Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Bebas tapi Tetap Bertanggung Jawab di Media Sosial”. Webinar yang digelar pada Kamis, 1 Juli 2021 di Kabupaten Lebak itu, diikuti puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Nur Rahma Yenita MPd (praktisi pendidikan), Abdul Rohman (Direktur Buku Langgar), Zulfan Arif (penerjemah dan penulis konten), dan Zusdi F Arianto (Ketua Yayasan Quranesia Amrina Rasyada).
Tema yang dibahas masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Nur Rahma membuka webinar dengan mengangkat subtema “Pentingnya Memiliki Digital Skills di Masa Pandemi Covid 19”.
Ia mengatakan, digital skills merupakan kemampuan atau keterampilan seseorang di bidang digital dengan memanfaatkan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas secara efisien dalam suatu pekerjaan yang berhubungan dengan teknologi, pendidikan, layanan kesehatan, layanan pemerintah, dan bisnis.
“Digital skills pada era new normal yakni programming, web and app development, media sosial, media pembelajaran daring, digital marketing, menggunakan aplikasi untuk membuat konten-konten kreatif, dan menggunakan aplikasi bidang keuangan dan perbankan,” katanya.
Mengenai digital marketing, menurut Nur Rahma, bisa diartikan sebagai suatu kegiatan pemasaran atau promosi sebuah brand atau produk, menggunakan media digital atau internet (jurnal.id).
“Seperti menggunakan situs web, yang sangat berperan dalam menunjukkan profesionalisme perusahaan, membantu konsumen mengetahui bisnis yang dijalankan, promosi yang hemat, dan media bisnis yang mudah,” ujarnya.
Sementara itu, Abdul Rohman menambahkan, ruang digital saat ini menjadi dunia baru, yang berusaha menyerap aktivitas manusia, dari realitas konkret ke dunia maya, bahkan sekarang muncul istilah hipper realita.
Yakni menjelaskan ketidakmampuan kesadaran hipotetis untuk membedakan kenyataan dan fantasi, khususnya di dalam budaya pascamodern berteknologi tinggi. “Hal ini tanpa disadari memengaruhi aktivias kemanusiaan kita, baik dengan diri sendiri maupun manusia lain di sekitar kita,” terang Abdul.
Ia melanjutkan, sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan dunia digital, kita harus bisa memosisikan diri, kapan saatnya kita berinteraksi di dunia digital, kapan pula waktunya bersentuhan secara langsung dengan realitas nyata.
Transformasi pada era digital menjadi fakta baru yang tak mungkin bisa kita hindarkan. Namun, yang perlu kita renungkan adalah bagaimana caranya ruang digital ini tidak mereduksi nilai-nilai manusia dalam berinteraksi sosial.
“Terutama bersikap tanggung jawab di tengah ruang kebebasan di media sosial. Transformasi digital menuntut kita untuk selalu berbudaya, terutama ketika berinteraksi dengan manusia lain yang memegang otoritas atas ruang digital, dengan selalu berorientasi kepada nilai-nilai baik manusia sebagai tujuannya,” paparnya.
Sementara itu, Zulfan Arif memaparkan, Microsoft telah mengumumkan tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020. Dalam laporan berjudul “Digital Civility Index (DCI)”, Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei untuk tingkat kesopanan, sekaligus menjadi yang terendah di Asia Tenggara.
“Lalu, mengapa harus etis dalam bermedia sosial? Perkembangan komunikasi digital memiliki karakteristik komunikasi global, yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya,” kata Zulfan.
Ruang digital dengan berbagai perbedaan kultural dan pertemuan secara global tersebut, sangat mungkin menciptakan standar baru tentang etika. Agar aman dalam melakukan aktivitas digital, pemerintah telah membuat 4 Pasal UU ITE yang mengatur etika bermedia sosial.
“Yakni UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). (Pasal 27, 28, 29, dan 30),” paparnya.
Sebagi pembicara terakhir, Zusdi F menjelaskan, kebebasan berekspresi adalah hak setiap orang untuk mencari, menerima, dan menyebarkankan informasi dan gagasan dalam bentuk apa pun dan cara apa pun.
“Termasuk ekspresi lisan, tercetak maupun melalui materi audiovisual serta ekspresi budaya, artistik, maupun politik,” ujar Zusdi. Ia menambahkan, perkembangan teknologi dan informasi telah menyediakan platform baru untuk menyalurkan kebebasan berekspresi, salah satunya melalui media sosial, seperti Twitter, FB, IG, dan Youtube.
Menurutn Zusdi F, media sosial merupakan sarana untuk mewujudkan kebebasan berpendapat dan kebebasan berkespresi. Namun, kebebasan berpendapat atau kebebasan berekspresi melalui media mana pun tidak tanpa batas dan tanpa etika.
“Kebebasan dibatasi hak-hak orang lain untuk diperlakukan secara layak dan adil. Kita harus memanfaatkan kebebasan berpendapat dan berekspresi untuk menyampaikan ide dan gagasan yang positif. Media sosial kita manfaatkan sebagai wadah untuk membangun kepedulian generasi muda,” jelasnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Aulia bertanya, saat banyak nilai luar yang dapat diakses oleh kita.
“Namun terkadang nilai-nilai tersebut tidak selaras dengan nilai dan budaya kita. Sebenarnya, kemudahan masuknya nilai dan budaya ini dalam era digital baik atau tidak? Lalu bagaimana menanggulanginya?” tanyanya.
“Sesuatu hal pasti ada dampak positif dan negatifnya. Untuk itu, adanya literasi digital ini diharapkan agar dapat memberikan kita pemahaman yang baik mengenai pentingnya menggunakan dan memanfaatkan konten digital dengan sebaiknya,” jawab Abdul.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.