Disrupsi sosial dan ekonomi akibat pandemi Covid-19 begitu terasa. Di Indonesia, pandemi menyebabkan banyak orang berkurang pendapatannya secara dramatis, bahkan kehilangan pekerjaan. Cara-cara baru menggerakkan lagi roda perekonomian mesti dilakukan, meningkatkan literasi dapat menjadi katalisnya.
Dampak pandemi Covid-19 dalam hal perekonomian masyarakat sangat besar. Baik pekerja sektor formal maupun nonformal terimbas. Selain itu, jumlah penduduk miskin juga meningkat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2021 menyebutkan, terdapat 19,1 juta orang (9,3 persen penduduk usia kerja) yang terdampak pandemi. Dari jumlah itu, sebanyak 15,72 juta penduduk bekerja mengalami pengurangan jam kerja; 1,62 juta orang menjadi pengangguran; 1,11 juta orang sementara tidak bekerja; dan 0,65 juta orang masuk dalam kategori Bukan Angkatan Kerja (BAK) akibat Covid-19. Sementara itu, jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 tercatat 27,54 orang, meningkat 1,12 juta orang dibandingkan Maret 2020.
Menghadapi persoalan kesejahteraan masyarakat di depan mata, bangsa ini membutuhkan gaman untuk memerangi pengangguran dan kemiskinan. Salah satu senjata yang paling ampuh adalah literasi. Literasi akan mencerdaskan dan membuat masyarakat berdaya sehingga kualitas hidup membaik.
Baca juga:
Peran Nyata Perpustakaan untuk Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Kuatkan Literasi, Luaskan Dampak
Peran perpustakaan
Peningkatan literasi masyarakat demi tercapainya masyarakat yang sejahtera diupayakan dengan beragam cara, dan perpustakaan berperan penting dalam hal ini. Sejak 2018, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) mengusung program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Fokusnya adalah melayani seluruh masyarakat, tidak sekadar lewat buku fisik, tetapi juga beragam pelatihan keterampilan yang relevan bagi masyarakat dan dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan.
“Dengan program ini, masyarakat mempunyai peran ganda. Tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga menyejahterakan dengan transfer ilmu dan pendampingan, supaya ada nilai tambah yang didapat masyarakat dari perpustakaan,” tutur Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Deni Kurniadi.
Pelatihan keterampilan diberikan perpustakaan di daerah-daerah dengan melihat relevansi keterampilan tersebut dengan potensi sekitar. Pelatihan yang sudah dilakukan antara lain pengolahan sumber daya alam setempat (rotan, purun, atau daun kelor), pertanian, peternakan, memasak, dan pemanfaatan limbah untuk aneka kerajinan.
Pada masa pandemi ini, ketika banyak masyarakat menjadi lebih rentan, kontribusi perpustakaan tampak kian nyata. Hal ini dirasakan langsung salah satunya oleh Adi Dwi Putra (20), pemuda Desa Pelajau Ilir, Banyuasin, Sumatera Selatan.
Adi mengalami pemutusan hubungan pekerjaan (PHK) dari perusahaan leasing tempatnya bekerja. Ketika menganggur, ia mengikuti pelatihan beternak lele yang diselenggarakan perpustakaan desa. Setelah itu, ia mulai membuat kolam untuk beternak lele, mulanya 1 dan sekarang ia sudah memiliki 4 kolam. Pendapatannya dari sini sekitar Rp 1,5 juta per bulan.
Cerita lain datang dari Norma Yunita, warga Desa Puruk Kambang, Kalimantan Tengah. Suaminya, yang merupakan sopir, mengalami PHK dari perusahaan tambang tempatnya bekerja. Beruntungnya, Norma dapat menyambung nafkah dari hasil berjualan sambal khas Dayak, usaha yang ditekuninya bersama ibu-ibu lain anggota Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Keterampilan membuat sambal diperolehnya dari pelatihan yang diadakan perpustakaan desa.
Menyadari betapa besarnya manfaat program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial untuk masyarakat, Perpusnas terus mendorong kolaborasi dengan pemangku kepentingan lain, untuk bersama-sama meningkatkan masyarakat. “Di tingkat pusat, sinergi sudah baik, tetapi kolaborasi di daerah harus terus kita dorong,” ujar Deni.
Deni mengatakan, setidaknya ada tiga cara mempercepat kolaborasi itu. Pertama, dibuatnya regulasi untuk program sinergitas di daerah, seperti pergub atau perbup. Kedua, mendorong pemerintah daerah dengan pihak swasta dan pelaku atau lembaga filantropi. Ketiga, pengoptimalan pemanfaatan dana desa untuk membangun perpustakaan desa dan memfasilitasi kegiatan-kegiatannya. Perpustakaan kian maju, masyarakat pun semakin sejahtera. [NOV]