Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Media Digital sebagai Ruang Dialog Antar Komunitas Agama”. Webinar yang digelar pada Rabu, 29 September 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ridwan Muzir (Peneliti dan Pengasuh Tarbiyahislamiyah.id), Irfan Afifi (Budayawan dan Founder Langgar.co), Saeroni SAg MH (Head of Studies Center for Family and Social-Welfare UNU), dan Diana Balienda (Kaizen Room).

Ridwan Muzir membuka webinar dengan mengatakan, orang yang punya skill digital adalah orang yang mampu atau bisa melakukan sesuatu dengan teknologi digital itu. “Kalau skill-nya tinggi, dia bisa melakukan banyak hal dengan teknologi digital. Kalau skill-nya jongkok, sedikit yang bisa dia lakukan. Cuma bisa pencet on-off, membaca, dan menonton. Internet adalah teknologi. Alat. Bisa dipakai untuk kebaikan atau keburukan.”

Dalam hal dialog antar-agama, kecakapan digital apapun yang dimiliki, di level kemahiran mana pun seseorang berada, tidak akan ada gunanya jika dasar kecakapan untuk berdialog itu bukan cinta dan tidak dilakukan demi momen berkasih sayang.

Irfan Afifi menambahkan, ruang digital saat ini menjadi dunia baru, yang berusaha menyerap aktivitas manusia, dari realitas konkrit ke dunia maya, bahkan sekarang muncul hiper-realita.

“Hal ini tanpa disadari memengaruhi aktivitas kemanusiaan kita. Baik dengan diri sendiri maupun manusia lain di sekitar kita. Terutama ketika bermedia sosial. Kecepatan dan kebebasan yang ditawarkan seringkali, membuat otomatisasi,” ujarnya.

Menurutnya, menjaga ruang digital merupakan sikap pribadi hasil olah budi manusia di dunia riil yang diseret masuk di dunia digital. Karena bagaimanapun aktor utama dari dunia digital adalah manusia maka kita harus senantiasa bisa memanusiakan manusia untuk kebaikan bersama ruang digital kita.

Saeroni turut menjelaskan, aplikasi berbasis internet, memungkinkan setiap penggunanya berinteraksi satu sama lain, dengan menciptakan konten informasi dan membagikannya dan juga menerima informasi dari pengguna lainnya.

“Pahami apakah informasi atau konten yang diunggah atau akan dibagi adalah benar? Biasakan kroscek dengan sumber terpercaya. Apakah materi tersebut bermanfaat dan mungkin dapat menolong teman dan keluarga kita yang menerimanya? Teknologi hendaknya digunakan untuk kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain,” tuturnya.

Sebagai pembicara terakhir, Diana Balienda mengatakan, karakteristik digital society yakni cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur, dikarenakan tersedianya beberapa opsi.

“Mereka senang mengekspresikan diri, khususnya melalui platform media sosial. Terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi melainkan dengan mencari, masyarakat digital lebih senang untuk mencari sendiri konten/informasi yang diinginkan. Tidak ragu untuk men-download dan upload,merasa tidak eksis bila tidak meng-upload. Berinteraksi di media sosial, berbagi dan melakukan aktivitas kesenangan bersama,” jelasnya.

Dalam sesi KOL, Cinthia Karani mengatakan, kita perlu memperbanyak dan menambah pengetahuan terutama yang berkaitan dengan agama, tapi tentunya kita harus filter informasi yang ada pastikan kita membaca dan mencarinya dari sumber yang kredibel.

“Dalam menghadapi isu-isu yang marak terjadi pada saat ini tentunya perpecahan antar-umat agama, padahal semua agama mengajarkan kebaikan, untuk itu kita harus mengontrol atas apa yang kita lihat, baca. Janganlah gampang percaya dan mudah terpancing atas suatu hal yang kita temukan di media digital,” tuturnya

Salah satu peserta bernama Mebi Defitra menanyakan, bagaimana cara kita menyikapi apabila ada orang yang berdebat di media sosial yang menyinggung agama yang terkesan mem-bully?

“Kalo kita menemukan orang awam yang menyebarkan kebencian kita dapat mengingatkan mereka dengan baik bahasa yang santun tentunya dengan sumber dan informasi yang kredibel,” jawab Saeroni.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.