Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Ada Apa dengan Dunia Digital?” Webinar yang digelar pada Rabu (21/7/2021) di Kabupaten Serang, diikuti oleh ratusan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dewi Rahmawati, S.Kom (Product Manager at Localin), Teguh Setiawan (Wartawan Senior), Sopril Amril (Tempo Institute), dan Dr. Rahmawati.,SE.MM (Asesor Pendamping Kewirausahaan BNSP). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.
Waspada
Dewi Rahmawati membuka webinar dengan mengatakan bahwa, masyarakat harus waspada saat berkomunikasi atau bertransaksi secara digital baik yang dikenal ataupun tidak.
“Masyarakat banyak yang menggunakan transaksi digital dengan alasan mudah diakses. Aplikasi online sangat mempermudah proses melakukan transaksi tanpa perlu tatap muka langsung. Proses transaksi juga menjadi cepat karena semua dilakukan secara online,” tuturnya.
Selain itu, transaksi digital juga dapat melewati batas negara, sehingga Anda bisa masuk ke pasar internasional dengan lebih mudah dan murah. Meski begitu, Dewi mengingatkan agar selalu waspada dengan adanya tindak kejahatan.
“Tips aman dalam transaksi digital yakni pastikan aplikasinya resmi, diawasi OJK. Hanya bertransaksi di ekosistem aplikasi yang telah disediakan. Hanya berbagi data pribadi melalui aplikasi atau website, pastikan link website merupakan milik perusahaan tersebut dan angan menggunakan wifi publik saat bertransaksi,” katanya.
Teguh Setiawan menambahkan, budaya digital dibentuk oleh penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Kemudahan berinteraksi lintas tempat dan lintas kelompok sosial, menjanjikan model hubungan sosial baru yang lebih setara dan egaliter.
Adapun hambatan dan tantangan budaya digital, yakni ketimpangan akses, kejahatan lama wujud baru berupa penipuan dan pencurian, kekerasan serta ancaman dan prasangka (labeling).
“Kecepatan bisa berbanding terbalik dengan ketepatan, kedalaman dan bahkan kebenaran. Mesin dan algoritma akan semakin dominan, manusia sebagai perancang dan pengguna perlu mewaspadainya,” ujar Teguh.
Pentingnya etika
Ia mengatakan, beretika digital penting. Sebab, pengguna internet berasal dari berbagai latar belakang dengan bahasa, budaya dan keyakinan masing-masing. Sehingga, kekaburan identitas (anonymity) karena ketidakhadiran fisik sangat membuka kemungkinan untuk bertindak buruk tanpa ketahuan.
“Perbaiki perilaku digitalmu. Hindari komentar ngawur, berisi informasi palsu, fitnah, atau kebencian. Perhatikan etika sosial sebab perilaku merupakan jejak digital dan ada ancaman UU ITE dan UU KUHP,” paparnya.
Sopril Amril turut menjelaskan, dunia digital menurut Technopedia mengacu pada dunia komputer virtual, lebih khusus lagi media elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi komunikasi online.
“Dunia maya adalah media elektronik dalam jaringan komputer yang banyak dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah maupun timbal-balik secara online (terhubung langsung). Fitur inti dunia maya adalah lingkungan interaktif dan virtual untuk berbagai peserta,” jelasnya.
Ia menjelaskan, cyber culture adalah budaya yang lahir karena interaksi masyarakat dengan internet, sehingga menghasilkan paradigma berpikir dan berintegrasi masyarakat melalui teknologi informasi.
Sebagai pembicara terakhir, Dr. Rahmawati mengatakan, fungsi media digital adalah sebagai tempat bersosialisasi, menemukan ide kreatif, membuka usaha bisnis, media promosi, update info terkini, dan saling membantu sesama.
Konten negatif
Sayangnya, di media digital kerap ditemui konten-konten negatif yang sangat berbahaya. Salah satunya adalah ujaran kebencian. Menurut Rahmawati, ujaran kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain.
“Ujaran kebencian mendorong terjadinya kebencian kolektif, diskriminasi, pengucilan dan kekerasan hingga pembantaian etnis. Bentuk ujaran kebencian Penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan yang tidak menyenangkan, provokasi, menghasut dan menyebarkan berita bohong,” tuturnya.
Selain itu, terdapat tindak kejahatan, seperti cracker yang akan mengambil data-data untuk kepentingan pribadi. “Lalu ada spamming, phising, dan carding. Sesuai namanya carding akan membobol kartu kredit orang lain dan memanfaatkan kartu kredit korban untuk berbelanja online sebanyak-banyaknya,” pungkas Rahmawati.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Cristian Jason menanyakan, bagaimana menghindari phising data yang dapat merugikan?
“Kalau uangnya dalam jumlah besar bisa dilaporkan ke perbankan dengan melampirkan bukti-bukti, dengan pengalaman saya kalau kita menggunakan kartu kredit itu pasti akan mengirimkan kode OTP hal itu jangan langsung kita klik oke. Sebab, perusahaan besar tidak mungkin akan mengirimkan hadiah melalui SMS atau Whatsapp,” jawab Rahmawati.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.