Suasana ballroom sebuah hotel di Jakarta pada Minggu (22/12/2019) siang itu tampak semarak. Para perempuan berwajah semringah dengan beragam busana daerah tampak berseliweran dan melakukan swafoto. Mereka menghadiri peringatan Hari Ibu bertajuk “Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju” yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Perhelatan Hari Ibu tersebut dihadiri sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju antara lain Menteri Koor­dinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Hadir pula Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP yang juga Wakil Presiden RI 1993–1998 Jenderal TNI Pur Try Sutrisno, Anggota Dewan Pengarah BPIP Andreas Anangguru Yewangoe, Anggota Dewan Pengarah BPIP Rikard Bagun, serta ratusan perempuan hebat dari berbagai kalangan, mulai dari dunia birokrasi, politik, bisnis, para eksekutif perusahaan, aktivis di berbagai bidang, hingga pegiat sosial.

FOTO-FOTO: IKLAN KOMPAS/E SIAGIAN.

Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan BPIP Baby Siti Salamah dalam sambutan pembuka menyatakan, Indonesia sangat beruntung karena mempunyai banyak perempuan-perem­puan hebat, seperti yang hadir pada acara tersebut. Ia juga mengingatkan, Indonesia pernah memiliki presiden kelima yang seorang perempuan, yang juga pernah menjadi wakil presiden, dan saat ini ketua DPR juga dijabat oleh seorang perempuan. “Kita percaya, peran perempuan sangat vital, sangat penting, sangat dibutuhkan dalam kemajuan sebuah bangsa,” ujarnya.

Peran strategis

Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dalam sambutannya menegaskan, perempuan memiliki peran strategis untuk membangun Indonesia. Peran yang dimiliki perempuan saat ini, katanya, setara dengan yang dimiliki kaum laki-laki sebab saat ini persamaan hak bukan lagi persoalan.

“Laki-laki dan perempuan seharusnya bekerja sama,” ungkapnya. Ia mengaku perkataannya ini terinspirasi dari orangtuanya yang tidak membedakan perlakuan antara anak-anak laki dan perempuan di keluarganya.

Presiden Kelima Republik Indonesia ini mengibaratkan, pembagian peran antara laki-laki dan perempuan ini ibarat sayap seorang burung yang harus mengepakkan sayapnya agar bisa terbang di angkasa.

Oleh karena itu, lanjutnya, peringatan Hari Ibu mesti menjadi momentum bersejarah untuk merayakan gerakan politik perempuan di negeri ini. Sebab, dia menegaskan, sejak Republik Indonesia berdiri, laki-laki dan perempuan memiliki kontribusi yang sama untuk memerdekakan dan membangun negeri.

“Apalagi Presiden Indonesia telah mengatakan bahwa kita harus melompat maju. Tapi, bagaimana bisa maju kalau perempuan masih menjadi bagian dari konco wingking dari laki-laki,” tegasnya.

Pernyataannya tersebut, ujar Megawati, merupakan dorongan kepada kaum perempuan untuk mengimplementasikan hal-hal yang sudah diberikan oleh negara kepada setiap warga negaranya: berkontribusi kepada negara dengan peran yang setara.

Lebih maju

Setelah pidato Megawati, acara dilanjutkan dengan diskusi dan dialog interaktif menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, profesional Dumasi Samosir, serta staf Khusus Presiden dan Juru Bicara Presiden Bidang Sosial Angkie Yudistia. Acara juga diisi monolog oleh Butet Kertaradjasa dan penampilan Endah Laras yang menyuarakan pesan-pesan tentang kesetaraan.

Angkie Yudistia mengatakan, peran perempuan pada era sekarang jauh lebih maju ketimbang dahulu. Saat ini, kata dia, dapat mengembangkan dirinya dan memberikan sumbangan positif melalui inisiatif-inisiatif bermutu yang selaras dengan bakat dan hobinya.

“Saat ini, banyak perempuan milenial yang memiliki visi yang bagus dan inisiatif yang keren. Ini jauh berbeda dengan pada masa lalu,” ujarnya.

