Industri kecil dan menengah (IKM) merupakan bagian dari penyumbang utama sektor industri pengolahan di Indonesia karena keunggulannya sebagai subsektor industri padat karya dan telah memasok kebutuhan pasar domestik. Kedua hal tersebut telah berdampak positif terhadap kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Menurut data industri mikro dan kecil, pada 2015 terdapat 3.668.873 unit usaha IKM di wilayah Indonesia serta menyumbang sekitar 34,82 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) industri. Tentu saja hal ini berdampak luas pada perekonomian Indonesia.

Tidak heran jika Pemerintah terus berupaya mengembangkan IKM. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, langkah yang diambil Kementerian Perindustrian untuk mengembangkan IKM pada era industri yang mengandalkan pertukaran data pada teknologi manufaktur, atau disebut Industri 4.0, antara lain dengan mendorong pengusaha menggunakan sarana digital. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian menyasar para pelaku industri, terutama wirausaha muda untuk menekuni dan memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka memperluas pasarnya.

Kembangkan e-Smart

Tindak lanjut Ditjen IKM atas pernyataan Menteri adalah dengan melakukan pembinaan terhadap IKM, baik pembinaan secara konvensional maupun dengan sarana digital. Pembinaan konvensional berupa pelatihan, bantuan alat, fasilitasi permesinan, serta OVOP (one village one product). Hal ini dilakukan agar tidak selesai dengan sektor produksinya saja, tetapi produk dan profilnya dikenalkan ke masyarakat. Keuntungannya, jika ada investor yang ingin mencari partner, hal itu akan lebih gampang dan tentu saja bisa menghindari perantara.

Dengan digitalisasi, yang paling diuntungkan adalah mereka bisa saling tukar informasi dan mengembangkan IKM secara aglomerisasi, yaitu mengembangkan IKM secara bersama-sama. Semua bisa dikerjakan dengan lebih cepat. Kerja sama dengan investor juga bisa diakses dengan cepat. Mencari modal usaha dari bank-bank, penyalur KUR juga bisa dilayani dengan cepat.

Kinerja IKM pun selama ini terbukti baik. Saat krisis ekonomi 1998, IKM tidak terpuruk. Kinerja IKM bahkan lebih bagus dari pada industri yang lain. Kinerja dari pengolahan tembakau, pakaian jadi, kimia, karet, plastik, listrik. Dari 6 pengolahan tersebut, ada 4 yang kinerjanya positif yaitu listrik, kimia dan bahan kimia, pakaian jadi dan kertas. Namun, yang dua, yaitu pengolahan tembakau dan karet dan barang karet, pertumbuhan kinerjanya masih negatif. Pada 2015, pertumbuhannya minus 7 persen, sedangkan tahun 2016 sedikit membaik yaitu pertumbuhannya minus 4 persen.

Salah satu contoh ada di Yogyakarta, yaitu di Jogja Plaza yang merupakan embrio dari e-Smart. Membina IKM di sentra dengan digitalisasi, yang ternyata pertumbuhannya bagus. Pembinanya adalah Dinas Perindag Yogyakarta, antara lain dengan menghadirkan konsultan TI. Jika pada 2011 penjualannya masih Rp 90,3 juta, setelah dibina dengan digitalisasi pada 2016 naik signifikan menjadi Rp 1,8 miliar. Sejak Februari 2016, setiap hari terjadi transaksi di Jogja Plaza dengan omzet rata-rata sebesar Rp 32 juta per bulan.

Program pada IKM Digital

Selain program konvensional yang tetap dijalankan, ada program pembinaan digitalisasi. Semua aplikasi diintegrasikan dengan SIINAS (Sistem Informasi Industri Nasional). Rencana aksi yang akan dilakukan adalah pengumpulan dan pengelolaan data, melakukan MoU dengan para stakeholder, integrasi database dan sinkronisasi data dengan para stakeholder, Kementerian Perindustrian sebagai host/system administrator meng-update data/informasi, dan pembuatan software mobile bagi IKM yang berminat. Data sekunder di-input dan di-update oleh masing-masing direktorat secara periodik, Sesditjen bertindak sebagai sistem administrator di lingkungan IKM.

Selain itu, akan dibangun kawasan industri virtual (tidak nyata) di cloud dengan backbone Palapa, satelit BRI, dan PLN yang nanti akan digabungkan. Selanjutnya diintegrasikan dengan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS). Situs web Kementerian Perindustrian yang ada perlu di revitalisasi untuk skema e-Smart IKM. Kementerian Perindustrian pun akan melakukan MoU dengan operator seluler untuk membantu pengembangan penguatan IKM.

Bali Creative Industry Center

Salah satu strategi pembangunan ekonomi dan industri di Indonesia adalah pengembangan industri kreatif. Kementerian Perindustrian mendorong pertumbuhan industri fashion dan kerajinan dengan menyediakan sarana pendidikan dan pengembangan. Menteri Perindustrian telah menerbitkan Keputusan No 146/M-IND/Kep/3/2014 tentang Pemberdayaan Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Denpasar sebagai Pusat Pengembangan Industri Kreatif, atau disebut Bali Creative Industry Center (BCIC). Keputusan Menteri tersebut memberi amanat kepada Ditjen IKM untuk mengembangkan industri kreatif sektor kerajinan dan fashion agar mempunyai nilai tambah dan berdaya saing.

Memiliki visi menjadi Pusat Pengembangan Industri Kreatif dan Inovasi Unggulan untuk meningkatkan daya saing bangsa sebagai pendorong kesejahteraan masyarakat, BCIC mengadakan beberapa kegiatan di antaranya Creatif Camp, Inkubator Bisnis Kreatif, Design Lab, Indonesian Fastion & Craf Award dan Workshop & Galeri Karya yang kesemuanya bertujuan meningkatkan kapasitas SDM kreatif serta mengembangkan dan melakukan inovasi produk.

Sejauh ini, Pusat Pengembangan Industri Kreatif BCIC menghasilkan beberapa pencapaian, antara lain pelatihan kerajinan/kriya, fashion/aksesori, dan creativepreneurship lingkup nasional 2015 dengan peserta 35 IKM kerajinan/kriya dan 35 IKM fashion/aksesori. Selain itu, ada pula inkubator bisnis kreatif 2015 sebanyak 24 wirausaha kreatif baru. Berikutnya, kompetisi desain kerajinan/kriya dan fashion/aksesori lingkup nasional 2015 dengan peserta 272 orang, di mana pemenang 5 desainer terbaik berkunjung ke Pusat Industri Kreatif di Korea Selatan. Selanjutnya, klinik desain dan pembuatan 80 desain dan 40 mock-up atau purwarupa. Selain itu, workshop dan Gelar Karya Produk Rotan pada Pameran Internasional ICCI 2015 yang diikuti 34 peserta. [AYA]