Pelecehan seksual di ranah digital, yang kemudian disebut juga kekerasan berbasis gender siber (KBGS), telah banyak meningkat. Jumlah kasus KBGS sepanjang 2020 mencapai 940 kasus; menurut data Komnas Perempuan jumlah tersebut mengalami peningkatan dari 241 kasus pada tahun 2019 menjadi 940 kasus di tahun 2021.

Pelecehan seksual di ranah online bahkan bukan hanya terjadi pada perempuan, tapi juga ada sejumlah laki-laki yang mengalaminya. Di survei tahun 2091-2020 terhadap responden yang berpendapat mengenai keamanan akun digital turun dari 83,2 persen menjadi 69,3 persen. Frustrasi dan stres berpotensi meningkatkan agresivitas, dan bisa jadi penyalurannya justru banyak dilakukan di media sosial, yang akhirnya bisa saja membuat seseorang terjebak dalam pelecehan seksual di ruang digital.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Stop di Kamu! Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (25/10/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Muhammad Mustafied (Sekretaris Nur Iman Foundation Miangi Yogyakarta), Muhammad Yunus Anis, S.S., M.A. (Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret), Mustaghfiroh Rahayu, M.A. (Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada), Andrea Abdul Rahman Azzqy, S.Kom., M.Si., M.Si.(Han) (Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta), dan Gina Sinaga (Public Speaker & Founder @wellness_worthy) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Muhammad Yunus Anis, S.S., M.A. menyampaikan, “Cyber safety adalah proses kita menggunakan gawai agar lebih aman. Bagaimana cara menjaganya? Dengan cara menjaga data pribadi. Tidak hanya keamanan personal, tetapi informasi personal juga. Ini yang harus kita jaga. Jangan sering-sering kita share karena bisa disalahgunakan oleh orang lain.”

“Terkait dengan perempuan dan hak digital, kita harus mampu mewujudkan hak digital perempuan secara optimal. Perempuan tidak boleh dianggap gagap digital. Pelecehan seksual khususnya di ranah digital, merupakan bagian dari cybercrime yang harus dilaporkan ke pihak berwajib. Pelecehan seksual merampas kebebasan, merusak dan mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, dan psikologis.”

Gina Sinaga selaku narasumber Key Opinion Leader menyampaikan, kita jangan panik ketika mendapatkan hal yang tidak menyenangkan di dunia online, tetapi kita harus tahu kondisi ini harus kita lalui dan tidak akan berlangsung selamanya. Kita juga tidak perlu menghakimi orang lain, cukup fokus dengan diri kita. Kalau menerima pelecehan seksual melalui media sosial, kita langsung report. Harus berani bertindak dan jangan diam saja; publish dan laporkan untuk memberi efek jera dan bisa ditindak lanjut lagi dengan menyertakan bukti-buktinya, sehingga kita bisa memberikan informasi dan membuat orang lain jadi waspada juga dengan harapan tidak mengalami hal yang serupa.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Yohana Ester menyampaikan pertanyaan, “Bagaimana kita mengedukasi anak usia SD supaya dapat membedakan bahwa hal yang ditonton itu mengandung konten yang menjurus ke pelecehan seksual, karena sekarang sudah banyak konten yang dikemas secara apik tetapi ternyata inti dalamnya adalah video asusila?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Mustaghfiroh Rahayu, M.A. “Terkait dengan mengedukasi anak-anak usia SD, ini harus kolaborasi. Tidak bisa ditangani satu pihak saja; kolaborasi keluarga, sekolah, dan orang-orang di rumah untuk menjelaskan kepada anak-anak mengenai pelecehan seksual. Ini harus dijelaskan ke anak-anak sudah; tidak zamannya lagi kita sungkan. Kita harus sampaikan mana bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, kenapa tidak boleh disentuh, dan siapa saja yang boleh menyentuh. Sehingga timbul kesadaran anak-anak mengenai tubuhnya, bahwa tubuhnya harus dia jaga. Setelah itu, jelaskan isu penting merupakan organ reproduksi dan hal yang berkaitan dengan seksualitas. Kalau bisa jangan main game online yang gratisan, karena iklan-iklannya sangat berbahaya.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.