Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Senin, 11 Oktober 2021 di Kota Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Lina Miftahul Jannah, MSi – Dosen Universitas Indonesia, Pengurus DPP IAPA, Nurly Meilinda, SIKom, MIKom – Universitas Sriwijaya, Ridwan Muzir – Peneliti & Pengasuh tarbiyahislamiyah.id dan Dr Putu Eka Trisna Dewi, SH, MH – Dosen Universitas Ngurah Rai.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dr Lina Miftahul membuka webinar dengan mengatakan, dalam menggunakan media digital, diperlukan kecakapan digital.
“Kecakapan digital adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital. Hal ini perlu agar dapat membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital,” tuturnya.
Di dunia digital, juga rawan kejahatan, salah satunya adalah bullying, yang merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran. Cyberbullying adalah perundungan yang terjadi di dunia maya atau menggunakan teknologi digital.
Adapun cara menghindari cyberbullying yakni mulai dari diri sendiri jangan posting sembarangan, posting yang perlu dan penting, saring sebelum sharing. Jika terjadi sama diri kita, sampaikan keberatan, minta tidak diulangi, laporkan agar konten untuk di takedown.
Nurly Meilinda menambahkan, platform media sosial telah merevolusi kemampuan kita untuk terhubung melintasi kesenjangan sosial, politik, dan geografis. Perkembangan ini memberi peluang besar buat berekspresi. Namun juga memperluas dampak dan kerugian yang ditimbulkan melalui disinformasi dan ujaran kebencian.
“Dampak rendahnya literasi digital yaitu tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau provokasi yang mengarah pada segregasi sosial di ruang digital dan tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi dan malinformasi,” ujarnya.
Contoh perundungan online yakni menyebar kebohongan atau memposting foto memalukan tentang seseorang di medsos, mengirim pesan ancaman, menulis kata-kata yang menyakitkan di kolom komentar, meniru atau mengatasnamakan seseorang dan mengirim pesan jahat atas nama mereka.
Ridwan Muzir turut menjelaskan, bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan dan kekerasan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya.
“Sifat dasar perundungan tujuannya memang menyakiti, baik secara fisik maupun mental, terjadi atau dilakukan berulang kali, merupakan pola perilaku bukan kebetulan sekali dua kali, dilakukan oleh pihak yang berkuasa atau merasa berkuasa,” ungkapnya.
Adapun dampak perundungan digital secara mental yaitu sedih, kecewa, malu, rendah diri, merasa bodoh, marah. Secara emosi yaitu kehilangan minat, tidak pede murung, tidak bersemangat.
Cara mengatasi perundungan digital yaitu jangan balas komentar negatif dengan yang sama negatifnya, jangan serius komentar negatif yang ditujukan pada diri kita, blokir dan laporkan komentar negatif, pahami bahwa di dunia maya pendapat orang pasti berbeda-beda, jangan memendam sendiri berbagilah dengan orang yang dipercaya.
Sebagai pembicara terakhir, Dr Putu Eka mengatakan, bullying secara langsung atau cyberbullying seringkali dapat terjadi secara bersamaan, namun cyberbullying meninggalkan jejak digital sebuah rekaman atau catatan yang dapat berguna dan memberikan bukti ketika membantu menghentikan perilaku salah ini.
“Soal bully dalam bentuk penghinaan yang dilakukan di media sosial, UU ITE melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik,” katanya.
Dalam sesi KOL, Riska Yuvista mengatakan, dengan berkembang pesatnya internet semua sudah terkoneksi satu sama lain kita bisa saling sharing informasi. Namun, tidak sedikit banyak korban bullying, ujaran kebencian.
“Kita harus hati-hati dalam berkomentar, jangan salah pilih situs, tetap aware jangan mudah percaya dengan hoaks, lakukan hal yang positif, selama tidak merugikan orang lain jangan malu untuk menjadi diri sendiri,” pesannya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ananda Meitha menanyakan, bagaimana kita dapat membedakan antara bebas berpendapat dengan komentar yang nyinyir di sosial media?
“Memang kita manusia memiliki hal untuk menyatakan pendapat, nmaun hak kita untuk berpendapat tidak mutlak karena dibatasi dengan hak orang lain. Kalau kita sudah merasa melanggar dan orang lain sudah terganggu itu bukan hak berekspresi lagi dan sudah masuk cyber bullying. Ketika kita merasa kesal itu sudah masuk ranah cyber bullying, kita harus saling menghormati dan menghargai dan berhak untuk hidup nyaman di dunia digital,” jawab Nurly.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.