Sebagai pengguna media digital, kita harus gunakan ruang-ruang dunia maya, khususnya media sosial, secara sehat dan produktif untuk mengembangkan konten yang saling menghormati perbedaan.
Konsekuensi dari adanya ruang atau media yang tak sehat adalah semakin banyak munculnya ujaran kebencian yang mudah memicu konflik dan kerusuhan, bahkan di dunia nyata. Salah satu contohnya, kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatera Utara, pada 2016 karena dipicu informasi di media sosial yang tidak valid.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Transformasi Kemajuan Bangsa Melalui Literasi Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 22 Juni 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Edy Budiyarso (Managing Director Indoplus Communication), Dr Lina Miftahul Jannah MSi (Dosen Universitas Indonesia dan Pengurus DPP IAPA), Ilham Faris (Kaizen Room), dan Dr Ahmad Ibrahim Badry (Dosen SKG Universitas Indonesia) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Lina Miftahul Jannah mengatakan, generasi Z cenderung malas membaca berita. Berbeda dengan Generasi X yang masih sering membaca berita, dan lebih memilih membaca berita cetak dibanding berita di ranah digital.
“Merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital untuk mengubah pola pikir atau mindset agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital. Hal itu dibutuhkan agar kita sebagai pengguna media digital mampu berperan sebagai warga negara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawab. Hal yang hendaknya dilakuan adalah digitalisasi kebudayaan pemanfaatan TIK, dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Perlu diingat bahwa warga negara punya hak untuk mengakses, berekpresi dan merasa aman di ruang digital,” terang Lina.
Salah satu peserta bernama Figo Agung menyampaikan pertanyaan, “Bagaimana cara saring informasi yang baik dan benar? Lalu bagaimana cara memberi tahu kepada orangtua kita bahwa informasi yang ia sebar itu adalah hoaks tapi tetap tidak menyinggung perasaannya?”.
Pertanyaan tersebut dijawab Edy Budiyarso. “Kita harus menyaring sebelum sharing informasi yang kita dapatkan di media sosial. Baiknya melakukan check and re-check, dan ingat bahwa kita sendiri yang harus melakukan filter. Contohnya dulu sempat beredar berita jasad yang katanya hidup kembali di Banjarmasin. Ini memang ramai dibicarkan tetapi, kan, tidak masuk akal. Ternyata kasus ini terjadi pada 2016, di mana ada seorang warga yang ragu sehingga meminta menggali kembali jasad, tetapi kenyataannya memang benar sudah meninggal.
Bagaimana menyampaikan ke orangtua? Edy menyarankan untuk menyampaikan dengan ramah dan perlahan. Ingatkan bahwa kita harus berhati-hati sekali dalam membagikan informasi di media sosial, karena informasi yang kita bagikan bisa bersifat sensitif untuk orang lain.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]