Di era digital saat ini, bukan hanya kita dibanjiri informasi namun bahkan bisa dikatakan kita dilanda tsunami informasi. Kita sudah memasuki era post-truth yang bukan lagi berdasarkan fakta namun dari siapa informasi yang diterima. Saat ini penyebaran hoaks juga sudah dijadikan lahan pendapatan. Kabar bohong yang biasa ditemui di ruang digital dikenal sebagai hoaks, berita palsu (fake news), kekacauan informasi, dan distorsi informasi.

Di masa pandemi saat ini, penyebaran informasi yang simpang siur dinamakan infodemik, atau kondisi di mana kebenaran memudar akibat empat tren, yaitu meningkatkan ketidaksetujuan atas fakta dan interpretasi analisis terhadap fakta dan data; kaburnya batas antara fakta dan opini; meningkatnya volume dan pengaruh dari opini; dan menurunnya kepercayaan pada sumber informasi faktual. Misal, situs pedulilindungi.id ditiru oleh situs bodong pedulilindungia.com yang bertujuan untuk mencuri data pengguna.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks²)”. Webinar yang digelar pada Rabu (22/9/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Yolanda Presiana Desi, S.I.P., M.A. (Dosen Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta & Japelidi), Dr. Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman), Dr. Arfian, M.Si. (Dosen & Konsultan SDM), Kokok Herdhianto Dirgantoro (Founder & CEO Opal Communication), dan Ayonk (Aktor, Musisi & Host) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Yolanda Presiana Desi, S.I.P., M.A. menyampaikan, “Dibutuhkan literasi digital untuk bisa melawan tersebarnya hoaks. Kita tidak cukup hanya mampu mengoperasikan berbagai perangkat TIK dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga harus bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk sebesarbesar manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.”

“Hal tersebut adalah sebuah tantangan yang berat, karena literasi digital Indonesia masih terbilang moderat atau rendah menurut Indeks Literasi Digital Nasional 2020, atau jika dibandingkan dengan negara lain juga masih rendah dengan posisi 144 dunia atau kedua terendah di G20 setelah India (menurut ICT Development Index 2017). Generasi tua, terutama bagi rentang usia lebih dari 65 tahun lebih mungkin untuk menyebarkan hoaks, yang disebabkan oleh telatnya mereka dalam mengenali internet dan media sosial sebagai digital immigrant, kemampuan literasi digital kurang memadai, dan kemampuan kognitif yang menurun karena usia.”

Ayonk selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, sebagai entertainer, kini sosial media sangat menguntungkan dengan dapat mencari ilmu dan dapat mendapatkan pemasukan. Mulai dari belajar bagaimana membuat konten yang menarik dan mencari koneksi, sehingga sangat disayangkan jika masih belum memanfaatkan sosial media untuk hal-hal positif dan produktif. Jangan ragu untuk menggunakan fitur sosial media dalam menghindari konten-konten yang membuat kita tidak nyaman dan aman. Kini dengan banyaknya hoaks dan kabar yang belum jelas tersebar luas, hal ini menjadi pelajaran untuk tidak hanya menjadi orang yang paling cepat sharing tapi harus bisa mengolah informasi yang diterima untuk bisa bertanggung jawab atas hal-hal yang dibagikan.

Literasi digital

Literasi digital membuat kita aware dan paham ketika menerima informasi, membangun benteng pertahanan kita dalam menggunakan ruang digital dan sosial media. Sebagai orang timur, kita sebaiknya gunakan etika dalam berhadapan dan berinteraksi orang lain, sambil membawa nilai-nilai bangsa Indonesia yang terkenal ramah-tamah dan bergotong royong. Sehingga penting untuk mencerminkan perilaku-perilaku tersebut dari dunia nyata, juga di ruang digital.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Jessica Kezia menyampaikan pertanyaan, “Walaupun perkembangan teknologi sangat pesat, berbeda dengan pola pikir manusia. Di Indonesia sendiri masih banyak warganya yang lebih percaya dengan omongan orang tanpa menilik lebih dalam mengenai informasi itu sehingga kabar palsu mudah sekali tersebar, terutama orang tua kita yang terkadang minim informasi. Bagaimana cara kita melatih orang tua kita untuk mengubah pola pikir tersebut secara non-formal (tidak melalui pendidikan/sekolah) supaya mereka tidak sembarang meneruskan informasi yang salah?”

Pertanyaan tersebut dijawab dengan lugas oleh Yolanda Presiana Desi, S.I.P., M.A. “Tingkat literasi masyarakat Indonesia memang masih rendah. Hal yang paling penting adalah kita jangan patah semangat untuk terus mengingatkan mereka sambil menggunakan tata bahasa yang baik, sopan, dan halus. Juga, lebih baik mengingatkan melalui jalur komunikasi pribadi. Hindari penggunaan bahasa yang menggurui, dan ikut berkolaborasi dalam melawan hoaks.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.