Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan Indonesia Maju pada tahun 2045, pemerintah pada 2024 menitikberatkan transformasi ekonomi. Fokus utamanya termasuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas SDM, pengembangan ekonomi hijau, pemanfaatan energi baru terbarukan, penguatan reformasi birokrasi, dan simplifikasi regulasi.

Pada 2024, infrastruktur akan difokuskan untuk mendukung transformasi ekonomi inklusif dan berkelanjutan. Prioritas termasuk percepatan infrastruktur penggerak ekonomi, energi, ketenagalistrikan, pangan, penyelesaian pembangunan IKN, perumahan MBR, infrastruktur pariwisata, dan akses teknologi informasi. Anggaran infrastruktur APBN 2024 dialokasikan sebesar Rp 423,8 triliun, meningkat 6 persen dari tahun sebelumnya.

Pembiayaan infrastruktur melibatkan sektor swasta dengan dukungan pemerintah. Pemerintah mengembangkan skema pembiayaan kreatif, termasuk KPBU, untuk mengatasi keterbatasan anggaran. Inovasi ini mencakup peran BUMN, BLU, sovereign wealth fund, dan special mission vehicle (SMV) sebagai sumber alternatif pembiayaan.

Pembiayaan kreatif menciptakan ruang bagi sumber pendanaan legal melalui inovasi produk keuangan dan dukungan regulasi. Proyek infrastruktur yang awalnya tidak layak secara finansial dapat menjadi layak melalui skema ini, meminimalkan ketergantungan pada pembiayaan utang APBN dan BUMN.

Skema KPBU menjadi solusi dengan mempertimbangkan keterbatasan APBN/APBD. Pemerintah memberikan dukungan, termasuk penjaminan, fasilitas proyek, dan dana dukungan kelayakan proyek, untuk meningkatkan minat dan partisipasi swasta serta mengurangi risiko. Penjaminan infrastruktur dilakukan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII, sebuah SMV Kemenkeu, untuk memberikan kepastian bagi investor.

PT PII memainkan peran kunci dalam akselerasi pembangunan infrastruktur di Indonesia, terlibat dalam pengembangan proyek-proyek baik dengan skema kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) maupun non-KPBU.

Hingga Triwulan III 2023, PT PII telah menjamin 31 proyek KPBU, termasuk 19 Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan investasi mencapai Rp 268 triliun, mencakup konektivitas masyarakat, air bersih, konservasi energi, ketenagalistrikan, dan telekomunikasi. PT PII juga menjamin 16 proyek non-KPBU dan 8 proyek PEN-BUMN, total mencapai 47 proyek dengan nilai investasi Rp 474 triliun.

Mandat baru PT PII melibatkan penjaminan non-KPBU terhadap risiko gagal bayar BUMN yang mendukung infrastruktur di luar APBN. Sementara itu, penjaminan PEN-BUMN dilakukan untuk pemulihan pascapandemi dengan dukungan loss limit dan penjaminan bersama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

PT PII mengelola risiko proyek KPBU pada tahap prakonstruksi, konstruksi, dan operasi mencakup perubahan hukum, keterlambatan persetujuan, terminasi dini oleh pemerintah, keterlambatan penyediaan lahan, dan risiko pembayaran layanan.

Direktur Utama PT PII Muhammad Wahid Sutopo menjelaskan, peran PT PII sebagai first loss absorber dengan first loss adalah besaran porsi penjaminan dari BUPI yang mendapat penugasan untuk melakukan penjaminan pemerintah.

“Melalui mekanisme ini, PT PII berperan sebagai garda pertama yang akan menyerap risiko kerugian akibat gagal bayar. Sehingga, melalui peran ini, PII telah membantu memagari (ring fence) pemerintah dari timbulnya kewajiban kontinjensi dan meminimalkan kejutan langsung (sudden shock) kepada APBN,” ungkapnya.

Sejak berdiri pada 2009, PT PII telah menerima PMN sebesar Rp 10,65 triliun hingga 2023, dengan nilai aset dan ekuitas yang terus bertumbuh. Kontribusi PT PII terhadap penerimaan negara mencapai Rp 2,1 triliun pada 2017–2022 melalui pembayaran pajak dan dividen. Dukungan PT PII pada proyek infrastruktur memberikan dampak ekonomi signifikan, seperti pada sektor jalan, telekomunikasi, air minum, transportasi, konservasi energi, dan pariwisata. [*]