Salah satu problematika masyarakat Indonesia saat ini adalah kurangnya etika dalam bermedia sosial, sehingga menyebabkan maraknya cyberbullying. Jika hal ini menimpa seseorang maka ia bisa terkena dampak negatif seperti depresi, cemas, merasa terisolasi, dan yang paling buruk dapat membuatnya berpikir bunuh diri.
Harus ada cara menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penerapan etika digital dalam berbagai aspek bersosial media. Kuncinya adalah pendidikan dengan literasi digital ikut dimasukan ke kurikulum dan dimulai sedini mungkin.
Masalahnya digitalisasi datang secara tiba-tiba, sehingga membuat banyak orang belum siap. Pentingnya cakap digital bagi orangtua dalam lingkungan keluarga untuk menciptakan rasa kepercayaan dan terbuka mengenai apa yang dilakukan di ruang digital.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Tips Dampingi Anak Belajar di Era Pandemi”. Webinar yang digelar pada Jumat, 8 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Annisa Choiriya (Kaizen Room), Trisno Sakti Herwanto (IAPA), Rusdiyanta (Dekan FISIP Universitas Budi Luhur), Rita Gani (Mafindo, Fikom Unisba, dan Japelidi), dan Mohwid (Akademisi S3 dan Entrepreneur) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Annisa Choiriya menyampaikan bahwa kehadiran internet saat ini memungkinkan adanya proses pembelajaran jarak jauh, aspek offline berubah menjadi digital. Periode saat ini sangatlah krusial, karena disetujui sejumlah pakar bahwa rentang usia anak 0-18 tahun sebagai masa pertumbuhan baik secara fisik, kognitif, atau moral.
Sebagai orangtua atau orang dewasa yang mengedukasi anaknya mengenai dunia digital, artinya kita harus sudah cakap digital duluan. Jadilah suri tauladan, sahabat, dan teman untuk membuat anak-anak nyaman, sehingga tidak sampai mencari kenyamanan dengan orang asing. Jadilah orangtua atau orang dewasa yang tidak gaptek (TG) dengan adanya kemauan untuk terus belajar atas segala perkembangan teknologi, tahu aplikasi yang tepat dan sesuai dengan umur anak melalui rating usia yang tersemat di setiap aplikasi dan platform media (sosial media rata-rata 13 tahun ke atas).
“Jangan bilang jangan (JBJ) dengan menasihati menggunakan kata positif dan persuasif, awasi tapi jaga privasi (AJP), serta bisa dicontoh (BDC) seperti beraktivitas di ruang digital dengan baik serta mengajarkan pemakaian gawai atau internet tidak mengganggu waktu penting (makan dan ibadah). Orangtua dapat menggunakan aplikasi parenting seperti Google Family Link atau Kaspersky Safe Kids untuk mengawasi aktivitas digital di perangkat digital, lokasi perangkat yang digunakan, dan membatasi penggunaan perangkat atau tiap aplikasi,” jelasnya.
Mohwid selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa melalui ruang digital, kita dapat bersilaturahmi dengan anggota keluarga atau teman yang belum dapat bertemu selama pandemi, dan mendapat wawasan mengenai parenting atau berkaitan dengan pekerjaan. Juga menjadi peluang untuk membuka usaha melalui online.
Hal negatif yang muncul melalui ruang digital, salah satunya menciptakan rasa insecure terhadap hal-hal yang ingin dibagikan, khawatir akan menjadi omongan. Sebagai akademisi dan pengusaha di bidang travel, sekarang ia sedang fokus pada staycation atau menghabiskan quality time bersama orangtua, terutama saat pandemi ini yang membuat kita tidak bisa jalan-jalan jauh.
Bagi anak-anak, mereka dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi sebaik dan seproduktif mungkin. Hal yang ditakutkan jika tanpa adanya pengawasan adalah membuat anak terlena dalam menggunakan teknologi untuk segala hal, termasuk pendidikan. Selain itu, berikanlah semangat dan motivasi kepada anak yang dapat medekatkan kedua pihak. Tentunya dimohon kepada orangtua untuk membiarkan anak mengerjakan tugas mereka sembari memberikan semangat dan motivasi. Jagalah komunikasi dengan pendidik dalam menunjang proses pembelajaran jarak jauh.
Salah satu peserta bernama Tri Setyo Utami menyampaikan pertanyaan, “Bagaimana mengatasi anak yang kecanduan bermain game online?”
Annisa Choiriya menjawab, ini memang menjadi permasalah bagi banyak orangtua. Pastikan jangan membiarkan anak hidup di dunia digital dirinya sendiri saja. Ajak untuk berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya.
“Mungkin, kasih waktu dan tempat yang memperbolehkan mereka untuk mabar, atau ketika tidak boleh menggunakan perangkat terlebih dulu. Hindari penggunaan emosi, dan berkomunikasi untuk menciptakan hubungan pertemanan,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]