Saat ini agama menjadi isu yang sangat sensitif di media sosial, dan pada kenyataannya masih banyak sekali netizen yang intoleran terhadap agama lain. Bahkan mereka mudah menghina umat agama lain dan senang sekali mengurusi dosa orang lain.

Agar mengurangi hal tersebut dan membentuk ekosistem digital yang harmonis dan humanis, kita sebagai pengguna media digital dapat terlebih dahulu memperkuat pengetahuan keagamaan kita. Cara yang tepat adalah dengan belajar dengan guru agama yang kredibel, bukan asal menonton atau membaca konten di ranah online.

Humanis adalah upaya untuk memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang baik, berdasarkan asas perikemanusiaan dan pengabdian terhadap kepentingan sesama umat manusia. Pengetahuan agama yang humanis dapat bermuara pada merajut pemahaman keagamaan secara cerdas, dan tidak menjadikan pemahaman agama untuk saling menjatuhkan.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Literasi Digital Sebagai Sarana Meningkatkan Pengetahuan Agama yang Humanis”. Webinar yang digelar pada Selasa, 7 September 2021, pukul 09:00-11:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Dr. Hartanto, S.I.P., M.A. (Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Respati Yogyakarta), H. Solekhudin, M.Pd. (Kasi Penmad Kabupaten Pandeglang), Ridwan Muzir (Peneliti & Pengasuh tarbiyahislamiyah.id), Andika Renda Pribadi (Kaizen Room), dan Greget Kalla Buana (Islamic Finance Specialist) selaku narasumber.

Manfaat teknologi

Dalam pemaparannya, Ridwan Muzir menyampaikan, “Era digital membuat kita sebagai pengguna media digital dapat belajar menjadi mandiri, eksploratif, inisiatif, dan kreatif. Belajar agama di era digital kini tidak perlu ke pesantren, dan tidak perlu hadir langsung pengajian; dalil dapat dicari di Google, dan meminta fatwa atau pendapat menjadi lebih mudah.”

”Manfaat teknologi digital bagi pengetahuan agama adalah bacaan dan informasi berlimpah, menuntut ilmu agama bisa secara mandiri, forum mudzakarah makin banyak, hemat biaya dan waktu, serta kesempatan untuk silaturahim semakin luas. Sedangkan, adapun mudharatnya seperti tidak adanya otoritas, perbedaan pendapat bisa berujung pertengkaran, terbatas hanya bagi generasi berpendidikan, keinginan menasihati dalam kebaikan kadang terjebak pada kabar bohong, dan semua bisa berpendapat sehingga umat kadang bingung mana yang hendak diikuti. Sebaiknya kita terapkan tiga prinsip saat berkomunikasi dan sharing pengetahuan agama di dunia digital, yaitu kearifan, dialog dan penyampaian oleh orang yang berilmu, dan kebijaksanaan,” ujarnya.

Greget Kalla Buana selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan, kesibukannya adalah bekerja di salah satu bidang keuangan Syariah, di mana ia menghubungkan bagaimana keuangan Syariah bisa membantu kebutuhan masyarakat seperti listrik dan kebutuhan sekolah. Menurutnya literasi digital dapat membantu kita dalam memilah-milah informasi positif yang ada di media sosial. Walau begitu, ia pun tidak memungkiri adanya sisi negatif dari sosial media, tetapi hal negatif ini harus bisa dibuang dan ambil positifnya saja.

Ia bercerita bahwa ia sering mencari konten dengan topik agama di internet dan itu sangat membantu sekali baginya. Tips darinya terkait mencari sumber informasi keagamaan yang tepat yaitu adalah dengan belajar banyak di internet tentang keagamaan, tetapi jangan lupa untuk diamalkan juga di kehidupan sehari-hari. Jadi, etika yang dipelajari harus diterapkan, baik di bidang keagamaan maupun dalam kegiatan sehari-hari.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Febrika menyampaikan pertanyaan, “Isu intoleransi sering muncul di media sosial dan pada akhirnya dikaitkan dengan radikalisme lalu ke konflik agama. Terkait sumber masalah intoleransi yang berujung konflik agama tersebut, apakah ada pihak yang mengambil keuntungan dari hal itu?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Andika Renda Pribadi. “Ketika sebuah isu disebar pastinya mempunyai maksud tertentu, berarti yang pasti akan ada sebagian orang yang ingin mencari keuntungan dari sisi tersebut. Hal yang perlu kita lakukan adalah tidak menyebarluaskan informasi negatif tersebut. Kita juga bisa berargumentasi tetapi harus mempunyai dasar yang kuat dan sesuai dengan prinsip yang ada.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.