Dalam penggunaan media digital, perlu diingat pada dasarnya apapun bisa terjadi dengan bebasnya media sosial, apabila setiap orang memiliki pemikiran yang positif dan kreatif. Masalahnya, kita tidak bisa mengontrol bagaimana orang berpikir dan berperilaku, termasuk orang-orang yang menggunakan akun anonim untuk menyebarkan konten-konten provokasi dengan berbagai macam motivasi, sehingga akan sangat sulit untuk hilangnya konten-konten tersebut.

Oleh karena itu, sebagai konten-konten yang tidak bisa dihindari, kita harus turut serta dalam mengurangi konten-konten tersebut dengan ikut melaporkan konten tersebut di tiap platform media melalui fitur yang sudah ada. Kita harus berani melawan dan menghentikan penyebaran konten-konten tersebut.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Selasa (10/8/2021) pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Akhmad Nasir, S.Sos. (Direktur DOT Studio), I Komang Sumerta, S.E., M.M. (Dosen FEB Universitas Ngurah Rai & IAPA), Abdul Rohman (Direktur Buku Langgar), Btari Kinayungan (Kaizen Room), dan Suci Patia (Penulis) selaku narasumber.

Cyberbullying

Dalam pemaparannya, Btari Kinayungan menyampaikan informasi penting, “Cyberbullying marak terjadi terjadi karena kurangnya akibat atau tanggung jawab ketika melakukan hal tersebut. Misal, perundungan di lingkungan sekolah akan langsung dihadapi dengan sanksi dari guru, sedangkan di ruang digital orang berlindung di balik akun anonim sehingga terhindar dari sanksi. Perundungan massal yang sering terjadi juga membuat pengguna merasa sebagai one-in-a-million sehingga tidak merasa apa yang dilakukannya salah ketika banyak orang melakukan hal yang sama. Cyberbullying termasuk menyebarkan kebohongan atas sesorang atau mem-posting foto memalukan tentang seseorang di media sosial terutama tanpa persetujuan orang tersebut. Selain itu, bisa juga dalam bentuk mengirimkan pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting atau kolom-komentar media sosial, meniru atau mengatasnamakan seseorang dan trolling atau pengiriman pesan yang mengancam atau menjengkelkan di jejaring sosial, ruang obrolan, atau game online, dan lain sebagainya.”

Suci Patia selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan, pemanfaatan media sosial yang sudah dimulai sejak 2017 melalui Instagram sudah membawanya ke berbagai pengalaman pekerjaan, mulai dari penulis, Abang None, MC, Podcaster, hingga kini bekerja di suatu instansi kepemerintahan, sehingga bisa dibilang sudah memanfaatkan ruang digital secara positif dan bermanfaat. Dengan banyaknya informasi yang diterima, ia melihat bahwa sangat penting untuk cakap literasi dalam melatih kemampuan berpikir kritis, karena banyak informasi yang tidak benar berupa hoax atau bentuk misinformasi lainnya yang beredar.

Dampak negatif yang muncul juga dapat berupa seringnya membandingkan diri sendiri dengan orang lain sehingga membuat minat dan potensi diri yang tertanam di dalam bakat diri terbuang sia-sia. Jika menggunakan media sosial untuk tujuan kerjaan dan tidak mengungkapkan kehidupan pribadi maka risiko menerima komentar negatif akan semakin mengecil. Para pengguna internet penting untuk menerima perbedaan keanekaragaman manusia sehingga tidak menyamakan suatu orang dengan orang lain yang dapat menyakiti perasaan orang lain.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Tri Etyasa Amriah menyampaikan, “Sekarang siapapun bebas berkomentar di media sosial, dari sengaja maupun tidak sengaja, hingga tak sedikit yang menimbulkan pencemaran nama baik atau cyberbullying. Lalu pola pembinaan seperti apa yang bisa digunakan untuk mengedukasi masyarakat yang sudah terlanjur sering mem-bullying orang lain?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Akhmad Nasir, S.Sos. “Pihak yang paling berperan adalah keluarga dan pendidikan karena mempengaruhi karakter diri sendiri. Lingkungan keluarga dan sekitar ikut konsisten membangun karakter yang sedimikian rupa tidak menolerir bullying akan membangun karakter yang lebih baik. Bullying dapat dilihat dari dua sisi, yaitu etika dan hukum, dan pemahaman terhadap keduanya bisa diperkuat.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.