Masyarakat Indonesia tidak cukup hanya mampu mengoperasikan berbagai perangkat TIK dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi juga harus bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk sebesar-besarnya manfaat bagi dirinya dan orang lain. Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.

Terkait dengan itu, kita perlu ingat bahwa tidak semua hasil penelusuran mesin pencarian informasi itu benar; bisa saja hal yang didapatkan adalah hoaks. Diperlukan kompetensi kritis pengguna untuk dapat menyaring informasi yang diperoleh agar tidak terjebak sebagai salah satu penyebar berita hoaks.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)”. Webinar yang digelar pada Rabu (22/9/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Amni Zarkasyi Rahman, S.A.P., M.Si. (Dosen Pengajar Universitas Diponegoro), Achmad Uzair (Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Panji Gentura (Project Manager PT WestmooreTech Indonesia), Djaka Dwiandi Purwaningtijasa, S.T. (Digital Designer & Photographer), dan Sony Ismail (Musisi Band J-Rocks) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Panji Gentura menyampaikan, “Hoaks merupakan jejak digital yang dapat merusak semua lapisan masyarakat. Kalau berbicara etika, masyarakat yang sopan ataupun lemah lembut tetap berpotensi untuk menyebarkan hoaks hanya dengan forward. Bentuk jejak digital banyak sekali jenisnya, bahkan kalau fitur location kita aktif tanpa berbuat apapun, jejak digital kita tetap terkumpul.”

Sony Ismail selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan, dalam hal melawan kabar hoaks memang menjadi PR kita bersama. Masing-masing dari kita harus aktif dalam mencegah hal itu. Hal ini dapat dimulai dari lingkungan sekitar dulu, seperti keluarga karena tidak jarang anggota keluarga yang menjadi penyebar berita hoaks.

Kita harus upgrade diri, seperti jangan menggunakan Instagram hanya untuk kepo. Salah satu skill digital adalah kita bisa mengembangkan potensi diri kita. Posting yang penting, dan jangan yang penting posting, lakukan double check, cari sumber berita yang tepercaya, dan follow akun-akun yang kredibel. Sebagai generasi muda, jadilah generasi yang kritis dan stop menyebarkan hoaks.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Rizky Akbar menyampaikan pertanyaan, “Faktor apa saja yang membuat seseorang bersikap tidak sopan di internet? Bagaimana cara mengembalikan citra kita sebagai netizen Indonesia yang sudah tidak baik di mata dunia?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Panji Gentura. “Dari segi psikologi, memang ketika kita berada di suatu ruangan dan ditemani dengan gadget, itu seperti diberikan kekuasaan tanpa batas. Efek teknologi dapat memicu kita sebagai manusia yang haus akan kekuasaan, jadinya kita tidak berterika karena tidak adanya aturan. Kita jadi ada keinginan untuk merespons komentar orang-orang yang padahal kita tidak tahu mereka itu siapa. Hal yang kedua terkait faktor literasi digital; kita sudah tidak bisa sembarangan lagi untuk punya jejak digital yang aneh-aneh. Makanya butuh pemahaman dan penerapan literasi digital yang baik di Indonesia.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.