Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 12 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Muhammad Mustafied (Sekertaris Nur Iman Foundation Mlangi Yogyakarta), Rusdiyanta (Dekan FISIP Universitas Budi Luhur), Mustaghfiroh Rahayu (Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada), dan Diana Balienda (Founder DND Culinary).
Muhammad Mustafied membuka webinar dengan mengatakan, Pancasila bisa dijadikan sebagai landasan aktivitas berdigital. “Bisa dilakukan dengan produksi konten berlandaskan nilai-nilai Pancasila, merancang dan menciptakan konten dengan mengoptimalkan seluruh sumber daya di ruang digital. Hindari sikap sok tahu, menggurui, dan dominan, sesuaikan antara sasaran dengan cara penyampaian serta medium yang digunakan.”
Rusdiyanta menambahkan, masyarakat pancasilais adalah masyarakat yang mempelajari, menghayati, dan mengamalkan Pancasila di kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, bernegara, berbangsa, dan berbudaya.
Masyarakat digital pancasilais adalah hubungan antarmanusia melalui teknologi jaringan internet dan media atau platform tertentu berdasarkan sila-sila Pancasila. Masyarakat Pancasila adalah masyarakat pembelajar, masyarakat yang terus belajar untuk maju.
“Makan diperlukan etika digital, yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Menurutnya, netiket sangatlah penting karena etika sebagai sistem peringatan dini atau rambu-rambu berinternet sehingga kehidupan tetap harmonis. Netiket sebagai pedoman norma dan nilai pengguna internet sehingga keputusannya benar dan tepat.
Mustaghfiroh Rahayu turut menjelaskan ada lima pandangan kebangsaan penting, yakni membangun semangat kebhinekaan, pengakuan atas perbedaan, perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas, penghargaan atas HAM.
“Lalu kesadaran bahwa hanya dengan memegang nilai luhur Pancasila, bangsa Indonesia akan selamat,” ucanya. Budaya digital merupakan kemampuan untuk membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, serta membangun wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Dampak rendahnya pemahaman budaya bermedia digital yakni tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, atau provokasi yang mengarah pada segregasi sosial (perpecahan /polarisasi) di ruang digital.
Selain itu, tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital, tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi, dan misinformasi.
Sebagai pembicara terakhir, Diana Balienda mengatakan, karakteristik digital society antara lain cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur, dikarenakan tersedianya beberapa opsi.
Senang mengekspresikan diri, khususnya melalui platform media sosial. Terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi melainkan dengan mencari, masyarakat digital lebih senang untuk mencari sendiri konten yang diinginkan.
Mereka juga tidak ragu untuk men-download dan upload, merasa tidak eksis bila tidak meng-upload. Berinteraksi di media sosial, berbagi dan melakukan aktivitas kesenangan bersama.
Dalam sesi KOL, Puy Nurul mengatakan, digital ini sangat membantu kita di tengah pandemi, dari sisi belanja bisa beli dari online langsung diantar ke rumah. “Tapi selain itu juga ada dampak negatifnya yaitu adanya cyberbullying ataupun jahatnya jari netizen di media sosial dan tingkat kesopanan buruk, maka penting untuk kita menjadi lebih baik di social media.”
Salah satu peserta bernama Jodi Irawan menanyakan, bagaimana membuat masyarakat kita selalu menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam bermedia digital agar menjadi pelopor masyarakat pancasilais?
“Karena literasi digital adalah suatu keniscayaan dengan digital ini, masyarakat harus memanfaatkan semua media untuk public campaign serta kegiatan ormas keagamaan, karena ini sangatlah basic, dan pemerintah harus mengajak sekolah untuk tetap berliterasi digital sehingga orang bisa membuat sebuah video yang lebih layak,” jawab Mustafe.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]