Direktur Irigasi Pertanian Kementerian Pertanian Tunggul Iman Panudju menilai, optimalisasi pemanfaatan air permukaan menjadi cara terbaik untuk mendongkrak produksi pangan di musim kemarau.
Di banyak sentra produksi pertanian, penggunaan air permukaan sebagai irigasi memang belum populer. Padahal, air irigasi memegang peranan penting dalam mendukung budidaya tanaman, agar pertumbuhan tanaman dapat optimal untuk mencapai produksi yang tinggi.
Memang, secara alami kebutuhan air dapat dipenuhi dari air hujan dan sistem irigasi. Sayangnya, kondisi iklim saat ini banyak mengalami perubahan sehingga ketersediaan air dirasakan terus mengalami penurunan.
“Oleh karena itu, alternatif penyediaan air irigasi melalui pengembangan irigasi perpompaan atau perpipaan dengan memanfaatkan sumber air permukaan kini mulai dikembangkan secara lebih serius,” ujar Tunggul Iman Panudju.
Tunggul Iman Panudju mengatakan, saat ini semakin diperlukannya irigasi yang memanfaatkan air permukaan secara optimal. Misalnya irigasi perpipaan dengan sistem gravitasi yang pendistribusiannya menggunakan pipa. Selain itu juga bisa melalui irigasi perpompaan dengan menggunakan pompa air yang pendistribusiannya melalui saluran terbuka dan tertutup.
“Kedua sistem irigasi tersebut dapat dikombinasikan penggunaannya,” katanya.
Menurut dia, penyediaan air sebagai suplesi air irigasi untuk pertanian khususnya di areal di luar sistem irigasi teknis, dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber air yang bersal dari sungai, mata air, danau, embung, dan sumber air lainnya.
“Pada 2016 dikembangkan kegiatan irigasi perpipaan/perpompaan sebanyak 1.543 unit yang tersebar di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Upaya tersebut banyak dilakukan pada lahan-lahan kering atau tadah hujan yang masih memiliki IP 100 agar dapat dinaikkan menjadi 200, dengan syarat dekat dengan sumber air di sekitarnya.
“Pemanfaatan air permukaan tersebut semata-mata dalam rangka mendukung peningkatan produksi pangan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani,” katanya.
Proyek percontohan
Sejumlah daerah telah menerapkan optimalisasi air permukaan untuk irigasi dalam budidaya tanaman pangan. Beberapa contoh daerah yang sudah mengembangkan irigasi perpipaan/perpompaan antara lain Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.
Kegiatan Irigasi perpipaan yang dilaksanakan pada lahan rawa lebak, dengan memanfaatkan sumber air dari anakan sungai Musi, dipompa dengan 5 unit pompa ditampung dalam tower selanjutnya didistribusikan dengan pipa 8 inci dan diujung pipa dipakaikan keran.
Potensi luas sawah di desa tersebut seluruhnya 5.000 hektar, yang sudah dibangun dengan irigasi perpipaan/perpompaan seluas 1.867 hektar. Lahan tersebut awalnya baru bisa ditanami 1 tahun sekali, sekarang dengan berfungsinya irigasi perpipaan/perpompaan dapat ditanami padi 2 kali setahun artinya dapat meningkatkan IP 1 (100 persen).
Irigasi perpipaan juga dilakukan oleh Kelompok Tani Sirannuang di Desa Beru-beru, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Air irigasi tersebut dimanfaatkan untuk budidaya padi dengan memanfaatkan sumber air dari Sungai Beru-Beru untuk mengairi sawah seluas 30 hektar. Dengan adanya kegiatan ini kebutuhan air irigasi terbukti dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau.
Kegiatan irigasi perpipaan/perpompaan ini juga dilaksanakan oleh Gapoktan Binuang Tani Utama, Desa Binuang, Kecamatan Bangkinang Sebrang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau secara padat karya, dengan bantuan pemerintah kepada masyarakat senilai Rp 80 juta/unit. Sumber air yang dimanfaatkan berasal dari sungai untuk memenuhi ketersediaan air terutama di musim kemarau seluas 30 hektar. Sawah pada lokasi ini sudah dapat ditanami padi dua kali setahun.
Di daerah lain, kegiatan irigasi perpipaan/perpompaan ini dilaksanakan oleh kelompok tani Lailanji, Kecamatan Wulla Waijelu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan bantuan pemerintah kepada masyarakat senilai Rp 80 juta/unit yang dilaksanakan secara padat karya. Sumber air yang dimanfaatkan berasal dari sungai untuk memenuhi ketersediaan air terutama di musim kemarau untuk tanaman padi seluas 20 hektar.
Sementara wilayah lain yang juga melakukan hal itu yakni Kelompok Tani Bina Rawa, DesaJaro, Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan.
Luas lahan yang diairi seluas 54 hektar dengan sumber air Sungai Liuk. Lahan ini semula baru ditanm padi 1 kali setahun (IP 100), setelah dibangun irigasi perpompaan/perpipaan sudah dapat menanam 2 kali setahun (IP 200). [*]