Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Cerdas dan Bijak Berinternet: Pilah Pilih Sebelum Sebar”. Webinar yang digelar pada Selasa, 7 September 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Panji Gentura – Project PT WestmooreTech Indonesia, Maksis Sakhabi, S.Sos.I., M.AP – Ketua ICMI Kabupaten Tangerang, Alfan Gunawan – Prakitisi Komunikasi/Senior Consultant Opal Communication, dan Mikhail Gorbachev Dom – Peneliti di Institut Humor Indonesia Kini.
Jejak digital
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Panji Gentura membuka webinar dengan mengatakan, jejak digital adalah apa yang kita upload atau posting di media sosial.
“Harus dipahami, bahwa banyak sekali jenis jejak digital, dan ini sangat penting karena dapat dilihat bagaimana kita beretika saat berselancar di internet, dan hal tersebut menyangkut etika dan ketika melakukan aktivitas di internet,” tuturnya.
Menurutnya, kita harus sadar ketika kita mengupload gambar ataupun memposting status, maka itu juga termasuk ke dalam komoditas dan itu adalah jejak digital. “Kita harus tahu bahwa jejak digital betul-betul sudah menjadi obyek yang dimonitor oleh institusi-institusi yang berada di seluruh dunia,” ungkapnya.
Alfan Gunawan menambahkan, perubahan teknologi komunikasi seiring berjalannya zaman, turut mengubah medium pengantar informasi dan interaksi antar sesama. Contoh perubahan yang terjadi adalah berubahnya koran news menjadi e-news digital.
Internet/media sosial mengubah pola munculnya isu, sehingga diperlukan kecermatan dan usaha lebih dalam menentukan suatu informasi valid/fakta atau hoaks. Harus dipahami bahwa sekali informasi tersebar, jika salah kita tidak akan dapat mengembalikan kondisi benar-benar normal seperti sebelumnya.
“Semua yang kita posting harus dianggap tidak akan dapat dihapus. Jejak Digital itu Kejam. Maka jangan menyebarkan berita/info tanpa mengecek kebenarannya. Jangan terpengaruh dan hati-hati dengan judul yang provokatif. Periksa fakta dan asal sumber berita dan informasi,” tuturnya.
Budaya digital
Maksis Sakhabi turut menjelaskan, budaya adalah ras, gagasan, tindakan dan karya yang merupakan hasil dari manusia dalam kehidupannya bermasyarakat. Budaya akan menjadi sebuah kebiasaan dalam masyarakat. Contohnya, manusia saat ini suka dengan membuat konten-konten digital di media sosial.
“Digitalisasi juga merupakan bentuk ciri modernisasi. Hal ini sebagai tanda perubahan bentuk kebiasaan lama ke kebiasaan baru dalam menggunakan perangkat teknologi. Budaya digital memiliki peran penting dalam nilai-nilai kebangsaan kita,” jelasnya.
Salah satunya adalah keanekaragaman suku, budaya, adat istiadat, agama dan sebagainya. Cara berbudaya menggunakan ruang digital, yaitu didasari ilmu pengetahuan, toleransi budaya, suku, agama, dan ras. Saling mendukung konten positif, edukatif, informatif dan bertanggung jawab atas konten digital.
Sebagai pembicara terakhir, Mikhail Gorbachev Dom mengatakan, survei we are social menyebutkan bahwa 150 juta penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial (medsos), dari beragam medsos. “Youtube menjadi platform yang terbanyak diakses yaitu 88 persen dari total penggunaan pada 2019,” katanya.
Dalam sesi KOL, Mujab MS menjelaskan, keberadaan internet dan media sosial memiliki dampak positif membuat hidup kita lebih mudah, dan mudah juga dalam beraktivitas. “Yang harus kita lakukan adalah kita jangan membuat ekosistem yang negatif di media sosial seperti mis informasi, hoaks atau hate speech.
Menurutnya, sebagai pengguna internet, kita semua perlu berpikir positif saat menerima berita, kita harus menanamkan selalu berpikir kritis, dan jangan menelan mentah-mentah informasi yang didapatkan, berpikir kritis ini dibantu dengan mengecek sumber-sumber yang kredibel.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Burhansyah menanyakan, bagaimana cara membedakan antara provokasi, hoaks, opini, maupun deskripsi agar tidak terkena UU ITE?
“Kita harus kritis dan tidak boleh skeptis dengan apa yang disajikan. Jika kita ingin kritis maka kita jangan sampai mengutip fakta yang salah, kita melakukan kritik supaya kita bisa didengar, jika ingin mengkritik sampaikan saja fakta, dan bedakan hoaks dengan fakta lebih teliti lagi,” jawab Mikhail.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.