Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menjerat banyak pimpinan daerah, kepala dinas, hingga legislator di lingkungan pemerintah daerah. Oleh karena itu, upaya pencegahan korupsi sejak tahun 2016 untuk seluruh 542 pemerintah daerah (pemda) se-Indonesia diarahkan pada upaya memperkecil risiko timbulnya korupsi. Pemda diminta untuk menerapkan 8 (delapan) instrumen pencegahan korupsi yang dibuat berdasarkan tindak pidana korupsi yang terjadi. Sejauh ini, kasus korupsi terbanyak di pemda belum bergeser dari pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan jual beli jabatan.
Kedelapan instrumen tersebut adalah perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa (PBJ), pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), manajemen aparatur sipil negara (ASN), kapabilitas aparat pengawas internal pemerintah (APIP), optimalisasi pendapatan daerah (OPD), dana desa, dan manajemen aset daerah.
Instrumen pencegahan korupsi pada PBJ dimulai dari implementasi e-planning dan e-budgeting. Selanjutnya, pelaksanaan anggaran dilakukan dengan pengadaan berbasis elektronik e-procurement dan penerapan e-catalog. Di bidang perizinan dengan penerapan PTSP. Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) telah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan kedua instrumen ini diterapkan pemda se-Indonesia.
Sejalan dengan itu, pemda juga diminta untuk memperkuat pengawasan daerah. Dua fokus di antaranya peningkatan anggaran pengawasan dan kompetensi auditor sebagai APIP. KPK memfasilitasi pelatihan bagi 3.500 auditor. Kerja sama dengan LKPP, Kejati, Polda serta BPKP kegiatan nasional ini dapat diwujudkan. Kini, dengan regulasi Kemdagri, tahun 2020, pemda wajib mengalokasikan anggaran pengawasan dalam persentase tertentu dari APBD. Ini menjamin kecukupan alokasi anggaran pengawasan.
Di sisi lain, tanpa pengawasan yang cukup, pemberian dana desa Rp 1 Miliar ke lebih dari 74 ribu desa se-Indonesia berpotensi untuk disalahgunakan. Ini sudah dibuktikan dengan beberapa kasus korupsi dana desa. Oleh karena itu, KPK mendorong pembangunan sistem pencegahan yang transparan dengan memublikasikan dana desa, implementasi siskeudes dalam pengelolaannya, dan menjalankan fungsi pengawasan.
Pengelolaan sumber daya manusia tidak kalah penting. Manajemen aparatur sipil negara (ASN) termasuk area fokus perbaikan tata kelola pemerintah daerah. KPK masih menemukan praktik KKN dalam proses promosi, rotasi, dan mutasi ASN. Untuk meminimalkan praktik tersebut, KPK mendorong pemda melakukan langkah-langkah perbaikan, seperti melakukan evaluasi jabatan; membuat aplikasi kinerja; implementasi pemberian tambahan penghasilan pegawai (TPP); kepatuhan pelaporan harta kekayaan (LHKPN) dan gratifikasi; serta mengatur pola rekrutmen, promosi, rotasi, mutasi, dan pemberhentian ASN.
Pencegahan korupsi juga ditujukan untuk mencegah timbulnya kerugian negara. Pajak daerah yang tidak terpungut sepenuhnya, antara lain karena oknum pengusaha dan pemda ikut bermain. Oleh sebab itu, KPK meminta penggunaan teknologi rekam transaksi. Hasilnya, di banyak kota, terjadi peningkatan penerimaan pajak daerah yang signifikan. Instrumen OPD didesain untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah.
Hilangnya aset daerah berupa tanah, bangunan hingga kendaraan dinas dimulai dari manajemen aset yang buruk. Hingga saat ini, penertiban aset pemda berhasil mengembalikan aset senilai Rp 33,6 triliun. Untuk rekonsiliasi tanah dan bangunan antar pemda karena proses pemekaran wilayah, secara administratif telah diselesaikan senilai Rp 21 triliun. KPK juga mendorong program sertifikasi aset daerah secara nasional bekerja sama dengan BPN. Rata-rata baru 20 persen aset daerah besertifikat. Sejalan dengan KPK, Kemdagri meminta pemda untuk melibatkan Kejati dalam setiap sengketa aset.
Agar lebih efektif, sejak 2018 KPK menyinkronkan upaya pencegahan dengan upaya penindakan. Ketika terjadi sengketa aset dan terindikasi adanya tindak pidana korupsi, maka tindak lanjutnya dilakukan oleh tim penindakan. Demikian juga pengaduan masyarakat dapat segera direspons sepanjang memenuhi unsur pidananya.
Monitoring atas kemajuan implementasi delapan instrumen ini dilakukan melalui situs JAGA.ID. Masyarakat bahkan dapat mengakses informasi tentang kemajuan daerah, perbandingan dengan daerah lain termasuk per instrumen pencegahan secara terbuka melalui situs ini. Informasi disajikan dalam bentuk peta dengan warna yang menggambarkan tingkat capaian setiap pemda maupun keseluruhan 542 pemda. Tujuannya, memperkuat mekanisme kontrol dan partisipasi masyarakat.
Sebagai pengukuran, KPK dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengembangkan instrumen survei penilaian integritas (SPI). Implementasi 8 instrumen pencegahan tersebut diuji melalui survei elektronik yang dilakukan oleh BPS kabupaten/kota dan provinsi. Internal pemda, masyarakat pengguna layanan, dan ahli akan dimintai pendapatnya dalam SPI. Tujuannya, meyakinkan apakah masih terjadi korupsi pada bidang pengadaan, perizinan, kepegawaian dan lainnya menurut pegawai pemda sendiri dan pihak eksternal yang pernah mengalami. Setelah rangkaian uji coba sejak 2016, Kemdagri mewajibkan seluruh pemda melaksanakan SPI bekerja sama dengan BPS setempat pada tahun 2020 nanti.