Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut literasi digital di Indonesia masih berada di tingkat sedang. Jika skor indeks berskala 1 sampai 5, indeks literasi digital di Indonesia masih berada di 3,47 yang berarti belum mencapai status baik.

Dalam Survei Indeks Literasi Digital yang diadakan Kemenkominfo dan Kata Data pada 2020, masing-masing sub-indeks memperoleh hasil skor sebagai berikut. Sub-indeks 1 Informasi dan Literasi Data 3,17; sub-indeks 2 Komunikasi dan Kolaborasi 3,38; sub-indeks 3 Keamanan 3,66; dan sub-indeks 4 Kemampuan Teknologi 3,66.

“Hal ini berarti Indonesia masih punya pekerjaan rumah dalam meningkatkan kecakapan digital masyarakat secara merata,” kata Direktur Pemberdayaan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Bonifasius Wahyu Pudjianto, dikutip Antara.

Mendesaknya kemampuan literasi digital masyarakat disebabkan karena saat ini Indonesia sedang berada pada masa percepatan transformasi digital. Masyarakat dituntut untuk tidak hanya mampu mengoperasikan perangkat yang tersambung internet sehari-hari, tetapi juga bagaimana mengoptimalkan penggunaan perangkat tersebut agar bisa membawa manfaat untuk diri sendiri maupun orang lain.

Percepatan transformasi digital

Meskipun indeks indeks literasi digital Indonesia sudah lebih baik dari kondisinya sebelumnya, yaitu di level rendah, pemerintah tetap mengusahakan berbagai upaya pembangunan sumber daya manusia sekaligus infrastruktur teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) yang gencar dilakukan saat ini.

“Data survei literasi digital di 34 provinsi makin cepat, terjangkau, dan tersebar hampir seluruh pelosok. Literasi digital kita berada di posisi sedang. Hal ini memberikan bukti ternyata selaras dengan laporan indeks pembangunan manusia,” ungkap Wahyu saat peluncuran Ruang Literasi Digital bersama platform Ruangguru, Rabu (10/11/2021).

Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, ada lima hal yang harus dilakukan untuk percepatan transformasi digital. Mulai dari percepatan perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital, penyediaan layanan internet di 12.500 desa atau kelurahan serta titik-titik layanan publik, mempersiapkan road map transformasi digital di sektor strategis, mempercepat integrasi pusat data nasional, mempersiapkan regulasi dan skema pendanaan, dan mempersiapkan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang bertalenta dan memiliki mindset  digital.

Keberadaan infrastruktur digital inklusif dan merata adalah prasyarat agar transformasi digital dapat menjangkau setiap orang. Beberapa upaya pemerataan pembangunan infrastruktur digital yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia meliputi pergelaran jaringan serat optik backbone, pengembangan jaringan fiber-link dan microwavelink, peluncuran 9 satelit telekomunikasi, dan pembangunan 559.000 stasiun pemancar sinyal (base-transceiver stations/BTS). Selain itu, pemerintah telah menerapkan skema pembiayaan campuran (blended financing scheme) yang diharapkan mampu meningkatkan rasio tautan internet secara berkelanjutan sekaligus memperkecil kesenjangan digital di Indonesia.

Sebagai leading sektor dalam akselerasi transformasi digital Indonesia, Kemenkominfo menuangkan perwujudan agenda prioritas tersebut ke dalam Peta Jalan Indonesia Digital 2021–2024. Program ini merupakan pedoman strategis pelaksanaan akselerasi transformasi digital Indonesia bagi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan, baik dari sektor publik maupun privat.

“Peta Jalan Indonesia 2021–2024 disusun sebagai pedoman strategis perjalanan Indonesia menjadi bangsa digital, yang dilaksanakan melalui empat pilar, yaitu infrastruktur digital, pemerintahan digital, masyarakat digital, dan ekonomi digital,” papar  Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dalam Sesi Pertama Pertemuan Tingkat Menteri G20 Bidang Digital, beberapa waktu lalu.

Kominfo memerangi serangan siber

Menurut penelitian yang dilakukan HootSuite dan We Are Social dalam laporan bertajuk Digital 2021, pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau sekitar 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020. Tak heran apabila Indonesia digadang-gadang menjadi negara dengan jumlah pengguna internet terbesar keempat di dunia.

Pesatnya pertumbuhan masyarakat digital disertai dengan derasnya laju pertukaran data dan informasi, tentu tak lepas dari risiko serangan siber. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), tercatat ada 888.711.736 serangan siber di Indonesia dari Januari hingga Agustus 2021. Sementara itu, menurut riset dari Lembaga Riset Keamanan Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), per November 2021 ada sekitar 1,3 miliar serangan siber yang dialami Indonesia.

Situs itsupplychain.com pernah menerangkan, peluang masyarakat Indonesia terkena serangan siber bisa mencapai 76 persen. Sedangkan, data Kemenkominfo sendiri menyebutkan bahwa sekitar 800.000 situs di Indonesia telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu. Rendahnya literasi digital ditambah dengan belum adanya payung hukum dalam pencegahan serangan siber, membuat masyarakat Indonesia rentan terkena berbagai ancaman siber, seperti malware hingga phising.

Ditambah lagi, maraknya penyebaran konten negatif seperti hoaks, ujaran kebencian atau hate speech, cyberbullying, penipuan, dan radikalisme turut menambah daftar hitam serangan siber. Untuk mengatasi persoalan ini, Kemenkominfo melalui Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) SiBerkreasi melakukan serangkaian sosialisasi literasi digital ke berbagai sektor, terutama ke pendidikan.

GLND SiBerkreasi memuat empat modul literasi digital, yaitu Budaya Bermedia Digital, Aman Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Cakap Bermedia Digital yang kegiatannya dilaksanakan di 34 provinsi, 514 kabupaten. Keempat modul ini disusun berdasarkan empat pilar utama literasi digital, yaitu digital culture, digital safety, digital ethics, dan digital skills.

Program ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan digital masyarakat terutama dalam hal penyebaran konten positif maupun produktivitas di dunia digital. Terhitung ada lebih dari 110 institusi dari komunitas, akademisi, lembaga pemerintahan, dan sektor privat yang tergabung dalam program ini.

Perlindungan data pribadi

Selain pencegahan ancaman siber saat bersosialisasi di dunia maya, aspek perlindungan data pribadi juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Maraknya kasus kebocoran dan pencurian data yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa proteksi data pribadi masih cukup lemah di Indonesia. Bocornya data pribadi seperti tanggal lahir, nama ibu kandung, nomor telepon, alamat domisili, hingga email pribadi dapat digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan.

Menyikapi kasus kebocoran data tersebut, Kemenkominfo dan DPR terus bekerja merampungkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) sejak Maret 2021. RUU ini sudah masuk daftar Program Legislasi Nasional 2021 dan pembahasannya sendiri telah berlangsung sejak 24 Januari 2020.

Ada tiga utama hal yang diatur dalam RUU Perlindungan Data Pribadi, yaitu warga sebagai subyek data (pemilik data pribadi), pihak pengendali data, dan pihak pemroses data. Nantinya ketiga hal ini harus saling berkomitmen untuk menjaga data yang terkait informasi pribadi agar tidak terjadi kebocoran yang berujung pada pelanggaran dan penyalahgunaan data.

Sembari menunggu finalisasi pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi, Kominfo juga sedang berupaya menyiapkan tata kelola pelaksanaan RUU PDP sekaligus terus mengedukasi masyarakat agar selalu waspada dan melindungi data pribadi. [*]