Dunia digital merupakan dunia di mana masyarakat sudah melakukan sebagian besar interaksi dengan manusia lainnya melalui ruang digital, terutama setelah didorong dengan masa pandemi. Komunikasi global telah melewati batas geografis, budaya, dan ruang. Namun, yang sering ditemui ketika pengguna hanya membaca berita tidak seluruhnya atau mencoba cari tahu sumbernya, pengguna merasa bebas berkomentar termasuk mengenai hal-hal negatif.

Isu perundungan hingga usaha menghilangkan martabat seseorang juga sering ditemukan di sosial media. Seringkali cara kita berinteraksi di dunia nyata dengan dunia digital berbeda, dengan di awal bercakap baik untuk menjaga hubungan dengan seseorang namun ketika di ruang digital langsung berbanding terbalik atau berbeda. Terkait itu, dibutuhkan etika dan etiket digital (netiket) karena adanya hak digital sebagai hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital beserta tanggung jawab pengguna atas tindakan yang terkait.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Generasi Cerdas dan Cakap Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa (12/10/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Ziaulhaq Usri, Lc. (Guru Global Islamic School 3 Yogyakarta), Novi Widyaningrum, S.I.P., M.A. (Peneliti Center for Population and Policy Studies UGM & IAPA), Mustaghfiroh Rahayu, M.A. (Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada), Isharsono, S.P. (Praktisi Digital Marketing & Founder IStar Digital Marketing Centre), dan Ken Fahriza (Data Analyst) selaku narasumber.

Cakap digital

Dalam pemaparannya Ziaulhaq Usri, Lc. Menyampaikan, “Keterampilan yang harus dimiliki di era digital, terutama untuk menyambut Industri 4.0 dan Society 5.0 adalah keahlian untuk berpikir kritis atas segala informasi yang diterima, komunikasi baik dalam bagaimana berbicara juga bagaimana mengoperasikan teknologi yang terkait, kolaborasi untuk menciptakan sesuatu, dan berpikir kreatif dan inovatif seperti banyaknya aplikasi terbaru yang menunjang kehidupan kita.”

“Perubahan itu pasti, sehingga kita harus siap beradaptasi. Penetrasi internet yang mencapai 73,7 persen total populasi Indonesia dengan jumlah ponsel atau smartphone yang terhubung jaringan mencapai 345,3 juta atau 125,6 persen dari total populasi menjadikan Indonesia sebagai masyarakat digital. Dalam menjadi netizen yang cerdas kita harus jaga privasi, waspada hoaks, dan lawan pelaku perundungan. Kita harus menjaga diri di ruang digital karena sejatinya di ruang digital dan ruang nyata kita memiliki satu muka, satu wajah, dan satu cara pikir. Untuk menghindari hoaks, kita harus baca dan mengolah informasi secara utuh, gunakan akal sehat untuk merasionalkan informasi yang diterima, cek dan ricek, berpikir logis dan ilmiah, tahan jempol atau dalam bereaksi, serta mencoba untuk lapang dada.”

Ken Fahriza selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, sebagai data analyst yang sudah lama berkecimpung di dunia digital, ia tidak terlalu banyak menyesuaikan cara kerja di masa pandemi saat ini. Pastinya dalam menjadi generasi yang cakap dan cerdas digital harus memperhatikan segi keamanan digital kita, seperti mengganti password secara berkala, menggunakan password yang tidak sama untuk tiap akun yang digunakan, dan cara-cara lainnya.

Sebagai generasi yang sudah lebih cakap digital, kita dapat membantu menasihati orang tua atau orang terdekat dalam bagimana harus lebih aman menjaga keamanan digital mereka. Tentunya banyak sekali hal yang bisa didapatkan dari dunia digital yang ke depannya dapat membantu mendapatkan pekerjaan atau hasil yang diinginkan, dengan mengetahui minat, passion, dan kemampuan diri sendiri.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Nanda menyampaikan pertanyaan, “Untuk saat ini saya rasa generasi saat ini sudah cakap digital dan juga cerdas dalam berdigitalisasi, di mana anak SD pun sudah sangat mahir menggunakan gadget, tapi bagaimana cara yang efektif dalam menerapkan etika serta ajaran budaya dan juga keamanan dalam berdigitalisasi? Kenapa tidak diterapkan pembelajaran wajib di sekolah-sekolah dalam menyelam di dunia digital?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Mustaghfiroh Rahayu, M.A. “Memang saat ini anak-anak adalah digital native, dan untuk menerapkan keterampilan, etika, budaya, dan keamanan digital dibutuhkan peran orang tua dalam mengedukasi anak-anaknya, terutama untuk etika dan budaya, karena hal tersebut dibentuk dari kepribadian anak sendiri yang sudah mulai dibangun sejak dini. Tentunya juga dibantu dengan peran pendidik sehingga dibutuhkan komunikasi antara kedua pihak.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.