Setiap orang memiliki karakter berbeda. Terkait dengan itu, kita sebagai pengguna media digital harus dapat menanamkan netiket dalam dunia maya ini dengan adanya keberagaman karakter yang ada. Ketika kita sudah mengetahui karakter orang berbeda-beda, seharusnya kita sudah paham bagaimana kita harus bersikap di dunia digital.
Hal-hal yang kita anggap baik belum tentu dinilai baik oleh orang lain, untuk itu kita harus bisa menerima dan tidak memaksakan pendapat kita. Hormati pendapat orang lain, dengan tidak menuliskan atau sharing sesuatu yang sensitif seperti isu agama atau pandangan politik, karena tidak semua orang sependapat dengan kita, dan tidak semua orang juga bisa menerima kritik.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Paham Batasan di Dunia Tanpa Batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (18/10/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Dr. Bevaola Kusumasari, M.Si. (Pengajar Fisipol UGM & IAPA), Dr. Bambang Pujiyono, M.M., M.Si. Dosen FISIP Universitas Budi Luhur Jakarta), Fakhriy Dinansyah, S.I.Kom., M.M. (Co-Founder Localin), Daniel J. Mandagie (Kaizen Room), dan Suci Patia (Penulis) selaku narasumber.
Kebebasan berekspresi
Dalam pemaparannya, Dr. Bambang Pujiyono, M.M., M.Si. menyampaikan, “Kita itu manusia, tentunya makhluk yang berbudaya. Selain itu hal negatif tentunya tidak masuk ke dalam budaya. Ketika kita berbicara budaya, berarti kita menggunakan kemampuan kita yaitu untuk menghasilkan konten yang positif. Setiap orang berhak akan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kita hidup itu ada batasan etika, kalau kebebasannya memang bebas. Kita harus cakap menggunakan teknologi, terutama dalam mendistribusikan apa yang kita bisa buat. Kita tidak hanya membagikan tetapi kita juga bisa mencari.”
“Kalau kebebasan berekspresi dibatasi, demokrasi akan mati. Sama seperti di dunia maya; media baru sudah mengubah cara orang menyampaikan pendapatnya. Seolah-olah media baru ini memberikan kebebasan yang sebebas bebasnya. Orang mensharing sesuatu tanpa berfikir dengan dampak yang luar biasa. Media sosial jua menyebabkan karakter baru. Masyarakat mengeluarkan segala ide dan gagasannya sekarang juga dan melalui media. Kita dibatasi oleh orang lain, dan hak orang lain. Bebas bukan berarti tanpa batas.”
Suci Patia selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, potensi apapun dalam diri kita sekarang bisa diaktualisasikan di media sosial. Kita bisa belajar semuanya dari media sosial, kita perlu cari tahu informasi-informasi mengenai potensi atau kegemaran kita tersebut. Misalnya kita suka matematika, kita bisa membuat konten rumus-rumus cepat karena tentunya hal ini sangat bermanfaat dan positif sekali untuk banyak orang.
Penting untuk kita menggali basis potensi kita. Kita tahu mana yang fakta, mana yang tidak mana yang propaganda. Jadi kita tidak mudah tergiring ke kanan kiri, karena kita bisa tahu, dan bijak dalam memilih-milih. Kita memberdayakan memanfaatkan digitalisasi ini. Dalam media interaksi itu bersifat sosial, jadi diharapkan interaksi yang tercipta adalah interaksi yang sehat. Kita tanyakan ke diri kita apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kecakapan digital ini, jangan hanya memikirkan apa yang pemerintah bisa melakukan atau orang lain lakukan. Media sosial ini merupakan wadah yang sangat besar untuk kita bisa berkembang, teknologi emungkinkan kita untuk melakukan banyak hal.
Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Danang Rizal Pahlevi menyampaikan pertanyaan, “Masyarakat kita merupakan pengguna internet yang sangat besar dan potensial. Namun sayang belum digunakan secara cerdas dan produktif sekaligus bertanggung jawab atau beradab. Bagaimana upaya yang dapat kita lakukan untuk memberikan keterampilan kepada anak-anak muda di kampung kita agar dapat menggunakan media digital sebagai sarana untuk membuat konten-konten yang bernilai ekonomi? Bisakah keterampilan digital dimasukkan dalam kurikulum pendidikan atau ekstrakurikuler di sekolah?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Dr. Bevaola Kusumasari, M.Si. “Bisa kalau untuk penduduk desa. Nanti ada yang mengajarkan dan menularkan keahlian ke teman-temannya, jadi bisa sekali. Desa ini sudah didatangi oleh Kominfo. Poinnya di sini adalah mau atau tidak mau kita untuk menerima atau menyaring atau tidak. Kalau fasilitasnya tentu sudah banyak sekali, karena sekarang banyak orang yang ingin menularkan ilmu tanpa dibayar; begitu cara orang-orang bersedekah saat ini.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.