Dalam kondisi tersebut, lulusan Fakultas Public Relations dari London School Jakarta ini menambahkan, kaum perempuan bisa menggapai mimpinya untuk menciptakan berbagai peluang yang sesuai dengan minat dan passion-nya.

Sebagai penyandang disabilitas, Angkie mengarapkan kaum perempuan dapat tampil percaya diri dan berani menciptakan kesempatan dengan menembus batas-batas di masyarakat yang berpotensi menghambat gerak maju mereka. Dengan tekad itu, kata Angkie, impian kaum perempuan untuk maju dapat menjadi kenyataan.

Pada kesempatan itu juga ditampilkan testimoni dari sejumlah perempuan hebat tentang peran perempuan dalam menyebarkan nilai-nilai Pancasila. Kesetaraan ini selaras dengan sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila ini mengakui persamaan derajat, kesetaraan hak dan kewajiban asasi setiap manusia. Pesan kesetaraan ini penting untuk disampaikan kembali saat ini ketika kesadaran perempuan—dengan dukungan pemerintah dan masyarakat luas—untuk berperan dalam proses pembangunan dan ruang publik semakin besar. [*]

Megawati: Perempuan Jangan Takut Terjun ke Politik

Konstitusi Indonesia tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam konstitusi kedudukan perempuan sama dan sederajat. Oleh karena itu, sekarang saatnya kaum perempuan untuk menyamakan perannya dengan kaum laki-laki.

Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan hal itu saat memberikan keynote speech dalam peringatan Hari Ibu yang diselenggarakan BPIP di Jakarta, Minggu (22/12/2019).

“Para perempuan jangan takut masuk ke dunia politik,” kata Megawati di hadapan perempuan pengusaha sukses dan perempuan-perempuan hebat lainnya.

Megawati mencontohkan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang beberapa kali menduduki jabatan politik. Tak hanya itu, saat ini Ketua DPR juga dipimpin perempuan setelah 22 kali dipimpin oleh kaum laki-laki. Selain itu, kata dia, dirinya juga pernah menduduki jabatan Presiden Kelima dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Semua capaian itu, sebut Megawati, bukan untuk pamer, melainkan agar bisa menjadi inspirasi bagi kaum perempuan lainnya. “Semua capaian itu kita lakukan dengan perjuangan,” ujarnya.

Megawati bercerita, sebenarnya peran dalam perjuangan bangsa ini sudah dilakukan oleh para pendahulu. Ada RA Kartini, Tjut Nyak Dien, Dewi Sartika. Jangan lupa juga, kata dia, Indonesia juga punya Fatmawati. “Dia seorang perempuan pemberani yang mau membuat bendera kita yang saat itu masih dijajah,” katanya.

Kata Megawati, beberapa pihak yang berpikir bahwa Fatmawati hanyalah penjahit bendera Sang Saka Merah Putih, tetapi menjadi pahlawan. Padahal, kata dia, kala itu sangatlah susah mencari kain merah untuk menjahit bendera pusaka “Waktu itu, mencari kain putih sangat mudah, tapi merah sangat sulit,” ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui masih banyak hambatan bagi perempuan untuk bisa berkiprah di panggung nasional dan internasional. Di antaranya, konstruksi sosial dan kultural yang menempatkan perempuan tidak boleh lebih maju dari laki-laki. “Perempuan dianggap konco wingking,” katanya.

Padahal, kata dia, semua peran itu bisa dilakukan jika antar-pasangan saling komunikasi dan berbagi peran.

Yenni Wahid, putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid sependapat dengan Sri Mulyani. Kata dia, komunikasi dengan pasangan itu sangat penting agar tidak terjadi keributan di belakang hari. Ia mencontoh­kan, misalnya suami merelakan istrinya kerja, sementara ia mau mengambil peran urusan rumah tangga. “Itu tidak menjadi masalah asal keduanya sudah komunikasi dan bersepakat,” ujarnya. [*]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 24 Desember 2019.