Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Paham Batasan di Dunia Tanpa Batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 9 November 2021 di Jakarta Utara, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Akhmad Nasir, SSos – Direktur DOT Studio, Nurly Meilinda, SIKom, MIKom – Universitas Sriwijaya, IAPA, Dr Ni Putu Tirka Widanti, MM, MHum – Rektor Universitas Ngurah Rai, IAPA dan Maryam Fithriati, MSW – Co-Founder Pitakonan Studio and Management/Pegiat Literasi Komunitas.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Akhmad Nasir membuka webinar dengan mengatakan, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
“Setiap orang berhak untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Hal tersebut adalah hak yang dilindungi konstitusi, namun tetap ada konsekuensinya seperti adanya pembatasan,” jelasnya.
Pembatasan tersebut dilakukan dengan kewajiban dan tanggung jawab tertentu, tapi pembatasan ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan diperlukan untuk menghormati hak, reputasi, nama baik orang lain.
“Jadi intinya pembatasan itu boleh dilakukan, tapi pembatasan itu sendiri juga tidak salah dalam membatasi, harus ada syarat dan ketentuan yang berlaku dan itu harus dilakukan sesuai Hukum. Tidak bisa hanya karena memiliki wewenang, tiba-tiba melakukan pembatasan tanpa ada hukumnya itu tidak boleh, jadi tetap ada aturannya,” jelasnya.
Nurly Meilinda menambahkan, tidak bisa kita pungkiri, bahwa saat ini digitalisasi telah memberi pengaruh yang sangat luas pada budaya. Penghargaan atas budaya yang berbeda menjadi modal utama dalam kompetensi memahami perubahan media dan budaya.
“Teknologi digital telah memungkinkan bentuk budaya yang lebih berjejaring, kolaboratif, dan partisipatif. Namun tidak menutup kemungkinan teknologi juga membawa kita pada perpecahan dan permusuhan,” ungkapnya.
Sekarang kita semua sudah eksis bukan hanya di ruang yang realita atau dunia nyata, tetapi juga sangat eksis di ruang digital dengan gadget yang dimilikinya. Sebagai generasi muda kita harus aware dengan adanya dampak-dampak dari teknologi, khususnya dampak negatif jangan sampai kita dimanfaatkan teknologi harusnya kita sebagai manusialah yang memanfaatkan teknologi.
Menurutnya, memang di dalam ruang digital kita boleh bebas berekspresi, namun kebebasan berekspresi tidak absolut, karena diiringi dengan tanggung jawab khusus dan oleh karena itu wajib mematuhi sejumlah pembatasan, yang ditetapkan oleh hukum dan diperlukan.
Hak ini juga kompleks karena melindungi hak pembicara dan juga hak pendengar. Kita bebas dalam memberikan pendapat, komentar tetapi orang lain juga bebas untuk mendapatkan ruang digital yang nyaman tanpa komentar negatif.
Artinya kita bebas berekspresi, tetapi dengan tidak melanggar kebebasan orang lain oleh karena itu kembalikan lagi kepada nilai-nilai etika, tanggung jawab dan hukumnya. Jangan hanya berfokus pada kebebasan berekspresi diri kita sendiri, jadi kebebasan kita dibatasi dengan kebebasan dari orang lain juga.
Dr Ni Putu turut menjelaskan, budaya digital adalah hasil olah pikir, kreasi dan cipta karya manusia sebagai gagasan yang bersumber penggunaan teknologi dan internet, membentuk cara kita berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat.
Kebebasan berekspresi adalah hak untuk mengekspresikan ide-ide dan opini secara bebas melalui ucapan, tulisan maupun komunikasi bentuk lain, namun semua dilakukan dengan tidak melanggar hak orang lain.
“Sedangkan Ruang Digital merupakan sarana komunikasi, tempat bertemu, dan berinteraksi tanpa tatap muka yang dimana ruang digital menjadi tempat sehari-hari yang kita kunjungi dan sebenarnya merupakan sebuah perwakilan dari dunia nyata,” jelasnya.
Tips bebas berekspresi di ruang digital dengan baik yakni berani memberi kritik, hindari menyebut nama orang atau institusi, sertakan data untuk mendukung kritik, siap dengan konsekuensi dan tidak menyebar hoaks.
Sebagai pembicara terakhir, Maryam Fithriati mengatakan, semakin tinggi ketergantungan kita terhadap media digital, pada saat yang sama harus diikuti dengan pemenuhan terhadap hak-hak digital sebagai bagian dari hak asasi manusia, yaitu hak untuk mengakses internet, hak untuk berekspresi dan hak atas rasa aman di ranah digital.
“Maka dari itu kita juga harus menjadi smart netizen, bukan hanya gadget kita yang smart. Smart artinya bahwa kita tahu apa yang harus kita lakukan ketika itu sudah mengganggu hak orang lain dan privasi orang lain,” tuturnya.
Dalam sesi KOL, Steve Angkasa mengatakan, jika kita mendapatkan satu informasi lebih baik kita pelajari terlebih dahulu, apakah informasi tersebut layak kita sebar, kita gunakan atau kita butuh riset dan cek lagi sebelum membagikannya.
“Kita harus bisa jadi diri sendiri jangan terlalu kontroversial, cari sesuatu yang bisa kita lakukan dan kembangankan secara positif tentunya di ruang digital ini,” pesannya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Bintag Suai menanyakan, bagaimana cara agar masyarakat Indonesia tidak lagi menyalahgunakan haknya dalam kebebasan berekspresi di media sosial?
“Cara pertama datang dari keluarga karena adanya penanam dari usia dini, pembiasaan, pembentukan karakter dan budaya seorang anak dari orang tua mereka. Jadi pendidikan dari keluarga itu sangat penting. Ajarkan kepada anak-anak kita atau siapapun bahwa di ruang digital kita tidak boleh kelewat batas karena bisa terjerat hukum jika melakukan pelanggaran,” jawab Akhmad.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.