Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberikan sambutan pembuka dalam forum tahunan ini. Suharso menekankan upaya percepatan perbaikan gizi masyarakat Indonesia begitu mendesak dilakukan, terlebih dalam konteks meraih bonus demografi dengan peningkatan kualitas dan daya saing SDM Indonesia. Salah satu pekerjaan rumah yang mesti bertahap dirampungkan adalah persoalan stunting.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak karena kekurangan gizi kronis pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari janin hingga berusia dua tahun. Stunting menyebabkan terhambatnya perkembangan kognitif dan motorik anak serta meningkatnya risiko gangguan metabolik saat dewasa. Selain itu, berdasarkan hasil kajian World Bank, stunting dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara sebesar 2 sampai 3 persen dari Produk Domestik Bruto per tahun.

“Begitu besarnya permasalahan gizi yang dihadapi bangsa ini, mulai dari kekurangan gizi, kelebihan gizi, hingga kekurangan gizi yang tidak tampak atau hidden hunger sehingga saat ini negara kita disebut memiliki tiga beban masalah gizi atau triple burden malnutrition. Untuk mencapai target balita stunting sebesar 14 persen per tahun 2024 sesuai dengan amanat RPJMN 2020-2024, intervensi percepatan penurunan stunting yang terintegrasi harus terus dioptimalkan,” terang Suharso.

Indonesia terus mengupayakan pencapaian target penurunan prevalensi balita stunting. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, angka balita stunting di Indonesia sebesar 37,2 persen, jauh di atas target WHO sebesar 20 persen. Pemerintah kemudian meluncurkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 serta Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024. Melalui serangkaian upaya tersebut, angka stunting berhasil turun menjadi 27,67 persen per 2019.

“Kita sudah memulai percepatan penurunan stunting dan hasilnya sudah cukup baik. Namun, diperlukan upaya percepatan untuk mencapai target penurunan stunting 14 persen pada 2024,” ujar Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali.

Bappenas sebagai “SUN focal point”

Sejak 2011, Indonesia telah menjadi bagian dari SUN Movement, gerakan global di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk sebagai respons terhadap kondisi status pangan dan gizi di negara berkembang. Gerakan ini berfokus pada 1.000 HPK, mulai dari janin dalam kandungan, bayi, hingga anak usia 6–23 bulan, termasuk juga kesehatan ibu hamil dan menyusui.

Hingga saat ini, terdapat lima jejaring SUN Networks yang terdiri atas pemerintah, mitra pembangunan, dunia usaha, organisasi masyarakat madani, serta akademisi dengan total 147 anggota yang telah berjalan aktif di bawah koordinasi Kementerian PPN/Bappenas. Pada 2021 mendatang, pembentukan SUN Networks tingkat daerah akan dimulai.

Sebagai SUN focal point, Kementerian PPN/Bappenas bertugas untuk mengoordinasikan upaya lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan dalam percepatan perbaikan gizi. Saat ini, penurunan stunting sudah memiliki dasar kebijakan dan dukungan pembiayaan yang kuat. Pemerintah juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Penurunan Stunting untuk memperkuat keterlibatan lintas sektor. Selain itu, upaya penurunan stunting juga sudah dilakukan secara multisektor (mencakup intervensi sensitif dan spesifik), multipihak, serta konvergen di tingkat kabupaten/kota dan desa.

Ke depan, strategi percepatan penurunan stunting antara lain dengan pendampingan aksi konvergensi di tingkat daerah yang menggandeng perguruan tinggi setempat. Penajaman intervensi dan efektivitas pembiayaan harus dilakukan hingga level terkecil sehingga dapat dipastikan bahwa intervensi yang diberikan menyasar kelompok yang tepat.

Sebagai mitigasi pandemi Covid-19, inovasi juga diperlukan untuk memastikan pelayanan di puskesmas, posyandu, dan PAUD, terutama dalam hal pemantauan pertumbuhan, tetap berjalan. Selain itu, dibutuhkan penguatan sistem pemantauan dan evaluasi dengan menyatukan berbagai data hingga menyusun sistem insentif serta evaluasi yang kuat untuk memastikan ketajaman intervensi yang dilakukan.

Dengan berbagai upaya strategis tersebut, Indonesia optimistis dapat mencapai tujuan penurunan prevalensi stunting sebesar 14 persen pada 2024.