Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. 

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menciptakan Ruang Digital yang Aman dan Nyaman”. Webinar yang digelar pada Kamis, 11 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring. 

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Bevaola Kusumasari (Dosen Fisipol UGM, IAPA), Bambang Kusbandrijo (Dosen UNTAG Surabaya dan Pengurus DPP IAPA),  Reza Sukma Nugraha (Dosen Universitas Sebelas Maret), dan Erfan Ariyaputra (Training dan Development Expert).

Bevaola Kusumasari membuka webinar dengan mengatakan dalam menggunakan media digital, diperlukan etika. “Etika digital (digital ethic) adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.” 

Di Indonesia yang multikultur, etika digital sangat relevan dipahami dan dipraktikkan semua warga Indonesia. Media digital yang cenderung instan seringkali membuat penggunanya melakukan sesuatu dengannya “tanpa sadar” sepenuhnya.

Maka tanggung jawab yang berkaitan dengan dampak atau akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan adalah keharusan. Bertanggung jawab artinya kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya. 

Bambang Kusbandrijo mengatakan, ruang digital menjadi tempat sehari-hari kita kunjungi, yang sebenarnya merupakan sebuah perwakilan dari dunia nyata. Sehingga bukan dunia pengganti atau berbeda, keduanya sama. 

“Kita dapat melakukan apa saja yang sama yang kita lakukan di dunia offline, seperti berekspresi dan berkreasi,” tuturnya. Untuk menghindari jebakan-jebakan konten negatif di media digital, kita harus berliterasi digital.

Tdak saja mampu mengoperasikan berbagai perangkat digital, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab dan mengoptimalkan penggunaannya. Pengguna harus mengetahui dan deteksi dengan jeli untuk bisa menghindari jebakan digital dari situs-situs dari link yang diterima. 

Reza Sukma turut menjelaskan, literasi digital adalah kecakapan menggunakan internet. Kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif.

Sedangkan budaya digital adalah kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.

Batasan berekspresi di ruang digital antara lain pornografi, khususnya pornografi anak. Demokrasi bermedsos merupakan hak individu dibatasi hak individu lain, tidak ada kebebasan tanpa batas.

Sebagai pembicara terakhir, Erfan Ariyaputra mengatakan, beberapa ancaman keamanan digital dari sisi teknologi ada phising, malware, virus, dan hacking. Sedangkan dari sisi informasi ada penipuan, berita bohong, cyberbullying, hate speech, pornografi.

“Untuk mengatasi phising, malware, hacking, penipuan online, penyusupan, virus dan sejenisnya bisa menggunakan antivirus. Maka dari itu sebagai pengguna haruslah saring sebelum sharing, hati-hati membagi konten maupun berkomentar, pikirkan dengan baik dan bijak dalam,” ujarnya.

Apapun yang sudah dibagikan di internet (dunia digital) akan tetap tinggal disana, meskipun sudah kita hapus. Cara aman dan nyaman di dunia digital yaitu jadilah teladan, edukasi internet sehat, dampingi anak saat bermain gadget, gunakan filter, melaporkan konten negatif.

Dalam sesi KOL, Ones mengatakan, negatifnya ruang digital ini banyak terjadi kebocoran data dan informasi yang sifatnya privasi, yang mencoba dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk hal yang negatif.

“Literasi digital merupakan pengetahuan dan kecakapan dalam menggunakan media digital kita sebagai generasi digital sangat perlu menambah wawasan ini agar makin cakap berdigital dan tau cara melindungi data pribadi kita agar tidak terjadi kebocoran data pribadi,” paparnya.

Salah satu peserta bernama Dimas Bagus menanyakan, bagaimana agar literasi digital selalu diterapkan dalam bermedia sosial oleh generasi muda?

“Tugas negara memberikan edukasi dan ini sudah dilakukan dan semua pihak harus terlibat, seperti sekolah dan kampus yang mulai melibatkan praktisi untuk siswanya, kita sebagai masyarakat digital juga perlu mencari tau, jadi jangan cuma mendengarkan saja. Perlu sekali untuk menambah wawasan secara mandiri, semuanya harus bergerak dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat,” jawab Bevaola.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]