Peran UMKM amat besar dalam ekonomi nasional. Saat ini, terdapat lebih dari 65 juta UMKM yang berkontribusi sebesar 60 persen terhadap PDB Indonesia. Pemberdayaan atau penciptaan UMKM dapat dilakukan dengan peningkatan literasi lewat perpustakaan.

UMKM menjadi salah satu sektor yang paling lincah dalam situasi krisis ekonomi. Tampak saat pandemi Covid-19, UMKM menjadi salah satu pilar ekonomi yang paling resisten, bahkan yang paling berperan dalam pemulihan ekonomi nasional.

UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran. Survei ASEAN Investmen Report pada 2021 menyebutkan, UMKM di Indonesia menyerap 97 persen tenaga kerja. Selain berkontribusi terhadap PDB, sektor ini juga memegang lebih dari 14 persen ekspor nasional.

Hal itu menjadi pembelajaran berharga, terlebih dalam menyikapi prediksi akan adanya tantangan global ke depan karena melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan ancaman resesi di negara-negara maju. Fleksibilitas masyarakat dalam menghadapi tantangan ekonomi bisa ditingkatkan salah satunya dengan literasi sebagai bekal untuk membangun usaha-usaha ekonomi mandiri.

Sejak 2018, Perpustakaan Nasional mengembangkan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang mendorong perpustakaan untuk menyediakan layanan sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga mampu merangsang tumbuhnya UMKM. Koleksi buku, komputer dan internet, serta pelatihan keterampilan yang diselenggarakan di perpustakaan telah membantu masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan dan korban PHK untuk membuka usaha baru.

Perpustakaan juga membantu pelaku UMKM untuk meningkatkan usahanya dengan memfasilitasi pelatihan pemasaran daring, pengemasan dan pelabelan, serta pengurusan kelegalan usaha, seperti pengurusan NIB (Nomor Induk Berusaha) dan PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga).

Baca juga:

Bangun Manusia Berkualitas Lewat Perpustakaan

Peran Aktif Perpustakaan Memberdayakan Penyandang Disabilitas

Debby Ardharani (24), misalnya. Warga Kota Tanjung Pinang ini selama beberapa waktu belum mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah. Setelah mengikuti pelatihan membuat kue guti gendang di perpustakaan serta memanfaatkan koleksi buku resep masakan, Debby kini telah membuka usaha kue guti gendang.

Produk kue Debby sudah masuk ke toko oleh-oleh khas Tanjung Pinang. Saat ini omzet penjualannya mencapai Rp 7,5 juta per bulan dan sudah mempekerjakan beberapa karyawan dari warga sekitar.

Cerita senada datang dari Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Asri Sape (47) terkena pemutusan hubungan kerja dari perusahaan tempatnya mencari nafkah. Ia lalu mengikuti serangkaian pelatihan di perpustakaan tentang pengolahan kopi menjadi bubuk, pengemasan, serta pemasaran produknya.

Kini, kopi bubuk Asri dengan merek Kopi Tolaki dan Anakia Coffee sudah dipasarkan di toko swalayan dan toko oleh-oleh di Konawe Selatan. Omzet produknya mencapai Rp 1,5 juta per hari.

 

Literasi sebagai benteng

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Dr. Adin Bondar

Ada begitu banyak yang sudah merasakan dampak langsung literasi terhadap keberdayaan ekonomi. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Dr. Adin Bondar mengatakan, Perpustakaan Nasional akan terus mengembangkan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial supaya bisa menjangkau lebih banyak orang.

“Saat ini baru sekitar dua juta dari 200 jutaan penduduk Indonesia yang terdampak program ini. Kami akan terus kembangkan dan yakinkan pemerintah daerah agar mereplikasi program ini. Dengan begitu, jangkauannya di masyarakat lebih luas sehingga potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam akan terintegrasi,” ujar Adin.

Penguatan literasi di masyarakat digerakkan dengan berbagai instrumen. Adin menjelaskan, ini dilakukan lewat perpustakaan-perpustakaan konvensional dan perpustakaan keliling. Perpusnas juga memiliki mitra penggerak literasi yang dapat menjangkau masyarakat sampai ke akar rumput.

Perpustakaan Nasional juga akan mendorong para pustakawan untuk menciptakan konten atau pelatihan yang relevan dengan masyarakat sekitar, baik berbentuk teks maupun video, yang akan dapat diakses secara digital.

“Agar fondasi ekonomi kuat, perlu ada pendampingan atau pelatihan praktis yang sesuai dengan potensi daerah. Kita bisa mengembangkan produk-produk unggulan daerah yang bisa dimanfaatkan secara global. Dalam hal ini, perpustakaan bisa menjadi inkubator kewirausahaan,” papar Adin.

Penguatan literasi dan pemberdayaan masyarakat di perpustakaan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing dalam perubahan global, selain tentu saja menyediakan benteng di tengah risiko ketidakpastian ekonomi pada masa mendatang. [NOV]