Indonesia menganut dasar Pancasila, di mana masyarakat kita dalam berkehidupan harus saling bertoleransi dan saling menghormati. Namun sering kali ditemukan saat berkegiatan di dunia digital, terdapat orang yang lebih tua berkomentar negatif di sosial media.

Sebagai generasi muda, kita memiliki tanggung jawab untuk menegur mereka, tetapi pastinya dengan cara yang tidak membuat mereka tersinggung dan tidak menyebabkan ketegangan yang dapat berdampak pada hal negatif. Tunjukkan langsung kebenarannya kepada mereka dengan menggunakan bahasa yang santai dan tidak menggurui. Ini adalah salah satu bentuk kepedulian dan tanggung jawab kita terhadap menjaga ekosistem digital agar tetap aman dan nyaman bagi sesama.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Kreatif Lestarikan Nilai-Nilai Pancasila di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa (28/9/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir AA Subandoyo (Klipaa.com), Wulan Tri Astuti, S.S., M.A. (Dosen Ilmu Budaya UGM & IAPA), Daru Wibowo (Marketing Consultant), Akhmad Nasir, S.Sos. (Direktur DOT Studio), dan Shafa Lubis (Anggota @intothelightid & Finalis Abang None Jakarta Selatan 2020) selaku narasumber.

Literasi digital

Dalam pemaparannya, Daru Wibowo menyampaikan, “Bentuk keakraban, bentuk model sosial itu berubah dratis. Kini emua serba digital, bahkan arisan pun sekarang sudah digital. Internet bisa membuat budaya baru, padahal internet ini hanya alat. Seharusnya kita yang mengarahkan, tetapi ketika kita tidak punya literasi kita yang akan terbawa. Kalau kita sering melihat seorang tokoh, perilaku ita akan terbentuk seperti tokoh tersebut itu juga. Budaya itu terbentuk dari ada yang karena dipaksa, terpaksa, biasa, suka dan akhirnya menjadi budaya.”

“Proses ini bisa kita lakukan agar membentuk budaya. Banjiri internet dengan konten positif yang lebih banyak lagi. Internet mempunyai pengaruh yang positif, seperti mendekatkan yang jauh. Namun sebaliknya juga dapat menjauhkan yang dekat. Ada perilaku yang memang harus kita perbaiki. Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan pertama-tama selaku lakukan klasifikasi apakah suatu konten bermanfaat atau tidak, mengajak semua orang berpartisipasi terhadap hal positif, dan menularkan perilaku digital yang positif dalam rangka menunjang kesejahteraan bersama.”

Shafa Lubis selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan, kita bisa melaksanakan nilai-nilai Pancasila dari hal yang kecil, misalnya dengan menerapkan toleransi di media digital dan lebih bijak menghargai perbedaan. Ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang followersnya banyak, tetapi kita semua.

Netizen itu beragam, kita tidak tidak bisa mengeneralisasi; ada influencer yang followers sudah lebih terbuka, ada juga yang tidak. Indonesia sudah digeneralisasi kalau semua netizennya tidak sopan, padahal tidak juga. Masih banyak warga Indonesia yang berliterasi digital dengan baik. Menurutnya sila yang paling penting itu persatuan Indonesia, dan kalau kita mengamali sila ini mau bagaimana pun perbedaannya tetap akan bisa diterima.

Teknologi

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Syaqilla Aimi menyampaikan pertanyaan, “Pada era digital ini pemanfaatan teknologi secara baik menjadikan kunci utama dalam nilai karakter peserta didik, dan yang menjadi turunnya moral sejalan dengan turunnya pemahaman dan pengamalan Pancasila, ilmu pengetahuan yang kurang, bahkan karakter pada peserta didik adalah karena penyimpangan, penggunaan teknologi dan internet. Lalu bagaimana cara kita membentengi diri dari pengaruh buruk penggunaan teknologi saat ini?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh AA Subandoyo, “Saya percaya kalau sekolah ini tidak hanya benteng tetapi juga alat untuk memproduksi karakter. Harapan kita tertumpu pada sekolah. Kita butuh kreativitas. Misalnya sekolah di Aceh berteman dengan sekolah di Papua. Kondisi menjadi penting bukan hanya dipaksa, terpaksa tetapi juga diberi hadiah atau reward. Misalnya, setiap Senin siswa yang berkontribusi secara positif di media digital diberi penghargaan, jadi tercipta perasaan kalau kita berbuat baik dengan dihargai dan diapresiasi.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.