipandang sebagai mesin menjadi organisasi yang diibaratkan makhluk hidup dan kolase. Hubungan organisasi-lingkungan dapat dijelaskan dengan teori kontingensi dan teori ketergantungan sumber daya (resource dependency theory).

Penekanan pertama adalah ketika merancang struktur organisasi harus mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi, di antaranya adalah teknologi yang digunakan, sedangkan teori yang kedua lebih fokus pada lingkungan sebagai penyedia sumber daya yang dibutuhkan oleh organisasi bisnis (perusahaan).

Perubahan lingkungan secara radikal menuntut perusahaan untuk menjadi lebih ramping (lean) dan harus lincah (agile). Rancangan struktur yang memenuhi kelincahan tersebut adalah struktur yang cenderung mendatar (level/jenjang sedikit), peran karyawan sebagai pekerja bergeser menjadi operator dengan jumlah semakin sedikit, penggunaan mitra semakin luas, dan integrasi vertikal di internal perusahaan dan horizontal intra dan antar perusahaan.

Rancangan organisasi demikian digambarkan seperti “Sarang Laba-Laba”. Sumber daya manusia untuk mendukung struktur tersebut adalah tenaga terampil dan berpengetahuan yang dituntut untuk secara terus-menerus memperbarui dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

Ada dua komponen utama yang menentukan kinerja perusahaan, yaitu komponen keras yang mencakup strategi, struktur, dan sistem ditambah juga komponen lunak yang meliputi kultur, gaya (kepemimpinan), karyawan, serta keterampilan. Kinerja organisasi (perusahaan) ditentukan oleh kombinasi dan keselarasan antar komponen yang ada di internal perusahaan, yaitu kultur (budaya) sebagai komponen utama dan terpenting ditempatkan di tengah karena mempengaruhi dan menentukan komponen-komponen yang lain.

Mengingat bahwa dinamika lingkungan organisasi pada era sekarang sangat tinggi, jauh berbeda dibandingkan era sebelumnya yang relatif stabil. Lingkungan yang relatif stabil lebih cocok menggunakan rancangan organisasi mekanistik dengan kompleksitas tinggi. Sedangkan pada lingkungan yang dinamis, rancangan organisasi organik lebih relevan.

Masyarakat telah memasuki era industri 4.0 yang digambarkan melalui kemajuan teknologi seperti penggunaan internet untuk segalanya (internet of things), teknologi cetak 3D yang sangat canggih, data untuk segalanya (data of things), serta penggunaan otomasi produksi yang dibantu robot/program A.I secara masif. Disrupsi teknologi yang begitu cepat ini tentunya menuntut rancangan organisasi yang berbeda dibanding sebelumnya. Perusahaan perlu melakukan transformasi struktural. Transformasi struktural organisasi perusahaan akan berdampak pada sumber daya manusianya.

Aspek struktur sama pentingnya dengan kultur dalam studi organisasi, terlebih pada era industri 4.0 dengan perubahan teknologi yang begitu radikal menuntut adanya dukungan struktur yang relevan dengan implementasi teknologi baru tersebut.

Oleh karena itu, para pelaku usaha harus tetap memperhatikan dan mempertimbangkan aspek struktural, terutama dalam menyikapi hadirnya industri 4.0. Pabrik cerdas (smart factory) yang sarat dengan teknologi informasi dan komunikasi, teknologi cetak 3D, dan otomatisasi produksi dengan robot yang memerlukan struktur berbeda dibandingkan era sebelumnya.

Prof Dr Drs Kusdi, DEA lahir di Magetan, 1957. Telah menyelesaikan pendidikan Administrasi Niaga untuk S-1 di Universitas Brawijaya, dilanjutkan program S-2 dan S-3 Manajemen di IAE Universite De Nice Sophia Antipolis.

