Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Bijak Bermedia Sosial: Jangan Asal Sebar di Internet”. Webinar yang digelar pada Selasa, 7 September 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Yolanda Presiana Des, S.I.P., M.A – Dosen Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta, Aina Masrurin – Ceritasantri.id, Muhammad Achadi – CEO Jaring Pasar Nusantara dan Bondan Wicaksono – Akademis dan Penggiat Masyarakat Digital.

Waspada konten negatif

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Yolanda Presiana membuka webinar dengan mengatakan, rata-rata masyarakat Indonesia mengakses internet 8 jam 32 menit/hari, media sosial 3 jam 14 menit/hari.

“Angka tersebut lebih lama dari durasi rata-rata masyarakat global, sehingga kita dibanjiri informasi setiap saat ibarat tsunami informasi,” tuturnya. Dampak positif sosial media yakni menyediakan media hiburan, akses informasi mudah dan menjalin silaturahmi.

Namun kita juga perlu waspada terhadap konten negatif seperti hoaks. Ciri-cirinya yakni kalimat dimulai dengan judul yang heboh, berlebih-lebihan, provokatif dan diakhiri dengan tanda seru. Isi tidak masuk akal, dukungan buktinya palsu atau tidak dapat dilacak, tidak muncul di media berita arus utama.

Aina Masrurin menambahkan, masyarakat mudah percaya berita palsu karena kurang literasi, terus disebar, bias informasi, resistensi pada kebenaran.

“Ada empat ciri hoaks menurut Kominfo, yakni sumber informasi atau medianya tidak jelas identitasnya, pesan tidak mengandung unsur 5W+1H lengkap, pihak yang menyebarkan informasi meminta info tersebut disebarluaskan semasif mungkin, hoaks diproduksi untuk menyasar kalangan tertentu,” ungkapnya.

Muhammad Achadi turut menjelaskan, media sosial bisa berbadan hukum atau tidak, tidak ada regulasi secara khusus mengatur media sosial, tidak ada kode etik yang khusus mengatur media sosial.

“Namun ada sanksi hukum yaitu UU ITE serta sanksi sosial sesuai rekam jejak digital. Jadilah good influencer, tidak sekadar mengandalkan popularitas tetapi juga memiliki kapasitas, integritas, dan otoritas keilmuan atau keahlian, memiliki track record yang baik dan keteladanan,” tuturnya.

Tips lindungi data

Sebagai pembicara terakhir, Bondan Wicaksono mengatakan, tips melindungi data pribadi di internet yakni gunakan password yang sulit, dan melakukan setting privasi di setiap akun media sosial yang digunakan.

“Yakinkan bahwa link yang didapat memang mengarah ke situs yang kita tuju, jangan memberikan informasi mengenai data pribadi terlalu banyak di media sosial,” ungkapnya.

Sementara yang dilarang terkait distribusi konten, yakni jangan menyebar konten yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan pemerasan. Penyebaran berita bohong yang merugikan konsumen. Menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan, ancaman kekerasan atau teror pribadi.

Dalam sesi KOL, Ramadhinisari mengatakan, perkembangan dunia digital saat ini cepat sekali. Ketika ingin mencari informasi menjadi mudah dan cepat, karena sudah ada yang namanya media digital.

“Dampak negatifnya yaitu tidak selalu karya yang kita buat disukai semua orang. Tentang konten yang gampang tersebar pernah konten aku sempat ramai dan dalam jangka waktu satu malam saja, sudah ada media yang memblow up hingga muncul misinformasi. Ada lebih baiknya kita melihat sebuah konten di cross check dulu biar tidak menimbulkan salah persepsi,” katanya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Idola Hutabarat menanyakan, bagaimana cara kita untuk mengetahui kalau berita yang kita terima adalah berita hoaks?

“Tinggal ketikan keywordnya di mesin pencarian Google, lalu kita crosscheck kebenaran berita tersebut, cari sumber lain jangan hanya membaca satu sumber saja atau gunakan aplikasi lain yang ada di playstore untuk mengecek kebenaran berita,” jawab Yolanda.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.