Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Pentingnya Pemahaman Literasi Digital untuk Anak”. Webinar digelar di Kabupaten Tangerang, Rabu (30/6/2021), diikuti puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Denisa N Salsabila (Kaizen Room), Sigit Widodo (Internet Development Institute), Eka Y Saputra (web developer dan konsultan teknologi informasi), dan Dr Ida Ayu Putu Sri Widnyani Ssos MAP (dosen Universitas Ngurah Rai).

Kemudahan mendapatkan informasi

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Denisa N Salsabila membuka webinar dengan mengatakan, saat ini, masyarakat, khususnya anak-anak, semakin mudah mendapatkan informasi secara online dan real time.

“Teknologi sebenarnya memberi banyak manfaat untuk anak, seperti untuk anak usia 3-6 tahun, mereka akan terlengkapi dengan ruang belajar, yaitu menggambar dan mendesain,” tutur Denisa.

Dari sisi hiburan, penggunaan games, video, atau musik, akan menjadi ruang bagi anak untuk belajar secara lisan mengasah motorik dan pancaindranya. Untuk anak usia 6 tahun ke atas, mereka dapat menggunakan komputer untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah.

Sayangnya, dunia digital tak lepas dari peredaran konten negatif yang semakin marak. Oleh sebab itu, diperlukan adanya etika digital (digital ethics). “Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” paparnya.

Ia menambahkan, tips mendidik anak pada era digital yaitu membatasi waktu penggunaan gadget, jadilah panutan yang baik, jangan pernah menggunakan gadget sebagai alat penenang emosi anak, menjembatani kesenjangan komunikasi, menciptakan zona bebas teknologi di rumah dan orangtua harus bekerja sama dengan guru di sekolah.

Waspada

Sementara itu, Andi Fauziah Astrid mengimbau agar para orangtua waspada jika anak keasyikan main gadget, lebih suka main gim, ngobrol online, dan kegiatan lain yang dikendalikan gadget.

“Anak akan tentan terpapar cyberbullying, persekusi online, hoaks, ujaran kebencian, konten radikal, pornografi, kekerasan daring, penipuan daring, pencurian data, serangan siber, dan lain-lain,” katanya.

Andi menjelaskan, hak digital bagi anak-anak yaitu hak anak untuk berinteraksi dan berpartisipasi dalam ruang digital harus dihormati sepenuhnya. Membuka akses anak pada lanskap digital adalah salah satu wujud dari penegakan hak digital anak-anak.

“Anak-anak generasi masa kini merupakan generasi digital native, yaitu mereka yang sudah mengenal media elektronik dan digital sejak lahir,” ungkapnya. Untuk itu, ajari internet sesuai usia.

Untuk anak usia 2-3 tahun, batasi waktu, media digital dalam bentuk audio, dampingi secara interaktif, pahami bahwa gadget bukan pengganti peran orangtua. Lalu untuk anak usia 4-7 tahun, buatlah kesepakatan serta program/aplikasi kesiapan sekolah dengan mengenal mana yang fakta dan fantasi.

“Anak usia 11+ tahun, tekankan pada produktivitas positif, partisipasi sosial melalui media digital, dan bangun karakter digital. Anak usia 13-18 tahun, perkenalkan keragaman, buat kesepakatan yang dipahami dan dijalani bersama, pantau, dan konsisten,” paparnya.

“Digital immigrant”

Aji Sahdi sebagai salah seorang narasumber mengatakan, digital immigrant merupakan gambaran seseorang yang selama masa kehidupan anak hingga remaja/dewasa terjadi sebelum berkembangnya komputer sehingga membutuhkan penyesuaian diri dengan teknologi digital masa kini.

Hal itu tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua yang kebanyakan masih masuk ke dalam digital immigrant. “Tantangan di dunia digital yaitu kemudahan akses internet, bebas online tanpa aturan, anak tahu lebih banyak daripada orangtua, dan anak inginkan kebebasan,” ujarnya.

Untuk itu, penting sekali menjaga anak agar tetap aman di dunia maya. Masuklah ke dunia online mereka, selayaknya Anda mengenal lingkup gerak mereka. Pastikan juga Anda mengenal “taman bermain” mereka yang lain.

“Buatlah aturan bersama mereka. Buat aturan dengan membicarakannya dulu dengan mereka, termasuk membicarakan mengenai konsekuensi jika mereka melanggar aturan tersebut. Perhatikan lokasi, alih-alih membiarkan anak Anda memakai komputer di kamar pribadi, tempatkanlah komputer di tempat umum. Kenali situs yang aman untuk usianya,” jelas Aji.

Sebagai pembicara terakhir, Muhammad Bima Januri menjelaskan, pengguna internet berdasarkan data APJJI terbaru, anak-anak secara keseluruhan menempati porsi 25,42 persen dari keseluruhan pengguna Internet di Indonesia. Mereka terdiri atas anak-anak berusia 5-12 tahun.

“Oleh karena itu, diperlukan bimbingan anak belajar tentang keamanan online agar menyadari risiko yang bisa saja terjadi dan mampu menggunakan teknologi dengan bijak,” katanya.

Adapun metode agar anak aman dengan gadget, di antaranya mengawasi anak bisa dilakukan dengan cara aktif menggunakan gadget bersama anak. Mengatur waktu interaksi menjadi satu cara untuk menjaga kesehatan mata pada anak. Membatasi situs-situs yang diakses agar anak tetap sesuai dengan kebutuhan dan umur anak.

“Tak ketinggalan, pemantauan yang bisa dilakukan orangtua salah satu satunya dengan melihat atau memeriksa aktivitas online anak-anak,” pungkasnya.

Berpikir kritis

Bima menambahkan, anak juga perlu diajak berpikir kritis sebab konten yang baik tentu benar, tetapi tidak semua konten yang benar pantas disebar. “Konten yang benar belum tentu bermanfaat, saring sebelum sharing.”

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Di antaranya, Satriya Prabowo yang menanyakan cara kita untuk mengajarkan anak agar ketika pegang gadget itu untuk belajar saja, bukan terus-terusan bermain gadget?

“Dengan mengatur waktu kegiatan di ponsel anak, bila akhir pekan disedikitkan waktu bermain ponselnya dan kalau padahari biasa, diperbanyak waktunya karena anak menggunakan handphone untuk kegiatan belajar,” jawab Bima.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.