Semboyan Bhinneka Tunggal Ika memang sangat cocok digaungkan di Indonesia dengan segala keragaman yang dimilikinya. Multikulturisme ini merata di segala bidang, termasuk dalam ruang digital. Hal ini dibahas secara mendalam pada webinar “Memahami Multikulturalisme dalam Ruang Digital”, Selasa (22/6/2021).

Pada webinar dengan tema “Memahami Multikulturalisme dalam Ruang Digital” yang diselenggarakan khusus bagi 14 kabupaten/kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yaitu perwakilan Kaizen Room Btari Kinayungan (digital ethics), content writer Luqman Hakim (digital culture), training & development Erfan Ariyaputra SPsi (digital safety), serta dosen Fisipol UGM dan IAPA Tauchid Komara Yuda SSos MDP (digital skills).

Multikultur

Btari Kinayungan membuka webinar dengan memaparkan bahwa Indonesia yang merupakan negara majemuk, multikulturalis, dan demokratis, saat ini, masyarakatnya semakin mudah mendapatkan informasi secara online dan real time.

“Oleh karena itu, menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” tutur Btari. Sayangnya, di media digital, kerap ditemui konten negatif atau konten ilegal. “Berita bohong atau hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan,” jelasnya.

Ia melanjutkan, dampak dari penyebaran hoaks adalah memicu perpecahan hingga ketakutan. Oleh karena itu, diperlukan etika dalam komunikasi di ruang digital. Etika juga diperlukan untuk menyebar informasi dengan menggunakan kata-kata yang layak dan sopan serta waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA.

Sementara Luqman Hakim menjelaskan mengenai multikulturalisme. Ia menyebut, para founding parents menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai falsafah negara kita. “Bhinneka Tunggal Ika, berasal dari khazanah rohani dan pengetahuan Nusantara abad XIV dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular, artinya berbeda-beda, tetapi tetap satu,” jelasnya.

Luqman mengatakan, cara mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika di Ruang Digital adalah menghayati makna falsafah Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri. “Lalu meneguhkan komitmen kebangsaan, pahami cara kerja dunia digital berikut tantangannya, kendalikan ruang digital untuk hal-hal positif, serta menjaga integritas dan akhlak”.

Erfan Ariyaputra sebagai salah satu pembicara mengatakan, berbicara bermedia digital, kita bisa berkomunikasi tidak hanya dengan satu orang, tetapi juga banyak berkomunikasi ke semua orang. “Oleh karena itu, perlakukan masyarakat digital dangan rasa hormat. Mereka adalah tetanggga kita yang kita hidup bersama mereka di lingkungan digital,” tuturnya.

Interaksi di dunia digital membutuhkan rasa nyaman dan aman. Hal itu dapat diwujudkan dengan beberapa cara. Di antaranya adalah jangan mengunggah apa pun yang belum jelas sumbernya, gunakan norma saat berinteraksi dengan siapa pun di media sosial, pastikan unggahan tidak yang menyerang SARA, gunakan bahasa yang baik sopan dan santun, berpikir dahulu sebelum berkomentar, hormati orang lain, dan jadilah pembawa damai dalam diskusi yang sehat. “Kritis dan kreatif agar tetap positif, saring sebelum sharing,” ujarnya.

Sebagai pembicara terakhir, Tauchid Komara Yuda menjelaskan Indonesia merupakan negara majemuk, mutikulturalis, dan demokratis. Meski begitu, saat ini, masyarakat kita memiliki tingkat literasi yang rendah, tetapi tingkat emosi yang tinggi. “Di Indonesia, semakin lama menggunakan internet semakin rentan sebar hoaks. Hal itu tidak berpengaruh pada usia, jenis kelamin, bahkan tingkat pendidikan,” paparnya. Menurut Tauchid, konten yang baik belum tentu benar dan tidak semua konten yang benar pantas disebar. “Konten yang benar belum tentu bermanfaat.”

Hentikan hoaks

Saat sesi tanya jawab, seorang peserta mengungkap bahwa saat ini banyak pengguna media sosial yang menyebarkan berita tidak benar ataupun hoaks. Lantas, bagaimana cara untuk memberi pemahaman mengenai kabar yang dikirim orang tersebut adalah hoaks, bagaimana cara memberi tahu, tetapi tidak terlihat menggurui?

“Itu tergantung dari cara penyampaiannya, dan langsung to the poin kalau ada orang menyebarkan hoaks. Lalu, tanya si penyebar berita itu tentang apa saja yang disebarkan infomasi tersebut dan meyakinkan si penyebar tersebut informasinya benar atau salah,” jelas Btari Kinayungan.

Seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo, Literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapatkan dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital. Ia juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional.

“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkret di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” ujar Presiden Joko Widodo.

Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital sehingga sangat diharapkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Rangkaian webinar ini akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021, dengan berbagai macam tema yang pastinya mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis. Para peserta juga akan mendapatkan e-certificate atas keikutsertaan webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.