Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Milenial Melek Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat (2/7/2021) di Kabupaten Tangerang itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Bevaola Kusumasari MSi (dosen/pengajar Fisipol UGM, Mochamad Aziz Nasution (Pemimpin Redaksi Channel9.id), Andrea Abdul Rahman Azzqy SKom MSi MSi(Han) (dosen Universitas Budi Luhur), dan Mathori Brilyan (art enthusiast).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dr Bevaola membuka webinar dengan mengatakan, generasi milenial adalah generasi pertama yang dibesarkan dengan internet dan media sosial.

Biasanya, mereka lebih narsis dan sering mengalami kecemasan yang mengganggu pekerjaan dan depresi. Berbeda dengan generasi Z, mereka cenderung lebih optimistis karena merupakan penduduk asli digital.

“Sementara itu, generasi alfa berasal dari keluarga dengan sedikit anak. Tinggal di perkotaan. Menjadi sumber penghasilan bagi orangtuanya berkat kemajuan media sosial,” jelas Bevaola.

Saat ini, dunia tengah memasuki era revolusi industri 4.0 dan automatisasi. Segalanya dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya. Oleh karena itu, harus pandai dan jeli memanfaatkan teknologi digital untuk menangkap peluang usaha baru.

Menurut Bevaola, penerapan konten kreatif lokal dengan jeli pada era digital dapat menjadi sumber inspirasi. Para pelaku industri maupun generasi muda perlu memperluas wawasan dan mengasah keterampilan sehingga dapat menghasilkan konten yang bagus, menarik, dan memiliki nilai jual.

“Persaingan di bidang ide-ide kreatif dan penguasaan teknologi digital menjadi salah satu kunci sukses. Manusia itu pada hakikatnya belajar. Belajar untuk mengubah tingkah laku membutuhkan asupan informasi sehingga orang dapat berpikir dan menentukan sikap,” paparnya.

Sementara itu, Mochamad Aziz Nasution mengatakan, pada Sensus Penduduk Tahun 2020, jumlah generasi Z (lahir 1997-2012) 74,93 juta jiwa= 27,94 persen, generasi Y (lahir 1981-1996) 69,38 juta jiwa= 25,87 persen, generasi X (lahir 1965-1980) 58,65 juta jiwa= 21,88 persen, dan generasi baby boomer (lahir 1946-1980) 31,01 juta jiwa= 11,56 persen.

“Generasi milenial adalah generasi Y (1981-1996). Istilah milenial dikenalkan oleh pakar sejarah William Strauss dan Neil Howe dari Amerika Serikat. Lahir bersamaan dengan perkembangan teknologi digital,” tutur Aziz.

Generasi milenial menjadi bagian dari perubahan perilaku akibat perkembangan teknologi. Sebuah studi mengatakan, generasi milenial memiliki sikap terbuka, punya kepercayaan diri yang tinggi, dan mudah mengungkapkan ekspresi.

“Memahami dan menguasai teknologi digital serta mengeksplorasinya untuk menemukan hal-hal baru, guna mempermudah kehidupan manusia. Bekerja lebih cepat dan cerdas dengan dukungan teknologi,” ujarnya.

Andrea Abdul Rahman mengatakan, content creator, selebgram, gamers, creative buzzer, Youtube influencer, dan seterusnya merupakan contoh-contoh pekerjaan “khas” generasi milenial dan generasi Z.

Pekerjaan tersebut memiliki dampak kemunculan identitas alternatif (alter ego) karena mudahnya menjadi tokoh rekaan di ruang siber. Andrea menyebut, media sosial sangat berguna, tetapi dapat menjadi neraka dunia.

“Berselancar ke dunia maya untuk mencari informasi hingga hiburan, sangat memengaruhi fisik dan psikis. Kecenderungan antisosial, bahkan dapat menyalahgunakan adanya informasi dari internet.

Sebagai pembicara terakhir, Mathori Brilyan menyebut bahwa pokok penting membangun mental digital millenial yaitu membuka mata dan hati. Ruang digital dianggap sebagai jendela pengetahuan, sumber dari ilmu, informasi, hingga jalinan komunikasi.

“Serta sebagai ruang refleksi ketika internet menjadi proses internalisasi diri. Membangun sebuah aksi mesti diimbangi dengan literasi. Rajin bergiat pada literasi digital untuk menjadi manfaat, mesti rajin untuk bergiat,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Imogen Pashia memberi testimoni, memiliki perangkat berarti harus mengerti digital atau melek digital.

Kondisi ini aman untuk teman-teman yang tinggal di perkotaan yang terjangkau dengan teknologi. Lalu, bagaimana nasib teman-teman yang ada di perdesaan. Bagaimana atau lewat mana mereka bisa belajar mengenai teknologi yang terus berkembang ini?

Menjawab hal tersebut, Mathori Briyan mengatakan bahwa justru di ruang perdesaan pada satu sisi akan lebih aman karena masih mempunyai jaring pengaman identitas dan sosial. Masih memiliki pengawasan dari orangtua serta masyarakat.

“Pengambangan teknologi ini tentu akan terus berjalan, membangun inovasi-inovasinya. Tidak perlu khawatir jika berada di perdesaan. Wilayah di Indonesia jusru akan lebih berimbang, menjaga edaran data digital dengan konten postif, serta menjaga kelestarian alam raya, Tanah Air Indonesia,” tambahnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.