Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengawali tahun ini dengan menyelenggarakan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kemendikbud, Sawangan, Jawa Barat, pada 25–27 Januari 2017. RNPK tahun ini mengangkat tajuk “Bersama Membangun Pendidikan dan Kebudayaan yang Merata, Berkeadilan, dan Berkualitas.”

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam konferensi pers RNPK 2017 berharap, acara ini bisa merumuskan solusi tentang pelbagai masalah di ranah pendidikan nasional. Salah satunya, pelaksanaan otonomi pendidikan.

“Masih banyak yang harus dibenahi. Oleh karena itu, saya berharap melalui Rembuk Nasional ini, muncul banyak masukan untuk memperkuat sinergi antara pusat dan daerah dalam bidang pendidikan dan kebudayaan,” ujarnya.

RNPK 2017 nantinya akan merumuskan empat tujuan. Pertama, evaluasi capaian pelaksanaan program dan kegiatan 2016. Kedua, sinergi pelaksanaan program dan kegiatan prioritas 2017 dengan fokus utama program Indonesia Pintar, penguatan pendidikan karakter, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan kejuruan, penguatan pengelolaan pendidikan dan kebudayaan antara Kemendikbud dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi dan Kabupaten/Kota (implementasi UU 23/2014).

Ketiga, menyepakati kebijakan operasional 2017 dan merumuskan bahan masukan kebijakan pendidikan dan kebudayaan pada 2018 dengan mempertimbangkan kewenangan dan urusan bidang pendidikan dan kebudayaan sesuai UU 23/2014. Keempat, meningkatkan kerja sama antara Kemendikbud, Dinas Dikbud Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan masyarakat komunitas pendidikan dan kebudayaan.

RNPK 2017 dihadiri 1.807 orang yang terkait dengan pendidikan dan kebudayaan. Mereka yang hadir adalah jajaran pejabat Kemendikbud eselon satu dan dua, kepala Dinas Pendidikan tingkat provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, Lembaga Sensor Film, Unit Pelaksana Teknis (UPT) pendidikan dan kebudayaan.

Hadir juga perwakilan dari Badan Standar Nasional Pendidikan, Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), Badan Akreditasi Nasional, The Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO), dan organisasi masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan, atase Dikbud, hingga komunitas peduli pendidikan.

Dorong perluasan KIP

Presiden Joko Widodo membuka RNPK 2017 ini pada hari kedua dibarengi dengan penyerahan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada 2.844 siswa yatim piatu (909 siswa SD, 992 siswa SMP, 223 siswa SMA, 628 siswa SMK, 2 siswa SLB, dan 90 siswa kejar paket) dari 309 sekolah di Jabodetabek. KIP merupakan bagian dari program prioritas pemerintah untuk memperluas jangkauan layanan pendidikan terutama untuk anak keluarga miskin berusia 6–21 tahun.

Tujuannya, anak-anak bisa mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah (wajib belajar 12 tahun), mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah akibat kesulitan ekonomi. KIP juga diharapkan mampu menarik kembali anak usia sekolah yang putus sekolah untuk bisa kembali mendapatkan pendidikan.

Penyerahan KIP diserahkan secara simbolis kepada lima siswa, yaitu Siti Saiyah dan Fahrul Roji dari SDN Tangerang 19, Ali Ridwan Adeputra dan Junah dari SMPN 1 Tangerang Selatan, Siti Sarifah dan Galeh Prasetyo dari SMA Swasta Islam Asy Syifa, Jujun Gustiawan dan Maulida Fitri dari SMK Swasta Insan Mulia, Maryamul Lutfiyah dan M Aji Wahyudin dari PKBM Miftahul Jannah, dan Muhammad Lutfi dari SLB Negeri Jakarta serta Ervista dari SLB Nusantara.

Tahun ini, sasaran KIP berjumlah 17,9 juta siswa dari keluarga miskin, termasuk peserta didik yatim piatu. Pada 2016, KIP baru diserahkan pada 158.933 anak yatim piatu dari 896.781 yatim piatu. Presiden menjanjikan, tahun ini dipastikan seluruh anak yatim piatu yang belum dapat KIP akan mendapatkan manfaat dana program ini.

“RNPK tahun ini diharapkan mampu melahirkan rumusan yang lebih komprehensif. Misalnya, meningkatkan penguasaan IT. Supaya mereka lebih paham bagaimana cara menggunakan internet dan media sosial dengan tepat. Lalu, harus ada loncatan di pendidikan kejuruan dengan program yang lebih spesifik. Ini harus disiapkan semua kalau tidak, bisa ditinggal oleh persaingan global anak-anak kita,” pungkasnya. [VTO]