Tidak dapat dipungkiri bahwa anak-anak dan remaja telah saling menindas dan mengintimidasi sejak lama, jauh sebelum adanya komputer dan internet. Namun dengan adanya internet, kini sangat mudah untuk melakukan dan menjadi korban cyberbullying yang merupakan perbuatan penindasan yang terjadi di ruang siber; ruang di mana bisa dilihat orang banyak orang.

Indonesia menjadi negara dengan kasus cyberbullying terbesar nomor 1 di dunia; 193 remaja usia 12-15 tahun telah mengalami bullying secara online dan tidak berani melaporkan yang dialaminya. Media perantara bullying bisa dilakukan dari smartphone, messenger, website, dan lain sebagainya yang seringkali digunakan oleh anak dan remaja, terutama di era digital kini.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Senin, 11 Oktober 2021, pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Aina Masrurin (Media Planner Ceritasantri.id), Eva Yayu Rahayu (Konsultan SDM, Praktisi Keuangan & IAPA), Kiai M. Jadul Maula (Penulis & Budayawan), Eka Y. Saputra (Web Developer & Konsultan Teknologi Informasi), dan Astira Vern (Miss Tourism International 2019 & Content Creator) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Kiai M Jadul menyampaikan informasi penting bahwa “Tanpa kecakapan yang benar dan bertanggung jawab, teknologi digital bisa merusak diri sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa dan negara. Anak-anak yang kecanduan menjadikan anak menjadi tidak produktif; banyak tugas yang terbengkalai dan menjadikan mereka malas, maka bisa merusak diri sendiri dan menjadi tidak semangat. Teknologi digital ini banyak yang digunakan dengan tidak benar, tidak digunakan untuk tujuan yang positif. Banyak masyarakat dan lingkungan kita perlu menggunakan teknologi secara produktif. Perundungan digital merupakan perilaku berulang dengan teknologi digital yang ditujukan untuk mengancam, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran. Dampak bagi korban yaitu dampak psikologis, sosial, dan fisik, dan dampak bagi pelaku yaitu merusak diri sendiri. Perundungan digital bukanlah hal yang dapat diperangi, namun yang bisa dilakukan adalah memberikan dukungan terhadap korban. Oleh karena itu, perlunya pendidikan dan pemahaman bersosial media yang baik dan benar, sejak dini dan diajarkan di sekolah; tidak cukup hanya paham cara menggunakan device teknologi atau menggunakan platform media sosial semata, namun juga etika dan cara berkomunikasi dalam bermedia sosial itu sendiri.”

Astira Vern selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa ia melihat cyberbullying di era digital semakin lama semakin meningkat karena media sosial dan internet sudah menjadi kesehari-harian kita. Walau begitu, perlu dipahami bahwa menggunakan media sosial juga ada dampak negatifnya. Masih banyak yang menjadi korban dari bullying. Ia katakan bahwa perlu adanya polisi siber di ruang digital, dan kalau hanya mengandalkan UU maka masih ada yang melanggarnya. Hal yang perlu dilakukan juga adalah adanya edukasi dari diri sendiri. Dengan adanya komentar negatif juga membuat kita menjadi insecure dan depresi dan juga bisa menyebabkan bunuh diri, oleh karena itu bijaklah dan sopan saat berinteraksi di ruang digital. Balik lagi kepada reputasi dan image kita di media sosial; bermain media sosial mau menjadi apa, sadari bahwa adanya jejak digital, dan manfaatkan literasi digital untuk melakukan perubahan serta menjadi smart people.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Fitri Amalia menyampaikan pertanyaan “Di masa pandemi saat ini, kecakapan digital sangat dibutuhkan sekali bagi masyarakat, terutama bagi pekerja atau karyawan yang terkena dampak pemberhentian kerja. Saya berharap kecakapan digital dapat membantu perekonomian dengan produktif di dunia digital. Kecakapan digital apa saja yang harus di kembangkan dan dipelajari, terutama untuk masyarakat yang memerlukan pemasukan tambahan dengan memanfaatkan dunia digital?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Aina Masrurin, bahwa “Hal yang menjadi gerbang utama adalah di bidang kecakapan yaitu komunikasi dengan orang lain. Dengan komunikasi ia membantu kita mempermudah mendatangkan rezeki. Kalau mau berjualan bisa di marketplace dan manfaatkan media sosial untuk promosi. Berjualan tidak hanya barang tapi juga bisa berjualan jasa, seperti menjual soft skill di media sosial. Kalau kita bisa berkomunikasi dengan orang lain maka akan mempermudah jalan-jalan yang lain.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.