Derasnya informasi yang diterima dalam dunia digital memang sulit dibendung. Namun, semua itu dapat dilawan dengan menyikapinya secara bijak. Hal ini secara khusus dibahas dalam webinar “Melawan Provokasi di Dunia Digital dengan Bijak”.

Pada Selasa (22/6/2021), webinar dengan tema “Melawan Provokasi di Dunia Digital dengan Bijak” yang diselenggarakan khusus bagi 14 kabupaten/kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten, mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yaitu Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman Dr Dwiyanto Indiahono (digital ethics), dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung dan Japelidi Santi Indra Astuti SSos MSi (digital culture), perwakilan Kaizen Room Roza Nabila (digital skills), dan perwakilan Kaizen Room Maureen Hitipeuw (digital safety).

Beralih ke digital

Roza Nabila membuka webinar dengan memaparkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, telah terjadi perubahan-perubahan dari manual menjadi digital. “Contohnya dulu kita membaca berita menggunakan koran, sekarang sudah ada berita online. Begitu pun resep-resep masakan yang dulu kita baca via buku, sekarang, sudah ada di internet,” tuturnya.

Perubahan menjadi digital tersebut memerlukan digital skills, yakni kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras. Hal tersebut salah satunya adalah guna menghindari dari konten-konten negatif yang banyak di media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan Youtube.

“Konten provokasi adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan, tindakan menghasut, pancingan, dan hal-hal negatif lainnya. Saat ini, banyak konten provokasi di media sosial. Bahkan, penyebarannya meningkat menjadi 40 persen,” ungkap Roza.

Bila menemukan konten provokasi, kita bisa langsung melaporkan di aplikasi media sosial tersebut. “Apabila menemukan konten negatif seperti berita bohong, pornografi, dan lainnya, hal tersebut bisa diadukan ke aduankonten.id atau [email protected] atau Whatsapp 08819224545.”

Sementara itu, Dr Dwiyanto menambahkan, Indonesia dikenal ramah di dunia nyata, tetapi dianggap tidak sopan di dunia maya. “Indonesia mendapat ranking ke-29 dari 32 negara,” katanya. Setidaknya, ada tiga faktor utama yang memengaruhi, yakni hoaks atau penipuan, ujaran kebencian, dan diskriminasi.

Ia menambahkan, untuk itu, diperlukan etika digital. ini karena setiap tahun pengguna internet meningkat dan warganet memiliki latar belakang berbeda sehingga tentunya harus ada batasan tertentu. Bila tidak, akan muncul ancaman disintegrasi bangsa di dunia maya.

“Saat ini, banyak orang yang lebih menikmati perseteruan antar-individu dan perkelahian antarkelompok daripada mendamaikan yang sedang berseteru. Lalu konflik elite memicu konflik horizontal di dunia yang sesungguhnya. Bahkan, netizen amat mudah untuk mencacu, memaki, merendahkan, dan mudah menyalahkan orang lain,” ungkapnya. Itulah mengapa menjaga harkat dan martabat manusia serta persatuan dan kesatuan bangsa, lebih utama dari sekadar viral. “Jadilah bagian dari solusi, bukan bagian dari polusi,” ajak Dwiyanto.

Sementara itu, Santi Indra Astuti mengatakan, ciri-ciri konten provokasi di antaranya adalah memancing emosi, menggiring opini, mengandung framing atau pembingkaian, menempatkan target pembaca sebagai pihak yang rentan yang dimanipulasi pihak lain, ada pihak yang didiskreditkan, dan ajakan untuk menyebarkan.

Untuk menghindari provokasi tersebut, Santi menyebut setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan. “Pertama, jangan terpancing emosi. Lalu, cari second opinion dari sisi lain, be positive, selalu mencari bright side,” jelasnya. Lalu jangan lupa untuk selalu memberi pertanyaan. Seperti, siapa sumber provokasi ini? Apa hubungannya dengan saya?, betulkah semua adalah salah dia? Apa tidak ada faktor lain yang juga menimbulkan situasi ini? Sebentar, apa pentingnya saya menyebarkan ini? Apa manfaatnya bagi saya dan orang lain?

Sebagai pembicara terakhir, Maureen Hitipeuw mengatakan apabila menemukan postingan yang kontroversial dan bernada menyudutkan satu kelompok, masyarakat harus lebih waspada. “Contohnya postingan yang memicu emosi pembaca untuk ikut berkomentar pedas,” kata Maureen. Apabila menemukan hal tersebut, pertanyaan yang harus dilontarkan pada diri sendiri, apakah postingan tersebut benar? “Bila menyangkut peristiwa, Anda bisa mencari informasi terkait hal tersebut. Agar terhindar dari provokasi lakukan, cek dan ricek serta jangan kepancing clictbait,” paparnya.

Literasi digital

Saat sesi tanya jawab, seorang peserta mengatakan bahwa saat ini pemerintah sudah gencar untuk menginformasikan literasi digital dan mengajak masyarakat untuk melawan provokasi di media sosial. Namun, kenyataannya masih banyak konten provokasi yang bisa ditemui. Pertanyaannya, apakah media sosial akan bisa terbebas dari konten provokasi?

“Ruang digital adalah ruang kita semua, kita semua harus berperan, tidak bisa hanya pemerintah. Provokasi itu seperti virus jika tidak dibatasi, akan menginfeksi yang lain. Oleh karena itu, harus ada antivirusnya. Cara terbaik adalah bersama-sama mengajak yang lain agar tidak terprovokasi, jangan ikut permainan mereka, jangan sampai mereka masuk di ruang itu, lebih baik membentengi itu agar tidak terprovokasi, jangan diam saja, tetapi jangan dilawan secara langsung juga,” jelas Santi.

Seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo, literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapatkan dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital. Ia juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional.

“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkret di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” ujar Presiden Joko Widodo.

Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital sehingga sangat diharapkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.

Rangkaian webinar ini akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021, dengan berbagai macam tema yang pastinya mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis. Para peserta juga akan mendapatkan e-certificate atas keikutsertaan webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.