Masih terekam jelas dalam ingatan, pada 2015 terjadi kebakaran hutan di Riau. Kejadian itu mendapatkan keprihatinan dari dunia. Ditengarai, kebakaran hutan ini terjadi lahan gambut yang terus dirambah untuk perluasan wilayah pertanian masyarakat dan aktivitas penebangan liar. Oleh karena itu, pada 2015, Conference of The Parties ke-21 di Paris mendeklarasikan Kesepakatan Paris (Paris Agreement).
Bersamaan dengan deklarasi Kesepakatan Paris itu, APRIL Group berkomitmen untuk ikut serta menjaga lahan gambut melalui program Restorasi Ekosistem Riau (RER). Perusahaan produsen kertas dan pulp di bawah Royal Golden Eagle (RGE) ini mengumumkan pemberian investasi 100 juta dollar Amerika Serikat (AS) selama 10 tahun untuk kegiatan konservasi dan restorasi kepada RER.
RER akan melakukan kegiatan restorasi dan konservasi di kawasan ekosistem gambut seluas 150 ribu hektar di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang, Riau. Program ini dibentuk setelah APRIL Group mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) selama 60 tahun. Inisiatif ini sekaligus mempertegas komitmen APRIL Group yang tidak hanya ingin berkontribusi bagi negara secara ekonomi, tetapi juga ikut dalam hal penanggulangan masalah lingkungan.
Mengutip dari April Dialog, Semenanjung Kampar dan Pulau Padang memiliki hutan gambut yang terluas di Riau dan salah satu yang terluas di Sumatera. The Nature Conservansy mencatat, luas lahan gambut di Semenanjung Kampar mencapai 344 ribu hektar dan memiliki peranan penting tidak hanya bagi manusia saja, tetapi juga satwa liar di dalamnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan RER bersama dengan Flora & Fauna International, ada 574 spesies flora dan fauna yang hidup di sana, 44 spesies di antaranya masuk ke dalam kategori dilindungi secara global. Semenanjung Kampar sendiri diidentifikasi sebagai kawasan utama konservasi dari berbagai lembaga konservasi internasional.
Birdlife International mengidentifikasi kawasan ini sebagai Kawasan Burung Utama, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan Kawasan Keanekaragaman Hayati Utama, dan Wildlife Conservation Society (WCS) dan WWF menunjuk sebagai Kawasan Konservasi Harimau.
Komitmen penuh
Pentingnya keberadaan hutan lahan gambut ini membuat APRIL Group meluncurkan kebijakan Sustainable Forest Management Policy (SFMP). Salah satu poin yang menarik adalah komitmen 1:1 yang mengharuskan setiap hektar tanaman industri yang ditanam, APRIL Group berkomitmen merestorasi hutan lain dengan luas yang sama.
Direktur of External Affairs RER Nyoman Iswarayoga menjelaskan, komitmen ini menghasilkan bukti nyata selama RER dibentuk sejak 2013, kawasan Semenanjung Kampar dan Pulau Padang tidak pernah terjadi kebakaran dan ilegal logging. Dengan hanya 100 orang personil, 70 di antaranya sebagai Jagawana, tentu saja hal ini menjadi prestasi tersendiri.
Sebelum dikelola oleh RER, kawasan ini cukup sering terjadi pembalakan liar. Para penebang liar itu membuka kanal air baru untuk mengalirkan log kayu hingga ke sungai. Kanal inilah yang membuat lahan gambut terdrainase dan menjadi rentan terbakar. Oleh karena itu, tim RER melakukan canal blocking untuk menaikkan kembali ketinggian muka air guna mengembalikan fungsi hidrologis dan tingkat kelembaban lahan gambut itu.
Total ada 36 kanal dengan panjang mencapai 116 kilometer. RER hingga tahun ini sudah melakukan penutupan 8 kanal dengan panjang 27,9 kilometer dengan 23 tanggul. Pada 2018, RER menargetkan bisa menutup 9 kanal atau panjang 43 kilometer dengan 27 dam.
“Upaya penutupan ini tidak mudah. Kami harus menembus densitas hutan yang masih rapat. Beberapa titik bahkan hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki sambil membawa karung tanggul. Setiap dam itu kira-kira membutuhkan 100–400 karung pasir batu dengan bobot mencapai 25 kilogram. Kami masih terus mencari materi yang lebih ringan, tetapi kuat supaya tanggul itu bisa lebih mudah dibuat,” ujarnya.
Melibatkan masyarakat
Prestasi 0 persen kebakaran dan penebangan liar juga tidak dilepaskan dari langkah perusahaan melibatkan masyarakat. Nyoman menjelaskan, RER melihat perambahan hutan selama ini terjadi karena kebutuhan masyarakat sekitar yang membutuhkan lahan untuk bertani dan berkebun. Selama ini, penghasilan terbesar mereka datang dari bertani padi dan jagung.
RER kemudian menggandeng masyarakat melalui edukasi dan pelatihan, salah satunya dengan mengadakan pelatihan no burning agriculture, pertanian tanpa membakar. Tim RER memperkenalkan tanaman yang bisa ditanam tanpa harus membuka lahan, cocok untuk ditanam di lahan gambut, dan dilakukan secara organik. Cabai merah, terong, dan jahe merupakan sebagian dari tanaman yang kini ditanam oleh masyarakat. Sekarang sudah ada dua desa yang bekerja sama dengan RER.
“Yang penting sekarang, bagaimana masyarakat punya arah yang sama tanpa mengesampingkan kebutuhan sehari-hari mereka. Tidak mungkin, kita menyuruh menjaga, tetapi mereka tidak bisa hidup karena kehilangan mata pencaharian. Oleh karena itu, segitiga sosial-ekonomi-lingkungan harus tetap seimbang,” ujarnya.
APRIL Group juga memberikan insentif kepada masyarakat karena keberhasilannya menjaga lingkungan. Perusahaan memberikan insentif mulai dari fasilitas air bersih hingga pembangunan rumah ibadah. Masyarakat juga memberikan kambing dan diajari untuk memproses kotorannya menjadi pupuk cair untuk menurunkan penggunaan pestisida untuk tanaman.
Nyoman berharap, langkah RER ini bisa menjadi contoh untuk pengelolaan dan restorasi ekosistem yang berkelanjutan bagi restorasi ekosistem lainnya dan perusahaan hutan tanaman industri lainnya. Selain itu, Nyoman melihat, model pengelolaan ini bisa membantu menjaga keberlangsungan bisnis pengelolaan hutan dalam jangka panjang bahkan mendorong produktivitas bagi perusahaan.
“Jadi, jika bicara soal restorasi, tidak melulu soal berapa banyak yang ditanam atau berapa luas lahan yang sudah ditutup kembali. Restorasi yang dijalankan RER bukan sekadar reboisasi atau reforestasi,” pungkasnya. [VTO]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 19 Desember 2017