Bullying melalui media sosial (cyberbullying) dapat dilakukan melalui platform chatting, bermain gim, dan juga ponsel. Mereka yang menjadi pelaku cyberbullying di media sosial cenderung tidak memiliki etika sehingga tidak bisa membedakan bagaimana menyampaikan kritik, saran, dan bullying.
Selama pandemi Covid-19 ini, menurut survei World Health Organization, pada Juni hingga Agustus 2020 sebanyak 60 persen orang yang tersebar di 130 negara mengalami permasalahan kesehatan mental yang banyak disebabkan oleh cyberbullying. Ekosistem internet yang tidak sehat dengan adanya cyberbullying, berita hoaks, iklan palsu, provokasi, berita kekerasan, hingga pelecehan seksual online memang meningkat di masa pandemi.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Kamis, 29 Juli 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Hayuning Sumbadra (Kaizen Room), Novita Sari (aktivis kepemudaan lintas iman), Wulan Furrie MIKom (Dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI), Mathelda Christy Natalia T (Kaizen Room), dan Deasy Noviyanti (Instruktur Barre Workout) selaku narasumber.
Hayuning Sumbadra mengatakan, jangan pernah menormalisasi perundungan, karena bagaimana pun juga perundungan merupakan sikap yang tidak seharusnya dilakukan. Di sekolah kadang kita bercanda berlebihan, dan tidak sadar kalau hal tersebut merupakan perilaku bullying. Contoh perilaku perundungan, misalnya menyebarkan kebohongan tentang seseorang, mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan via chat, menuliskan kata-kata menyakitkan di kolom komentar, posting foto atau video memalukan atau menyakitkan seseorang, meniru atau mengatasnamakan seseorang seperti membuat akun palsu atau masuk melalui akun seseorang.
“Bagaimana cara kita menghadapi perundungan digital? Lakukanlah pembelaan dengan menyampaikan apa yang kamu mau sampaikan. Selain itu kita bisa meminta bantuan orang yang tepercaya, kumpulkan dan simpan bukti-bukti berupa screenshot, dan laporkan lewat fitur yang tersedia di media sosial. Media sosial memiliki tim yang selalu melihat laporan selama 24 jam di seluruh dunia, dengan lebih dari 50 bahasa,” katanya.
Deasy Noviyanti juga menyampaikan, dampak negatif internet itu cukup menyeramkan. Kritik dan komentar-komentar bisa langsung sampai ke kita tanpa filter. Kita harus kuat dari dalam. Khusus bagi anak, peran orangtua itu penting untuk mengajarkan bagaimana menyikapi hal-hal yang tidak bisa dihindari ini. Mereka harus bisa memberi solusi dan gambaran agar anak mengetahui harus melakukan apa ketika mendapat perlakuan seperti itu.
“Oleh karena itu, orangtua wajib mengetahui rambu-rambu etika dalam bermedia sosial. Selain itu, ajarkan anak untuk jangan terlalu sibuk bersaing dengan orang lain, tetapi bersainglah dengan diri sendiri, dan mereka harus tau cara mencurahkan kalau sedang ada tekanan, karena solusi bisa datang dari siapa saja entah orangtua, kakak, ataupun adik.” kata Deasy.
Salah satu peserta bernama Rizki Pratomo bertanya, “Bagaimana peran generasi milennial dan perempuan dalam menangkal dan mengurangi cyberbullying yang banyak dilakukan secara digital? Mengingat banyak dari pengguna media digital di negara kita menggunakannya sebagai sarana cyberbullying.”
Hayuning Sumbadra menjawab, ini tidak hanya tanggung jawab satu orang tertentu, tetapi tanggung jawab semua pengguna internet. Siapa yang harus melakukan? Semuanya, mulai dari diri sendiri hingga mengingatkan orang lain. Kita semua berperan untuk mencegah cyberbullying.
“Efek cyberbullying baik besar ataupun kecil akan menimbulkan dampak. Membangun ekosistem yang baik di media sosial itu memang cukup sulit, tetapi kita sendiri yang harus sadar dan terus mendorong penggunaan internet dengan hal yang positif,” katanya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]