Duo Etnicholic adalah grup formasi baru. Formasi besarnya sebetulnya bernama Etnicholic Project. Redy, leader Etnicholic, awalnya menginisiasi membuat duo ini untuk kebutuhan program iRL Gigs. Ia lalu mengajak Anggar, salah satu penyanyi Etnicholic Project. Pada latihan awal, mereka brainstorming bersama menyusun karya dengan model jam session.

Anggar bertugas membuat lagu dan lirik agar bisa masuk ke telinga para milenial karena ia juga seorang guru kesenian di SMA BSS Universitas Brawijaya (UB). Secara kebetulan, Redy juga salah satu staf di unit Badan Usaha Akademik (BUA) UB yaitu di UB Radio sebagai manajer. Lantaran sama-sama bekerja di bawah BUA, jadilah format ini.

Anggar merupakan guru yang multitalenta, baik olah vokal, tari, maupun menggambar, dengan latar belakang pendidikan sarjana pendidikan seni. Namun, pengalaman prosesnya sudah lama bersama Redy, dimulai sejak 2008 dengan format Artmochestra Digital Etnik. Jadi, kedua orang ini tidak mengalami kesulitan berarti menemukan bentuk pengaryaan eksplorasi bebunyiannya.

Redy yang juga getol menyemangati para pegiat kampung di Tanah Air karena domisilinya juga berada di sebuah kampung lingkar kampus, yaitu Kampung Cempluk. Di situ, keinginan Redy timbul untuk mengangkat entitas instrumen musik yang berbasis kampung, bukan berbasis suku atau etnis. Kebetulan di Kampung Cempluk, ada seorang warga yang dalam satu tahun ini ditemani oleh Redy untuk membuat sebuah instrumen musik berbasis dawai. Nama instrumen tersebut dawai cempluk, sebuah nama yang juga sama dengan nama kampung yang ditempati yaitu Kampung Cempluk.

Cak Budi Ayin, salah satu pembuat instrumen ini, berprofesi sebagai tukang kayu, tukang cat, dan kuli bangunan. Dalam membuat instrumen ini, dia banyak belajar dari Youtube, jadi autodidak dengan peralatan yang sederhana, di antaranya badik, gergaji, palu, dan alat cokel. Tidak ada peralatan modern, semua manual buatan tangan. Sekitar 30 jenis instrumen dawai cempluk yang sudah dibuat dengan berbagai macam bentuk. Pada 28 Desember 2020 hingga 1 Januari 2021, Cak Budi Ayin akan mengikuti Pasar Seni di Dewan Kesenian Malang dan instrumentasinya akan dipamerkan di ajang tersebut. Bahkan, ia juga menerima pesanan jika ada yang tertarik.

Redy sebagai music creator juga music composer rupanya sangat jeli melihat potensi warga kampung ini. Ia punya misi agar instrumen ini menjadi sebuah entitas atau aset dari potensi kampung yang berbasis kreatif. Salah satunya dengan memainkan dawai-dawai cempluk ini di setiap karyanya. Ia mulai enggan untuk memainkan instrumen tradisi yang lain dan lebih tertarik memainkan karya produksi dari warga kampung ini. Dawai cempluk kemudian dimainkan dalam komposisi Duo Etnicholic. November akhir, video iRL Gigs ini diikutkan dalam sebuah ajang festival internasional, yaitu Sopravista International Festivals di Italia. Karya tersebut akhirnya diajukan ke panitia di Italia.

Ketika diajukan, Redy dan Anggar tidak terlalu yakin untuk masuk nomine, apalagi menang dalam nomine yang dipilih, yaitu dalam Vocal Solo dan Instrument. Dilihat dari situs web www.sopravista.com, ternyata banyak yang ikut dan pesertanya memiliki ragam nomine yang dipilih dan berasal dari beberapa negara di belahan dunia.

Tibalah saatnya pada 23 Desember 2020. Seorang kawan Redy yang juga warga Italia mengirim pesan Whatsapp dan meng-capture pengumuman bahwa Duo Etnicholic menang dalam ajang tersebut sebagai 1 Defree Laureate Nominasi Mixed Vocal dan Instrument. Mendapat kabar tersebut, Redy akhirnya menghubungi Anggar dan meneruskan informasi tersebut. Dari perjalanan ini, Redy dan Anggar akan mendapat kesempatan untuk datang ke Italia mengikuti ajang tersebut pada 2021 sekaligus mempromosikan instrumen musik berbasis kampung yaitu dawai cempluk karya Cak Budi Ayin.