Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Manfaat Literasi Digital untuk Kerukunan Antar Bangsa”. Webinar yang digelar di Tangerang Selatan, Rabu (30/6/2021), diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Rahmawati SE MM CPS (Asesor Pendamping Kewirausahaan BNSP), Trisno Sakti Herwanto SIP MPA (IAPA), Mikhail Gorbachev Dom (peneliti di Institut Humor Indonesia Kini), dan Btari Kinayungan (Kaizen Room).

Intoleransi digital

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Trisno Sakti membuka webinar dengan mengangkat topik, “Apakah Anda bagian dari intoleransi digital?”

Dalam literasi digital, diperlukan kecakapan penguasaan teknologi sehingga tidak hanya mampu mengoperasikan alat, tetapi juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.

“Pengguna internet rawan untuk terpapar konten-konten negatif. Bentuk-bentuk intoleransi digital, yakni cyber bullying atau perundungan, dan diskriminasi yang biasanya dilakukan secara kolektif. Ekspor berlebihan pada ranah privat, seperti agama, pilihan politik, lalu radikalisme, dan terorisme,” tuturnya.

Mencegah segala bentuk intoleran tersebut, tips pertama adalah menghargai perbedaan dan privasi. Stop berkomentar negatif dan merundung karena perbedaan, terutama yang menyangkut urusan privat orang lain (agama, pilihan politik, perubahan penampilan, bentuk badan, dan lain-lain).

“Tips kedua paham batasan informasi. Pastikan tujuan khusus sebelum menggunakan internet, yakni informasi apa yang dibutuhkan dan apa yang tidak dibutuhkan. Cek sumber informasi sebab artikel yang digunakan untuk cuci otak berasal dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pastikan kredibilitas penyebar informasi,” paparnya.

Selain itu, jadilah netizen cerdas yang anti dengan semangat kebencian di dunia digital. “Arahkan budaya kolektif untuk kegiatan positif dan produktif di dunia digital. Hati-hati dengan siapa yang Anda follow, perhatikan rekam jejak digital teman-teman Anda,” tambah Trisno.

Konten negatif

Mikhail Gorbachev menambahkan, semua keragaman Indonesia pindah ke dunia digital. Sayangnya, ada beberapa pihak yang mengotorinya dengan membuat konten negatif di dunia digital.

“Motivasi pembuatan konten negatif biasanya terkait ekonomi, mencari kambing hitam, politik, hingga memecah belah persatuan,” tuturnya. Sayangnya, banyak dari pengguna internet yang mengira bahwa berita hoaks yang diterima itu adalah bukan hoaks.

“Pastikan berita diperoleh dari orang yang dapat dipercaya, kalimatnya meyakinkan, tidak terpengaruh pilihan politik/kubu, dan tidak terbawa ujaran kebencian. Jangan mengakses informasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain,” ujarnya.

Sementara itu, Dr Rahmawati mengatakan, literasi digital sangat penting dipahami oleh seluruh pengguna internet khususnya di Indonesia. Hal ini demi mengurangi dampak negatif dari penggunaan internet.

“Konsep literasi digital adalah kemampuan membangun informasi dari berbagai sumber tepercaya, kemampuan menyajikan informasi termasuk di dalamnya berpikir kritis dalam memahami informasi dengan kewaspadaan terhadap validitas dan kelengkapan,” ucapnya.

Adapun implementasi literasi digital untuk kerukunan bangsa yakni membuat konten positif, kolaborasi program kebudayaan dalam rangka promosi wisata, digital media sebagai wahana dalam merawat kebinekaan dan pengembangan komunitas serta forum diskusi.

“Digital safety”

Sebagai pembicara terakhir, Btari Kinayungan mengatakan bahwa digital safety merupakan konsep penggunaan akses internet secara aman untuk melindungi diri sendiri serta orang lain.

Digital safety sangat penting sebab potensi ancaman digital juga makin beragam dan besar. Hindari meninggalkan jejak yang tidak baik di internet,” kata Btari. Adapun jejak digital pasif, yakni data yang ditinggalkan oleh pengguna tanpa disadari, contoh menggunakan Google Maps, membuka situs web atau laman.

Sementara itu, jejak digital aktif yakni data yang ditinggalkan secara sengaja dibuat atau ditinggalkan oleh pengguna, contoh unggahan foto, video, dokumen-dokumen yang dikirim e-mail.

“Jejak digital bisa dihapus, tetapi alih-alih menghapus jejak digital, tinggalkan jejak yang baik dan positif sebab data dan rekam jejak digital demikian berharga,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Hajaturamsyah menanyakan kiat-kiat untuk menyampaikan pendapat di ruang publik tanpa menyinggung perasaan apa pun bilamana kita ingin memberikan koreksi atau tidak setuju terhadap pernyataan seseorang?

“Kiat-kiatnya, karena kembali ke budaya Indonesia yang ramah dan tahu tata krama, kita harus bertata krama, dengan budaya Indonesia yang beraneka ragam tadi. Ambillah sisi positifnya, kita harus cerdas karena saat ini sudah ada UU ITE dan hate speech, maka jadikan itu pembelajaran agar lebih bisa bertutur kata dengan baik,” jelas Rahma.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.