Eksotisme Gunung Ijen benar-benar terekspos dalam Banyuwangi Ijen Green Run 2018. Event yang digelar pada Minggu (8/4/2018) itu mampu menghipnotis seluruh peserta.

Sejak pagi, 732 peserta telah memadati lokasi start di La­pangan Tamansari, Keca­matan Licin. Yang membuat seru, sebelum lomba dimulai para peserta diajak menikmati legen atau air pohon enau yang nikmat.

Banyuwangi Ijen Green Run 2018 bukan event biasa. Ratusan pelari dari 14 negara ambil bagian, di antaranya Kenya, Perancis, Belanda, dan Belgia. Sementara itu, pelari nasional yang ambil bagian berasal dari Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan Palembang. Juga peserta dan kota-kota di Jawa Timur. Hadir juga mantan Menteri BUMN Dah­lan Iskan.

“Ijen Green Run ini luar biasa. View-nya indah sekali. Sangat menyenangkan berada di sini. Kondisinya berbeda dengan di Belanda yang rutenya flat. Di sini sangat menantang,” ungkap pelari asal Belanda, Daley Lievense.

Ijen Green Run terbagi dalam tiga kategori, yaitu kelas 33K, 18K, dan 6K. Begitu bendera start dikibarkan, para peserta langsung melesat. Mereka disambut suhu sejuk 22 derajat celsius.

Suasana tersebut membuat peserta kian semangat. Bahkan, tanjakan sepan­jang 500 meter tidak menurunkan sema­ngat mereka. Daley menambahkan, sua­sana Gunung Ijen mampu membang­kitkan minatnya untuk terus berlari.

“Ijen Green Run ini membuat saya jadi mencintai olahraga lari. Saya sudah bertekad akan terus berlatih maraton ketika sudah berada di Belanda nanti. Yang jelas, saya ingin menikmati suasana indah di sini dahulu,” lanjut Daley.

Suasana eksotis tersaji kala peserta melewati hutan pinus, kebun cengkeh, hingga perkebunan kopi. Pesona alam yang kian sempurna manakala peserta menyeberangi sungai yang jernih dan segar airnya. Terlebih ketika melewati area pemukiman warga yang kental dengan tradisi dan budaya.

Foto-foto: dokumen Kemenpar

Di kelas 33K putra, pelari Kenya men­do­minasi podium. Sebagai juara adalah James Karanja. “Udaranya sangat segar. Saya berkesan sekali berlari di sini. Badan tidak cepat lelah. Dengan energi yang terjaga, rute juga tanjakannya bisa dilewati. Saya juga senang karena bisa juara.”

Karanja menjadi yang tercepat dengan mencatatkan waktu 02.33.21. Pelari Kenya lainnya, Denni Isika, finis sebagai runner up. Torehan pelari Kenya dilengkapi Samson Karega di posisi ketiga.
Bila kategori 33K putra dikuasai Kenya, tidak demikian dengan putri. Pelari Indonesia Ruth Theresia tampil sebagai yang tercepat. Ruth membukukan waktu 3 jam 50 menit.

“Saya senang karena bisa juara lagi di sini. Secara teknis, rute di sini sudah familiar jadi saya bisa mengatur temponya. Saya tidak pernah bosan berlari di sini karena suasananya bagus. Udaranya segar dan ini bagus bagi pelari,” terang Ruth.

Banyuwangi Ijen Green Run me­mang sangat spesial. Para pelari bebas meng­eksplorasi kekuatannya sembari menye­imbangkannya dengan eksotisnya alam.

“Rute dan pemandangannya sangat indah. Kami nyaman berlari di sini ka­rena telah dirancang sedemikian rupa. Meski banyak tanjakan, kami masih bisa berlari dengan baik,” ujar pelari anggota ko­munitas lari Bali Hash, Ni Made Honey.

Ni Made Honey sendiri tampil seba­gai yang tercepat di nomor 18K Master Putri. “Kami benar-benar terkesan de­ngan semua rangkaian penyeleng­gara­an event ini. Respons dari masyarakat juga bagus. Semuanya menantang, tapi menyenangkan.”

Melengkapi eksotisnya alam lereng Gunung Ijen, pelayanan terbaik diberikan masyarakat di sepanjang rute lari tersebut. Mereka menyediakan minuman lengkap dengan makanannya. Hidangan yang disajikan pun sangat spesial karena berasal dari aktivitas pertanian yang dilakukan warga. Ada pisang rebus, beragam jenis olahan umbi-umbian, hingga kacang rebus. Semua disediakan warga secara gratis.

“Silakan mampir lebih dulu, minum teh hangat. Ini ada juga polo pendem (umbi-umbian). Tidak perlu sungkan atau malu. Ayo, dinikmati saja,” kata Darsono yang pekarangannya dilewati rute lomba lari itu.

Ijen Green Run menjadi strategi marketing pariwisata Banyuwangi guna me­mikat wisatawan. Sebab, kawasan di ujung timur Pulau Jawa menargetkan kun­jungan 100.000 wisman pada tahun ini. Target besar tersebut mengacu per­tum­­buhan wisman di beberapa tahun terakhir.

Pada 2017, Banyuwangi dikunjungi 91.000 wisman. Jumlah melonjak ta­­jam dari 2016 dengan jumlah kun­jung­­an 74.800 wisman, padahal pa­­­­da 2010 hanya 5.025 wisman.

“Tar­­­­­get kunjungan wisman harus terus di­ting­­­katkan. Menggelar event lari seperti ini efek­tif sebagai bagian dari promosi pari­wisa­ta Banyuwangi. Olahraga lari ini sudah menjadi gaya hidup dari masya­rakat. Yang jelas, Banyuwangi akan rutin menggelar event berbasis komunitas seperti ini,” terang Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Pada 2018, Banyuwangi memiliki 77 event top. Beragam event terbaik disiap­kan. Mulai dari seni budaya, nuansa ke­indahan alam, hingga sport tourism, terma­suk beragam potensi daerah akan terus didorong untuk menaikkan perekonomian daerah.

“Event seperti Ijen Green Run ini otomatis menggerakkan perekonomian da­erah. Pelari butuh jasa transportasi, pengi­­napan, kuliner, dan pulang mem­bawa oleh-oleh,” terang Azwar.

Sukses Banyuwangi Ijen Green Run 2018 diapresiasi Menteri Pariwisata (Men­par) Arief Yahya. Menpar mengi­ngat­kan, agar promosi dilakukan lebih gencar pada event-event berikutnya sehingga bisa menarik lebih banyak wisman.

“Potensi Banyuwangi ini besar. Pro­mosi harus dilakukan lebih intensif lagi. Agar gema event-event di Banyuwangi makin kuat didengar para wisman di seluruh penjuru dunia. Yang jelas, event Ijen Green Run ini sukses dan kami me­nyampaikan apresiasinya,” tegas Arief. [*]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 19 September 2018.