Di zaman peradaban modern, teknologi membawa kita cenderung individualis, sedangkan Indonesia dikenal dengan budaya ketimuran yang berkomunal. Untuk mempertemukan rasa individualis dan komunal tersebut, harus dipahami bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial.

Rasa komunalisme yang berlebihan juga akan membawa dampak negatif dengan mengganggu kebebasan pribadi misal dari segi agama dalam bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan adalah masalah individu masing-masing. Sehingga, manusia merupakan makhluk yang kompleks, dengan kita harus terus belajar dalam bagaimana menyeimbangkan nilai individualisme dan komunalisme tersebut dalam berkehidupan yang dibantu dengan pemahaman Pancasila sebagai jembatan penghubung kedua hal tersebut.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Paham Batasan di Dunia Tanpa Batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (18/10/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Akhmad Nasir (Direktur DOT Studio),  Kiai M. Jadul Maula (Penulis & Budayawan),  AA Subandoyo (Klipaa.com), Rhesa Radyan Pranastiko (Kaizen Room) dan Gina Sinaga (Public Speaker & Founder @wellness__worthy) selaku narasumber.

Kebebasan berekspresi

Dalam pemaparannya, Kiai M. Jadul Maula menyampaikan, “Teknologi dapat menjadi alat perusak ketika etika dan etiket tidak dijaga, karena  dayapenggunaannya yang tinggi juga akan membawa kerusakan lebih besar lagi. Misalnya, pelanggaran kebebasan berekspresi sampai di bawah di meja hijau atau menimbulkan konflik antar kelompok. Hal tersebut menjadi tantangan kita bersama, termasuk bagi Indonesia yang secara internasional dikenal menjadi negara yang ramah dan sopan namun di ruang digital masyarakat negara ini dicap sebagai buruk.”

“Manusia etis dapat mengenali hal-hal negatif dan menghindarinya, dengan mengedepankan hal-hal positif. Namun, jika walaupun sudah sadar akan hal-hal negatif dan masih sengaja dilakukan atau disebarkan maka martabat kemanusiaannya sudah menurun. Teknologi sebaiknya dimanfaatkan untuk memaksimalkan potensi-potensi kita, sambil menggunakannya untuk berkomunikasi dan memperluas jaringan, mencari ide inovatif dan kreativitas, serta mencari hiburan positif. Sedari dulu dasar negara kita yaitu Pancasila yang diciptakan berdasarkan budaya Indonesia telah menjadi pedoman hidup kita, dengan menjaga lidah, perilaku budaya, dan agama sebagai kesinambungan agama-budaya-peradaban dalam padanan etika diri kita sebagai identitas warga negara Indonesia.”

Gina Sinaga selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, baiknya kita membatasi penggunaan digital setiap hari, misal yang dilakukan diri sendiri untuk menjauhi dari layar perangkat dari jam 4 sore. Jika ingin refreshing, hindari penggunaan media sosial karena ditakutkan akan terdistraksi atas hal-hal lain. Setiap orang tentunya memiliki cari sendiri dalam berekspresi, misal dalam berkarya atau mempromosikan produk mereka.

“Kita pun dapat membatasi diri dari konten-konten yang tidak diinginkan dengan muting dan blocking. Dalam membagikan segala sesuatu di media sosial, hindari informasi yang mengandung data pribadi atau hal-hal berbau rahasia. Dalam mempromosikan diri sendiri di media sosial, melalui social branding, mulai dengan mengenal diri sendiri, baik dari minat, apa yang tidak kita sukai, kemampuan diri sendiri, dan bagaimana memanfaatkan kemampuan tersebut. Jangan khawatir jika belum cakap atas hal yang diminati; asah terus keterampilan kita,” ujar Gina.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ven Tumbel menyampaikan pertanyaan, “Bagaimana tanggapannya tentang upaya orang tua dalam memberikan batasan batasan dan juga pengertian untuk generasi millennial dan generasi Z agar menjaga sikap positif saat berinteraksi di media sosial, khususnya dalam aturan bebas terbatas agar terhindar dari kebiasaan plagiat? Bagaimana seharusnya kami sebagai orang tua yang memiliki anak Gen- Z mengarahkan anak sejak dini untuk menjaga kebebasan berekspresi dalam komunikasi digital yang aman terkendali?”

Pertanyaan tersebut dijawab dengan lugas oleh Akhmad Nasir. “Dalam peran orang tua untuk mengkondisikan anak untuk tidak melakukan sesuatu yang negatif memang menjadi tantangan, karena sebagai generasi lebih senior harus beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Orang tua diharapkan untuk lebih cakap digital. Mengenai kebebasan berekspresi, sama halnya juga berlaku di ruang nyata dan ruang digital, dengan baiknya untuk tidak berbohong dan menjaga kesopanan, walaupun memang ada perbedaan spesifik bagi kedua hal tersebut.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.