Setiap orang yang bermain di dunia internet pasti pernah mendapatkan cyberbullying, entah sebagai pelakunya maupun menjadi korban cyberbullying itu sendiri, dengan impact yang pastinya berbeda-beda. Apalagi saat ini, mengingat internet di Indonesia sudah sangat maju dengan pesat, terbukti dari sekarang internet sudah sangat mudah diakses dan karena harga internet juga relatif murah untuk biayanya.

Cyberbullying sudah sering terjadi di sekitar kita Contohnya, seperti saat kita bermain gim on-line. Jika seorang pemain tidak pandai dalam bermain atau selalu kalah akan mendapatkan ledekan dari lawannya tersebut, seperti diejek dalam kolom chat gim tersebut. Cyberbullying itu terjadi ketika orang yang dituju (korban) merasakan kata-kata dari pelakunya membuatnya tidak nyaman, sakit hati, dan merasa dipermalukan.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Say No to Cyberbullying!” Webinar yang digelar pada Rabu (8/9/2021) pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Samuel Berrit Olam (Founder & CEO PT Malline Teknologi Internasional), Rhesa Radyan P. (Kaizen Room), Daru Wibowo (Marketing Consultant), Dr. Putu Eka Trisna Dewi, S.H., M.H. (Dosen Universitas Ngurah Rai & IAPA), dan Sherrin Tharia (Musisi) selaku narasumber.

Waspada “cyberbullying”

Dalam pemaparannya, Rhesa Radyan P. menyampaikan, “Di era digital ini, kita harus selalu waspada terhadap konten negatif, hoaks, ujaran kebencian (hate speech), dan cyberbullying, maka jangan sampai apa yang kita posting serta ketik menjadi konten yang negatif tersebut.”

Apa saja yang termasuk kategori cyberbullying itu? Ada intimidasi, pencemaran nama baik, mengganggu dan menyerang, menghina, tidak sopan, kekerasan dan kejahatan, serta ancaman dan menyakiti. Bentuk-bentuknya yang masih sering ditemukan di ranah on-line adalah berupa menyebar kebohongan tentang identitas seseorang, mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan via chat, menuliskan kata-kata menyakitkan di kolom komentar, posting foto/video yang memalukan atau menyakitkan seseorang, meniru atau mengatasnamakan seseorang, serta mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka.

“Maka dari itu, kita harus mempunyai netiket, etika dalam berinternet, agar tidak menjadi seseorang yang mudah terpancing konten negatif; salah satunya adalah menjadi pelaku cyberbullying, atau malah menjadi korban dari cyberbullying tersebut,” ujar Rhesa.

Tindakan hukum

Sherrin Tharia selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, ia juga pernah mengalami cyberbullying, namun selalu berupaya untuk menanggapinya secara cuek saja. Menurutnya, selama kita tahu diri kita sendiri seperti apa dan kita juga tahu kalau itu termasuk risiko yang harus dihadapi, tetap jalani saja; yang penting setelah itu kita pikirkan apa yang akan kita perbuat di saat ini dan yang akan datang.

Hal yang lalu biarkan saja berlalu, jangan terlalu berlama-lama merasa sedih karena mengalami cyberbullying tapi tetap diresapi, introspeksi diri, dan mulai berkarya lagi ke depannya yang membuat kita lebih baik lagi dan tidak berpikiran ke arah sana terus. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa jika memang perundungan tersebut sudah terlalu dalam dan jauh yang menyakiti hati seseorang, butuh dan harus bertindak secara hukum.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Umi Masitoh menyampaikan pertanyaan, “Di media sosial banyak sekali berita hoaks, konten negatif, provokasi, pelecehan, SARA bahkan cyberbullying yang sangat mengkhawatirkan dan memengaruhi etika generasi muda dalam hal berkomentar dan menyebarkan berita. Lalu, bagaimana agar generasi muda mempunyai etika sopan santun di media sosial dan bisa saring sebelum sharing saat melihat berita, sehingga tidak termakan konten negatif tersebut?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Rhesa Radyan P. “Sebagai generasi muda untuk menjadi sadar ketika di dunia maya kita bisa samakan seperti pada saat kita di dunia nyata, misalnya bertemu orang yang lebih tua kita bisa menghargai, sopan santun, dan hormat. Begitu pun saat bertemu dengan orang yang baru kita kenal. Pastinya juga harus dapat saling menjaga perasaan orang lain, tidak lupa juga untuk selalu beradaptasi.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.