Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Cerdaskan Milenial Bermedia Sosial”. Webinar yang digelar pada Jumat (9/7) di Pandeglang itu, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Danu Anggada Bimantara-Aktor & Pegiat Seni Tradisi, Mochamad Azis Nasution-Pemimpin Redaksi Channel9.id, Hayuning Sumbadra-Kaizen Room, dan Maureen Hitipeuw-Kaizen Room.

Danu Anggada, membuka webinar dengan mengatakan, kita memiliki berbagai macam suku daerah. “Untuk itu kita harus kritis pada fenomena yang ada sekitar kita. Para milenial harus mempunyai kecerdasan-kecerdan bermedia sosial. Para milenial harus mempunyai tahap eksplorasi,” paparnya.

Ia berpesan, agar para milenial juga harus berani memasuki ruang-ruang sosial, serta dapat mengasah pengelohan kata dan berargumen di media sosial, sehingga dengan begitu, kaum milenial bisa lebih tertantang.

“Maka dari itu kita harus bisa memahami dan mengeskplor sosial media sekarang. Berikutnya ada improvisasi. Kita memasukan berapa produk dan kebisaaan kita kedalam sosial media, dengan cara membranding diri kita,” ujarnya.

Hayuning Sumbadra menambahkan, etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.

“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” jelasnya.

Konten negatif atau konten ilegal didalam undang-undang No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang telah diubah melalui UU Nomor 19 Tahun 2016 dijelaskan sebagai informasi dan dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.

“Jangan mudah terhasut! Berita bohong atau hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Dampak dari penyebaran hoaks yakni memicu perpecahan, ememicu ketakutan, menurunkan reputasi, membuat fakta menjadi sulit dipercayai, dan korban jiwa,” katanya.

Adapun etika dalam komunikasi di ruang digital yaitu menggunakan kata-kata yang layak dan sopan, waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA, menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber, dan membatasi informasi pribadi yang ingin disampaikan.

Sementara Mochamad Azis mengatakan, pengguna media sosial (medsos) di indonesia tercatat sebanyak 170 juta orang. Menempati 10 besar dan berada di rangking ke 9 negara yang kecanduan medsos.

“Kehadiran platform medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram, Linkedin, Whatsapp mengubah cara orang berkomuniasi dan berinteraksi. Milenial sudah bisalangsung beradaptasi menggunakan medsos karena lahir di era teknologi digital sudah mulai berkembang,” katanya.

Generasi milenial adalah generasi Y. Istilah milenial dikenalkan oleh pakar sejarah William Strauss dan Neil Howe dari Amerika Serikat, dan lahir bersamaan dengan perkembangan teknologi digital. Generasi milenial menjadi bagian dari perubahan perilaku akibat perkembangan teknologi.

Perilaku milenial yakni menggunakan medsos sebagai sarana berkomunikasi, berinteraksi dan bekerja, bekerja lebih cepat dan cerdas dengan dukungan teknologi, memiliki kemampuan multitasking, berpikir rasional dan fungsional, lebih mudah berpartisipasi menggalang opini dan donasi untuk kepentingan sosial.

Sebagai pembicara terakhir, Maureen Hitipeuw membeberkan kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat kemanan digital dalam kehidupan sehari-hari untuk kegiatan positif dan tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta lebih bijak dalam menggunakan fasilitas tersebut.

“Risiko keamanan di media sosial yakni kebocoran data pribadi, maupun hackers. Cara menghindari phising adalah jangan pernah memberikan detail login kita, jangan pernah terima permintaan pertemanan dari orang tak dikenal, ganti password secara rutin, kalau ada teman yang jadi korban pembajakan, beritahukan mereka,” kata Maureen.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Mita menanyakan kepada seluruh narasumber mengenai kemampuan dasar apa yang harus dimiliki para milenial dalam bersaing di era digital?

Jawaban dari para narasumber yakni, pertama harus mempunyai kemampuan berbahasa asing, kedua kemampuan berfikir kritis, mempunyai keahlian yang kreatif, mempunyai kemampuan people management, dan mempunyai kemampuan emotional intelligence.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.