Pendidikan vokasi di Indonesia memasuki babak baru. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang disusul dengan nota kesepahaman antarkementerian terkait, seakan menjadi roket pendorong pendidikan vokasi di negeri ini. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai reformasi pendidikan kejuruan ketiga, setelah reformasi pendidikan kejuruan pertama tahun 1964, dan reformasi kedua tahun 1976.
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 karena melihat bangsa Indonesia menghadapi tantangan global akibat Revolusi Industri 4.0 pada abad XXI. Gelombang besar Revolusi Industri 4.0 membiakkan teknologi disruptif yang luar biasa dahsyat dan membuat turbulensi kehidupan baru, serta persaingan global yang makin berat. Revitalisasi SMK diharapkan dapat mendongkrak kualitas tenaga kerja Indonesia yang sekarang statistiknya masih menggelembung di tingkat bawah dengan tingkat pendidikan mayoritas pendidikan dasar.
Revitalisasi SMK diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap peningkatan mutu SMK dengan dua orientasi baru. Pertama, mengantisipasi datangnya gelombang Revolusi Industri 4.0 dengan segala teknologi disruptif yang menyertainya; dan kedua, orientasi pengembangan keunggulan potensi wilayah sebagai keunggulan nasional untuk menciptakan daya saing bangsa. Pilar pertama memperkokoh jalinan SMK dengan dunia usaha dan industri abad XXI, pilar kedua mendongkrak keunggulan lokal menjadi keunggulan global.
Perkembangan teknologi disruptif akibat Revolusi Industri 4.0 menjadi perhatian utama dalam revitalisasi dan pemutakhiran bidang-bidang keahlian di SMK. Sejalan dengan itu, empat potensi wilayah prioritas pembangunan nasional, yaitu Kemaritiman, Pariwisata, Pertanian, dan Industri Kreatif, menjadi prioritas garapan untuk mendongkrak keunggulan lokal ini menjadi daya saing bangsa di tingkat global.
Pada babak awal revitalisasi SMK, tahun ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) merintis 125 SMK yang memiliki bidang keahlian yang sesuai prioritas pembangunan nasional, yaitu Kemaritiman, Pariwisata, Pertanian, dan Industri Kreatif yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai pilot. Keempat sektor unggulan nasional tersebut diproyeksikan akan memperkuat daya saing bangsa dan sektor ini diprediksi akan menyerap sejumlah besar tenaga kerja. Selain itu, Kemdikbud merintis 94 SMK bidang keahlian lainnya, seperti Teknologi dan Rekayasa; Bisnis dan Manajemen; Teknik Informatika dan Komunikasi; Kesehatan dan Pekerjaan Sosial; serta Energi dan Pertambangan, sebagai rujukan dan pendukung prioritas pembangunan nasional.
Terdapat enam isu strategis yang menjadi prioritas revitalisasi SMK, yakni penyelarasan dan pemutakhiran kurikulum; inovasi pembelajaran; pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan; dan kemitraan sekolah dengan dunia usaha/dunia industri (DU/DI) dan perguruan tinggi; standardisasi sarana dan prasarana utama; serta penataan/pengelolaan kelembagaan.
Penyelarasan dan pemutakhiran kurikulum SMK memprioritaskan kesesuaian perkembangan teknologi dan kesesuaian dengan kebutuhan riil dunia usaha dan industri (DUDI). Pemerintah juga telah mendukung program kerja sama industri dengan melibatkan peran guru kejuruan melalui program keahlian ganda yang didukung dengan program magang industri untuk guru produktif dan guru tamu dari industri. Peningkatan kebekerjaan lulusan SMK akan didorong melalui pemberian sertifikasi kompetensi lulusan melalui Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Satu (LSP-P1). Selain itu, perluasan teaching factory di SMK dirancang agar mendorong inovasi dan produktivitas lulusan SMK.
