Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Jangan Hanya Diam, Lawan Cyberbullying Sekarang!”. Webinar yang digelar pada Kamis, 1 Juli 2021, di Kabupaten Serang itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Daniel J Mandagie (Kaizen Room), Dr Yuyun Purbokusumo (dosen MKP Fisipol UGM), Abdul Rohim (Redaktur Langgar.co), dan Delviero Nigel Matheus (Kaizen Room).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Daniel J Mandagie membuka webinar dengan mengangkat subtema “Smart Netizen, Pahami Dampak Cyberbullying di Indonesia”.

Ia mengatakan, media sosial adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain, yang para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi, berbagi, dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual tanpa dibatasi oleh ruang ruang dan waktu.

“Perubahan yang kita rasakan selama 20 tahun terakhir adalah cara berkomunikasi. Media sosial saat ini tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga wadah untuk mencari informasi. Bisa dikatakan, kita menghabiskan lebih banyak waktunya di sosial media dibandingkan media lainnya,” kata Daniel.

Dalam bermedia sosial, Daniel mengatakan bahwa kita harus berhati-hati. Sebab, terdapat beberapa jenis informasi, yakni mis-informasi, dis-informasi, dan mala-informasi. Mi-sinformasi adalah koneksi yang salah dan konten yang menyesatkan.

“Di-sinformasi adalah konten yang salah konten yang dimanipulasi konten palsu, mala-informasi adalah membocorkan rahasia, pelecehan, fitnah, dan ujaran kebencian,” terangnya.

Yuyun Purbokusumo menambahkan, tantangan bermedia digital itu cukup beragam karena terdiri atas hoaks, ujaran kebencian, perundungan siber, kekerasan daring, paham radikalisme, kekerasan, pornografi, intoleransi, kebocoran data pribadi, hingga tindak perdagangan orang.

“Untuk itulah diperlukan etika digital, yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Setidaknya, lanjut Yuyun, ada empat pilar etis dalam dunia digital. Pertama, kesadaran penting dalam beretika. “Maksudnya adalah melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan. Lalu integritas karena media digital sangat berpotensi manipulatif. Tanggung jawab berkaitan dengan dampak atau akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan, serta kebajikan menyangkut hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan dan kebaikan,” paparnya.

Sementara itu, Abdul Rohim mengatakan, cyberbullying adalah perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel.

Sedangkan menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.

“Jadi, terdapat perbedaan kekuataan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam hal merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental. Cyberbullying bisa menimpa kita dan sebaliknya kita secara tidak sadar melakukannya,” jelas Abdul.

Ia menambahkan, pentingnya memahami ruang digital sebagai ruang tumbuhnya cyberbullying. Sebab, ruang digital saat ini menjadi dunia baru, yang berusaha menyerap aktivitas manusia, dari realitas konkret ke dunia maya.

“Hal ini tanpa disadari memengaruhi aktivitas kemanusiaan kita, baik dengan diri sendiri maupun manusia di sekitar kita,” tambahnya. Adapun dampak dari cyberbullying secara mental adalah merasa kesal, malu, bodoh, bahkan marah.

“Bersikap di ruang digital itu bebas, tetapi tetap bertanggung jawab. Media sosial merupakan sikap pribadi hasil olah budi manusia di dunia real, yang di-geret masuk di dunia digital. Aktor utama dari dunia digital adalah manusia, makanya kita harus senantiasa bisa memanusiakan manusia di mana pun berada”.

Delviero Nigel sebagai pembicara terakhir menambahkan cyberbullying adalah penyalahgunaan internet untuk melecehkan, mengancam, mempermalukan, dan mengejek orang lain melalui media digital.

Contoh perilaku cyberbullying adalah menyebar kebohongan tentang seseorang, memuliakan kata-kata menyakitkan di kolom komentar, meniru atau mengatasnamakan seseorang (akun palsu), mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan via chat. Lalu posting foto/video yang memalukan atau menyakitkan seseorang, mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka.

“Jangan sampai apa yang kita posting serta ketika kita menjadi konten negatif karena mengikuti tren, kita menjadi tidak memanusiakan manusia. Jika cyberbullying dibiarkan tanpa tindakan lanjut, orang yang menyaksikan dapat berasumsi bahwa cyberbullying adalah perilaku yang diterima secara sosial,” kata Delviero.

Salah satu peserta bernama Prianbudi bertanya, seiring majunya dunia digital, kebudayaan buruk juga semakin banyak muncul. Salah satunya, cyberbullying kepada orang yang melakukan kesalahan di dunia nyata. “Apakah wajar dan pantas pelaku kesalahan di dunia nyata mendapatkan bully-an melalui dunia digital?”

“Ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita membalas. Biasanya kita berpedoman pada nilai-nilai etik manusia, kita harus merasakan apa yang orang lain rasakan sehingga kita menyadari itu di ruang nyata dan bisa menerapkan itu di dunia nyata menjadi koleratif, jangan melakukan penghakiman sendiri,” jawab Abdul.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.