Beberapa penyebab terjadinya culture shock dalam penggunaan media sosial di Indonesia, di antaranya  sering terjadinya penghinaan terhadap orang lain, debat kusir, pengoreksian typo dengan tujuan merendahkan kemampuan orang lain, terus-menerus mem-posting berbagai isu kontroversial dan membesar-besarkan masalah, serta mengirimkan posting-an dan komentar untuk keuntungan diri sendiri.

Dampak dari media sosial sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental, dan bisa menyebabkan gangguan terhadap kenyamanan, memunculkan perasaan rendah diri, memicu depresi, dan bahkan menyebabkan tindakan ekstrem seperti bunuh diri.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Pengguna Media Sosial yang Bijak, Kreatif dan Inovatif”. Webinar yang digelar pada Jumat, 18 Juni 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Nurly Meilinda SIKom MIKom (Dosen Universitas Sriwijaya dan IAPA), Mochamad Azis Nasution (Pemimpin Redaksi Channel9), Abdul Rohman (Direktur Buku Langgar), dan Dr Putu Eka Trisna Dewi SH MH (Dosen Universitas Ngurah Rai dan IAPA) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Abdul Rohman menyampaikan, media sosial walau mudah digunakan, memiliki berbagai tantangan. Adanya ekosistem digital yang terus menggeret kita untuk menjauh dengan realitas kita sebagai manusia yang terhubung secara nyata dengan lingkungannya, serta hilangnya etika komunikasi yang saling memanusiakan manusia.

Bisa dikatakan, lanjut Abdul, tata krama, tenggang rasa, dan penghormatan pada sesama mulai terkikis di ranah digital, bila tidak dipergunakan secara baik dan benar. Adapun ancaman atas hilangnya data privasi saat kita tidak memahami pentingnya data pribadi kita. Agar kita aman bermedia sosial, kita harus secara materil mampu melindungi dan menjaga data privasi saat menggunakan media sosial.

“Adapun tindakan yang perlu dilakukan secara psikologis, yaitu mampu mengambil jarak antara dunia maya dan nyata. Perlu diingat bahwa media sosial hanya ruang untuk saling mengenal, bukan untuk bertengkar. Menjadikan suasana nyaman saat bermedia sosial mendukungnya sebagai alat untuk lebih mengerti hakikat kemanusiaan kita, dengan segala potensi kreatif dan jaringan yang kita punya,” imbuh Abdul.

Salah satu peserta bernama Nazirah Zikri menyampaikan pertanyaan, “Adakah cara cepat agar kita mengetahui berita atau aplikasi atau info media sosial itu hoaks atau benar? Karena saat ini banyak sekali berita khususnya untuk kalangan mahasiswa yang dapat mengakibatkan gangguan kepada mental mahasiswa itu sendiri.”

Pertanyaan tersebut pun dijawab oleh Nurly Meilinda. “Pada dasarnya cukup mudah mengidentifikasinya. Beberapa ciri yang khas adalah kalau ada yang chat dengan huruf besar semua dan banyak tanda seru. Selain itu, kita juga bisa Google apakah berita yang disampaikan itu hoaks atau tidak, karena dengan memasukkan kata kunci yang tepat akan muncul informasi mengenai berita-beritanya secara jelas.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.