Mitigasi Bencana Longsor Menggunakan Bahan Bambu untuk Tiang Komposit Sebagai Solusi Inovatif Perkuatan Lereng oleh Prof Dr Ir As’ad Munawir MT

Pesatnya pembangunan di bidang geoteknik telah memberikan sumbangsih besar pada kemajuan peradaban bangsa ini. Pertumbuhan ini mempengaruhi laju urbanisasi penduduk, di mana pembangunan konstruksi semakin meningkat sedangkan lahan yang tersedia semakin berkurang. Hal ini turut andil dalam menimbulkan kerawanan longsor pada lereng, baik yang terpotong secara alami maupun buatan. Tentu saja tantangan ini menuntut inovasi sebagai solusi yang aplikatif bagi masyarakat.

Untuk menanggulangi permasalahan yang timbul pada lereng, berbagai metode mitigasi dapat diterapkan untuk mencegah dan menghindari bencana tanah longsor. Secara umum, metode yang dapat dipilih adalah penggunaan metode cut and fill, removal and recompaction tanah lereng, pemasangan walls/retained structure, atau penggunaan bahan perkuatan geosintetik. Pemilihan metode yang digunakan juga tergantung pada permasalahan yang dihadapi, faktor-faktor penyebab kelongsoran, serta kondisi dan ketersediaan material.

Salah satu metode alternatif yang inovatif dalam memperkuat lereng telah dikembangkan akhir-akhir ini. Solusi tersebut adalah memancangkan tiang komposit dengan tulangan bambu pada puncak lereng atau pada lerengnya. Alternatif ini erat hubungannya dengan pemanfaatan keunggulan bahan bambu yang bersifat natural dan proteksi dari material beton yang memiliki durabilitas tinggi. Tiang komposit beton dengan perkuatan bilah bambu ini dapat memenuhi ekspektasi yang diharapkan yaitu meningkatkan stabilitas lereng dan mengurangi potensi terjadinya kegagalan lereng.

Pendalaman lebih jauh menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berkontribusi untuk mempengaruhi peningkatan kinerja daya dukung fondasi dan faktor keamanan lereng. Pada lereng tanah pasir yang diperkuat faktor-faktor tersebut meliputi diameter tiang, jarak antartiang, lokasi tiang, dan panjang tiang. Hasil analisis menunjukkan bahwa posisi penempatan bahan bambu sebagai elemen tiang komposit pada perkuatan lereng sebaiknya pada posisi tengah sampai menuju dekat puncak lereng. Selain itu, dalam proses perencanaan perlu mereduksi besarnya tekanan tanah lateral pada tiang komposit tersebut sesuai dengan kepadatan tanahnya.

Realitanya, keadaan di lapangan tidak selalu memiliki satu jenis tanah saja, tetapi kombinasi dari berbagai jenis tanah seperti kombinasi tanah lempung (clay), tanah lanau (silt), serta tanah pasir. Oleh karena itu, pengamatan dan evaluasi kinerja metode perkuatan ini perlu dilakukan lebih lanjut, terutama pada penerapannya di lapangan. Pengamatan dapat dilakukan menggunakan model berskala besar atau bahkan dapat langsung diamati di lokasi pengaplikasiannya. Hal ini dilakukan agar dapat mempermudah proses perencanaan dan prediksi kelayakan tiang pancang komposit bertulangan bambu pada masa depan.

Kesimpulan yang didapatkan adalah bahan bambu sebagai elemen pada tiang komposit perkuatan pada lereng secara optimal dapat digunakan untuk mencegah dan menghambat terjadinya longsor pada lereng. Dalam penerapannya perlu mempertimbangkan faktor reduksi tekanan tanah lateral pada tiang serta posisi penempatannya. Posisi tengah hingga di dekat puncak lereng merupakan lokasi yang paling sesuai untuk penempatan tiang komposit beton bertulangan bambu tersebut.

Prof Dr Ir As’ad Munawir MT lahir di Sidoarjo, 1959. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Sipil di Universitas Brawijaya, menempuh program Magister (S-2) Teknik Sipil Geoteknik di Institut Teknologi Bandung, dan program Doktor (S-3) Teknik Sipil Struktur di UB.