Revitalisasi SMK ini juga didukung oleh sejumlah perguruan tinggi melalui pendampingan SMK dan pengembangan inovasi. Ada 12 perguruan tinggi di Indonesia yang terlibat sebagai pendamping 125 SMK revitalisasi yaitu Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Negeri Padang (UNP), Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas Negeri Semarang (Unnes), Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Politeknik Negeri Jember, dan Sekolah Tinggi Pariwisata NHI Bandung.
Program pendampingan juga melibatkan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LP3TK), serta industri mitra masing-masing SMK. Dalam melaksanakan program revitalisasi, pendampingan dilakukan pada bidang yang relevan dengan kompetensi masing-masing pendamping.
Dalam implementasi revitalisasi SMK, Kemdikbud tidak bekerja sendirian. Inpres Nomor 9 tahun tahun 2016 juga menugaskan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Perhubungan; Kementerian Badan Usaha Milik Negara; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Kementerian Kesehatan. Sinergi tersebut dilakukan untuk melahirkan generasi milenial Indonesia yang produktif dan berdaya saing global.
Strategi revitalisasi
Revitalisasi ditempuh dengan dua strategi utama. Skenario pertama adalah menyempurnakan dan memantapkan sekolah-sekolah kejuruan dengan model demand-driven, mengubah model supply-driven yang berlangsung selama ini dengan standardisasi mutu. Ciri utama pendidikan dan pelatihan vokasi ini mengedepankan pendekatan job-based learning. Desain sekolah dikembangkan berangkat dari kebutuhan dan pengakuan dunia usaha dan industri. Analisis kebutuhan itu kemudian dirumuskan ke dalam standar-standar kompetensi disertai dengan jenis sertifikasi dan teknik pengujiannya.
Dari standardisasi ini, sekolah mengembangkan kurikulum dan sistem pembelajarannya. Proses standardisasi dan sertifikasi serta penyusunan kurikulum melibatkan pihak-pihak terkait, terutama sinergi sekolah dan industri. Dengan demikian, siswa dididik sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Menilik prospek dunia usaha dan industri sektor formal di Indonesia yang relatif bersifat turbulen, dan persaingan tenaga kerja luar negeri yang makin ketat, skenario pertama ini diharapkan menjadi lorong yang bisa menyalurkan tenaga kerja ke industri dan dunia usaha yang menjadi mitra sekolah dan mengisi pasar tenaga kerja terampil di luar negeri yang relevan.
Skenario kedua adalah mengembangkan sekolah-sekolah kejuruan dan pelatihan-pelatihan kreatif dengan model life-based learning sebagai pendidikan alternatif. Pembelajaran di SMK mengedepankan pendekatan berbasis potensi alam kehidupan nyata. Model ini memungkinkan tumbuhnya sekolah-sekolah kreatif sesuai dengan keunggulan potensi wilayah.
Ciri utamanya adalah sekolah meletakkan visi dasar bahwa peserta didik sebagai sosok pribadi yang utuh. Mereka memiliki potensi dan kekuatan dasar dalam dirinya, yang mampu menolong dirinya ketika mereka merasa berdaya. Tugas pendidikan adalah menolong menumbuhkembangkan potensi diri itu agar mereka menjadi pribadi seutuhnya, yang mampu menolong dirinya sendiri melalui kreativitasnya, tangan-tangan terampil dan inovasinya yang tiada henti.
Dalam proses belajarnya, peserta didik tak lagi sekedar belajar keterampilan atomistik, akan tetapi belajar “konten masa depan” yang lebih holistik melalui proyek-proyek belajar berinovasi yang menjembatani teori dan praktik secara lebih realistik, dengan obyek belajar keunggulan potensi sumber daya alam lokal. Mereka inilah yang digambarkan akan menjadi pelopor negeri yang inovatif dan produktif dan mengungguli persaingan global. [*]
Foto dokumen Kemendikbud.
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 18 Agustus 2017