Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Milenial di Dunia Digital”. Webinar yang digelar di Kota Tangerang, Rabu (30/6/2021), diikuti puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Daniel J Mandagie (Kaizeen Room), Dr Dwiyanto Indiahono (dosen kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman), Dian Muhtadiah Hamna SIP MIKom (Pemimpin Redaksi www.pijarnews.com), dan Fariz Zulfadhli (digital marketing enthusiast).

Cakap gunakan media digital

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Daniel J Mandagie membuka webinar dengan mengatakan, literasi digital banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital, dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif.

“Kecakapan digital (digital skills) adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, menggunakan perangkat keras dan peranti lunak teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta sistem operasi digital. Mulai dari situs web, media sosial, hingga beragam aplikasi di ponsel pintar,” paparnya.

Adapun media sosial yang ada di ponsel pintar adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain, yang para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi, berbagi, dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Dr Dwiyanto Indiahono menambahkan, Indonesia dikenal ramah di dunia nyata, tetapi dianggap tidak sopan di dunia maya. “Pada 2018, menurut situs Rough Guides, dari 10 negara ramah turis di dunia, Indonesia berada di peringkat ke-6. Namun, pada tahun 2021, survei Digital Civility Index (DCI) Microsoft, dari 32 negara, Indonesia ranking ke-29 dianggap tidak sopan di dunia maya,” kata Dwiyanto.

Adapun tiga faktor utamanya, yakni penyebaran hoaks dan penipuan, ujaran kebencian, serta diskriminasi. Kasus paling banyak pelanggaran UU ITE, yaitu ada Pasal 27 Ayat 1 dan Ayat 3 muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik, Pasal 28 Ayat 2 menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan, serta Pasal 29 UU ITE ancaman kekerasan atau menakut-nakuti.

Media pemersatu

“Media digital sebaiknya dijadikan sebagai media pemersatu, saling peduli, dan membantu. Jadilah pemersatu bukan pemicu keonaran, jadilah pendamai bukan pengadu domba, jadilah bagian dari solusi, bukan bagian dari polusi,” tuturnya.

Sementara itu, Dian Muhtadiah mengatakan, perkembangan teknologi digital terjadi di seluruh dunia sehingga studi tentang budaya digital, berpotensi mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari.

“Budaya digital adalah sebuah konsep yang menggambarkan bagaimana teknologi dan internet membentuk cara kita berinteraksi sebagai manusia,” kata Dian. Karakteristik budaya digital sendiri dapat dijelaskan dengan jenis proses yang terlibat, jenis bentuk budaya yang muncul, dan jenis pengalaman yang dibawa.

“Budaya digital lahir salah satunya lewat interaksi di media sosial. Kehadiran media sosial memengaruhi persepsi kita dalam berkomunikasi, kepercayaan, nilai, maupun sikap, tak terkecuali kaum milenial yang aktif menggunakan perangkat teknologi digital,” tuturnya.

Adapun ciri-ciri perilaku generasi milenial adalah lebih percaya konten testimoni perorangan, dibanding informasi satu arah. Wajib memiliki akun media sosial sebagai alat komunikasi dan pusat komunikasi, minat membaca konvensional menurun, lebih memilih ponsel dibanding televisi, dan menjadikan Google Search sebagai adviser mereka.

“Generasi milenial memiliki tantangan tersendiri pada era digital. Di antaranya, mereka sangat bergantung pada media sosial, tetapi belum memiliki filter yang kuat untuk dapat menyaring informasi yang diterima, dan mereka sering tidak peduli dengan nilai-nilai moral dan etika dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi di media sosial. Padahal, etika sangat berperan guna menghindari terjadinya konflik dalam bersosialisasi,” ujarnya.

Fariz Zulfadhli membeberkan fakta milenial di dunia digital, yaitu 20 persen senang hati berbagi kata sandi, 28 persen tidak mampu mengenali jenis e-mail terinfeksi malware, 78 persen tidak melindungi perangkat, 90 persen menggunakan koneksi Wi-Fi publik.

Rentan kejahatan

Hal tersebut sangat rentan dengan aksi kejahatan di dunia digital, seperti penipuan online. “Sebelum transaksi online, kalian bisa cek nomor rekening yang dituju pernah dilaporkan atau tidak di link ini https://cekrekening.id/ atau https://www.kredibel.co.id/,” ungkapnya.

Fariz juga berpesan untuk menghindari menggunakan Wi-Fi publik. Sebab, tidak semua provider Wi-Fi publik menggunakan keamanan yang baik. “Agar aman, usahakan selalu membuat password dengan tingkat kesulitan tinggi, batasi publikasi data dan informasi personal yang sensitif, dan jangan asal klik link atau file dari pengirim yang tidak dikenal,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ana mengatakan, saat ini, banyak anggota masyarakat menggunakan teknologi digital. Sebagai content creator dan generasi milenial, kita harus membuat konten-konten yang positif dan membangun di media sosial agar dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.

Namun, sering kali konten tersebut tidak diminati masyarakat. Malahan konten-konten yang bersifat negatif dan berisi informasi provokatif yang disukai masyarakat. Lalu, apa strategi yang dapat kita lakukan sebagai content creator untuk dapat mengedukasi masyarakat untuk bijak menggunakan media sosial?

“Saya selalu memberitahukan konten itu harus yang baik jangan mengikuti zaman. Berikan konten edukatif diberi kreasi-kreasi yang baik dan kreatif, menarik, dan bermanfaat. Sebagai content creator, harus banyak membaca jadi jangan terlalu kebawa zaman. Bagaimana mengubah mindset selalu paparkan konten yang baik dan bermanfaat. Kita harus speak up untuk hal yang positif dan bermanfaat sesuai fakta,” jawab Daniel.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.