Saat ini penyebaran hoaks makin menjadi-jadi, di mana para penyebarnya ini melakukan peningkatan dari segi visual, editing, serta bukti palsu. Hal ini sulit untuk dipastikan, apalagi kebiasaan orang Indonesia yang hanya melihat cover saja sudah percaya. Terkait itu, kita harus mampu membuat dan menerapkan kebiasaan agar para korban penerima kabar hoaks ini untuk tidak mudah percaya.
Kini memang sudah ada beberapa aplikasi atau komunitas yang bisa membantu menginformasikan berita-berita hoaks dan berita-berita yang benar. Kita sebagai pengguna media digital bisa bertanya di ranah umum dengan menggunakan caption yang tepat agar bisa menjadikan diskusi di kolom komentar, dan agar dapat dibaca juga oleh pengguna lain dan menghindari semakin menambahnya korban hoaks.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)”. Webinar yang digelar pada Rabu (22/9/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Samuel Berrit Olam (Founder & CEO PT Malline Teknologi Internasional), Wulan Furrie, M.I.Kom. (Praktisi & Dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI), Novita Sari (Aktivis Kepemudaan Lintas Imam), Fransiska Desiana Setyaningsih, M.Si. (Dosen Unika Widya Mandira Kupang & Japelidi), dan Shafa Lubis (Anggota @intothelightid & Finalis Abang None Jakarta Selatan 2020) selaku narasumber.
Kenali hoaks
Dalam pemaparannya, Samuel Berrit Olam menyampaikan, “Istilah hoaks itu masuk sejak era industri 4.0 atau era digital. Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna internet yang paling besar di dunia, dan hampir semua terpapar hoaks saat mengakses internet. Masyarakat Indonesia paling banyak gunakan internet untuk berkomunikasi, seperti bermain di media sosial, dan media sosial yang paling banyak digunakan adalah YouTube, WhatsAapp, dan Facebook. Hoaks paling banyak ditemukan di WhatsApp dan Facebook, dan biasanya dalam bentuk satir atau parodi yang dibuat untuk merugikan orang lain.”
“Kita sebagai pengguna media digital perlu mampu mengenali berbagai bentuk hoaks. Pertama adalah konten menyesatkan yang berisi informasi sesat untuk membingkai sebuah isu. Kedua, konten tiruan yaitu ketika sebuah aksi ditiru dan diubah dan berbeda dari aslinya. Ketiga adalah konten palsu yaitu 100 persen dibuat untuk menipu orang lain. Adapun istilah keterkaitan yang salah, yaitu konten yang tidak berkaitan antara yang satu dengan yang lain dan ini bertujuan pada keuntungan konvensional. Lalu, ada juga infodemik yaitu yang berhubungan dengan suatu penyakit seperti pada saat ini sedang ada pandemi Covid-19 yang info dan beritanya sering dibuat hoaks.”
Shafa Lubis selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, persebaran informasi yang sangat cepat ini ada sisi positifnya dan sisi negatifnya. Ia sering menemukan informasi-informasi yang hoaks, maka ia ingatkan bahwa kita harus cek dulu sumber informasinya sebelum mempercayainya.
Literasi digital
Ikuti literasi digital agar semakin cakap digital dan membuat kita menjadi pintar di dunia internet; banyak sekali fitur-fitur gratis di internet yang bisa digunakan untuk belajar. Kalau kita mempunyai media sosial, maka kita harus pintar dalam memilih dan memfollow akun-akun; follow atau subscribe akun-akun yang menyebarkan berita yang benar dan yang menyebarkan konten-konten yang positif. Selain itu, unfollow dan blok akun yang menyebarkan berita-berita hoaks dan negatif.
Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ama Herianto menyampaikan pertanyaan, “Di dalam platform digital seringkali kita temukan konten-konten yang mengarah kepada isu SARA, hoaks, radikalisme, serta yang paling sering dijadikan kontroversi yaitu adu domba. Tentu peran diri harus lebih proaktif dan berhati-hati dalam memilah dan memilih konten yang akan kita konsumsi. Pertanyaan saya, bagaimana cara mengatasi pengaruh konten-konten tersebut dan mengontrol diri dalam bermedia sosial agar tidak terprovokasi dengan konten negatif tersebut?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Samuel Berrit Olam. “Tolong jangan like, share, atau komen di akun yang memposting berita yang tidak benar di platform manapun, dan jangan kita ikut-ikutan komen di postingannya. Kalau kita masuk ke dalam media sosialnya, maka kita bisa saja terpengaruhi oleh konten-kontennya.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.