Kebebasan berekspresi dapat kita temukan dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpendapat tanpa intervensi dan untuk mencari, menerima, dan berbagi informasi dan ide melalui media apapun dan tanpa memandang batas negara.

Terkait itu, ada pun digital ethics yang harus diterapkan agar ada tata kelola etika dalam kebebasan berekspresi. Perlu memperhatikan norma kesopanan agar tidak berujung pada pencemaran nama baik ataupun pelanggaran terhadap norma kesusilaan, misal dalam bentuk pornografi.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Paham Batasan di Dunia Tanpa Batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 25 Agustus 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Amni Zarkasyi Rahman SAP MSi (Dosen Pengajar Universitas Diponegoro), Mochamad Azis Nasution (Pemimpin Redaksi Channel9.id), Bambang Suryantoro (Mekar Pribadi, praktisi seniman, advokat, dan motivator), Sri Astuty SSos MSi (Staf Pengajar Universitas Lambung Mangkurat dan Japelidi), Ayu Rachmah (automotive enthusiast, influencer) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Mochamad Azis Nasution menyampaikan bahwa literasi digital dalam konteks budaya adalah bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam menggunakan media sosial. Kita sebagai pengguna media digital harus cakap berbudaya dalam bermedia sosial, yaitu dengan landasan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika untuk memproduksi konten, distribusi konten, partisipasi aktif, dan kolaborasi.

“Netizen yang berbudaya adalah yang mampu berpikir kritis, menerima setiap perbedaan yang ada, tidak terjebak kepada pemahaman yang paling benar, obyektif dan proporsional mengedepankan akal sehat ketimbang emosi, dan selalu gotong-royong berkolaborasi menyebarkan literasi digital,” jelasnya.

Ayu Rachmah selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa dengan adanya webinar seperti ini, kita sama-sama belajar untuk menggunakan dunia maya untuk lebih bijak lagi. Walau begitu, ada sisi negatif dari internet seperti mudahnya berita hoaks beredar luas, serta penipuan online. Kita harus lebih bijak, lebih selektif, dan lebih kritis karena sekarang berita negatif sangat diminati dan hal itu sangat disayangkan.

Sebagai pengguna media digital, kita harus pikirkan dulu dampak dan risiko-risiko sebelum melakukan sesuatu. Cara menjaga ekosistem di dunia digital ini harus dimulai dari keluarga kita karena keluarga merupakan ruang lingkup terkecil, dan kita menjadi garda terdepan dalam menerapkan konten positif dan menyaring konten yang negatif. Menurutnya, anak-anak zaman sekarang dipaksa untuk terus belajar dan mengupdate ilmu agar siap menghadapi tantangan yang akan datang.

Salah satu peserta bernama Astrid menyampaikan pertanyaan, “Apakah ada batasan-batasan dalam kebebasan berekspresi di ruang digital, mengingat saat ini banyak konten negatif?”

Amni Zarkasyi Rahman menjawab, “Di ruang digital kita harus menyebar sesuatu yang bermanfaat. Kita harus menyebarkan energi positif. Kalau misalkan suka bicara yang negatif itu bisa menjadi fitnah. Harus sadar bahwa ada yang namanya hak cipta maka harus selidiki dulu sumber dari segala bentuk konten dan informasi yang kita terima dan yang akan kita sebarkan.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]